Tidak main-main, bersama dengan Gusti Zaleha, Bulan Jihad berhasil menghimpun pasukan dari suku-suku Dayak yang tersebar diseluruh tanah Kalimantan. Pasukan dari Dayak Kenyah, Ngaju, Kayan, Dusun, Siang, Bakumpai, Banjar, dan Hulu Sungai, bersatu dalam komando Sang Panglima Burung, Bulan Jihad.
Perang Banjar yang berlangsung sejak tahun 1859 hingga 1906 ini disinyalir telah menimbulkan kerugian besar pada Belanda, yang kehilangan 4000 hingga 5000 pasukannya. Belum lagi biaya perang dengan persenjataan modern yang menguras kas pemerintah kolonial.
Usai meninggalnya Pangeran Antasari, perjuangan melawan kolonialisme dilanjutkan oleh Gusti Muhammad Seman yang didampingi oleh Gusti Zaleha bersama Bulan Jihad sebagai panglima perangnya. Setiap jengkal tanah Kalimantan adalah harga mati yang harus diperjuangkan dengan tebusan nyawa.
Hingga pada tahun 1870-an ekspedisi dan eksploitasi sumber daya alam di kaki Pegunungan Meratus akhirnya dihentikan. Akibat terus terjadinya Perang Banjar yang terjadi dikawasan pertambangan, maka tambang batubara tertua di Indonesia ini pun dinyatakan berhenti beroperasi.
Turut Serta dalam Perang Banjar
Tjilik Riwut pernah bercerita bahwa Panglima Burung adalah seorang pejuang perempuan cantik yang berasal dari Dayak Kenyah, Kalimantan Timur. Ia adalah sahabat Gusti Zaleha, seorang pejuang perempuan yang berasal dari Kesultanan Banjar.
Ia dianggap sebagai Panglima Burung tak lain karena memiliki watak pemersatu dihadapan kelompok-kelompok suku Dayak Kalimantan. Ia juga pelindung dari setiap jengkal hutan yang tengah rusak akibat eksploitasi alam. Perjuangannya tidak hanya melalui senjata, tapi juga merawat dan menjaga lingkungan.
Selain memiliki kesaktian yang tinggi, gerakan kesadaran menjaga lingkungan selalu ia kembangkan di setiap suku Dayak yang ditemuinya. Seperti upayanya menanami kembali area sekitar bekas tambang batubara Oranje Nassau yang telah dirusak oleh Belanda.
Serangkaian aksi penyergapan terhadap pasukan Belanda juga menjadi agenda utamanya ketika berjuang dengan pasukan Banjar. Mandaunya dapat seketika membuat tumbang para pasukan Belanda yang berdiri dihadapannya. Selendangnya pun dapat melukai walau hanya dengan dikibaskannya.
Tak ada istilah takut ketika berhadapan dengan lawan. Bulan Jihad Sang Panglima Burung hadir layaknya dongeng yang tersebar dari tutur rakyat Dayak. Walau bukti-bukti keterlibatannya telah dikemukakan oleh para pelaku dan tokoh sejarah Indonesia.
Menjaga Alam Sepanjang Hidupnya