Gugurnya Gusti Muhammad Seman dalam suatu pertempuran dengan Belanda pada tahun 1905, membuat Gusti Zaleha menyerah kepada Belanda. Tetapi tidak dengan Bulan Jihad, ia meneruskan perjuangan dengan para pasukan Dayak yang senantiasa mengikutinya.
Sang Panglima Burung semakin melegenda, ketika pos-pos Belanda terus saja mendapatkan serangan dari pasukan Bulan Jihad. Kesaktiannya memang sungguh luar biasa, bahkan ketika pendudukan Jepang, para tentara fasis enggan bersentuhan dengannya.
Hal ini dibuktikan dengan tujuan Jepang yang hanya berupaya untuk menguasai minyak bumi di Tarakan. Mereka enggan untuk mengeksploitasi pedalaman hutan Kalimantan. Menghadapi Sang Panglima Burung adalah hal sia-sia dan merugikan.
Pedalaman hutan Kalimantan adalah rumahnya, yang harus terus ia jaga dari segala bentuk kolonialisasi ataupun eksploitasi alam. Hingga pada Januari 1954 ia memutuskan untuk turun gunung guna mencari informasi tentang keberadaan sahabatnya Gusti Zaleha.
Kemunculannya yang terakhir itu pernah dicatat oleh Pemerintahan Muara Joloi, dan tak lama kemudian ia kembali lagi masuk hutan untuk selama-lamanya. Eksotisme hutan Kalimantan mengiringi kembalinya Sang Panglima Burung untuk terus menjaga tanah kelahirannya.
Dengan harapan untuk para generasi muda, agar dapat mewarisi semangat juangnya. Untuk dapat terus menjaga alam, dari segala kerusakan dan perusakan, semuanya telah ia buktikan untuk Indonesia. Semoga hutan Kalimantan tetap terus terjaga dan terlindungi dari segala upaya eksplitasi alam.
Wallahualam, semoga menginspirasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H