Oleh karena itu norma hukum yang mengatur keterlibatan dinas kesehatan tidak dapat berbentuk regulasi yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan, namun berupa Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri Kesehatan (prinsip legislative delegation of rule-making power).Â
Izin operasional sebuah fasilitas kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah tentu harus melalui kajian yang dilakukan oleh dinas kesehatan berupa rekomendasi atas sertifikat standar yang menjadi persyaratan perizinan usaha berbasis risiko melalui aplikasi Online Single Submission (OSS).
Secara tidak langsung dapat diartikan bahwa apabila dinas kesehatan tidak merekomendasikan sebuah fasilitas kesehatan untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan tersebut tidak layak untuk diberikan izin operasional.Â
Dengan demikian praktik kredensialing atau rekredensialing yang melibatkan dinas kesehatan dapat diartikan hanya sebatas memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan, penentuan sesungguhnya adalah BPJS Kesehatan itu sendiri.
Dalam hal ini BPJS Kesehatan telah memiliki ketentuan internal BPJS Kesehatan dalam bentuk instrumen penilaian pemenuhan persyaratan kelayakan sebuah fasilitas kesehatan untuk mengadakan perjanjian kerja sama, termasuk penentuan besaran persentase pembayaran klaim atas Tarif INA-CBG. Persyaratan mana yang bahkan melampaui ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan mengenai persyaratan perizinan suatu fasilitas kesehatan.
Sebagai badan hukum yang dibentuk berdasarkan undang-undang, dapat dikatakan bahwa BPJS Kesehatan berbentuk badan hukum hybrid, yakni sebagai badan hukum publik yang melaksanakan fungsi asuransi sosial dan sekaligus sebagai lembaga negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang.Â
Mengingat peran BPJS Kesehatan yang sangat penting dalam melaksanakan SJSN, maka seyogyanya BPJS Kesehatan secara tegas ditetapkan sebagaimana layaknya lembaga negara sehingga dapat menentukan sendiri kelayakan suatu fasilitas kesehatan untuk dapat membuat perjanjian kerja sama, sehingga dapat mengembalikan fungsi dinas kesehatan dalam pemberian rekomendasi kelayakan perizinan suatu fasilitas Kesehatan.Â
Penegasan status kelembagaan BPJS Kesehatan sebagai organ negara akan mempermudah pemerintah dalam pengaturan teknis pelayanan kesehatan sebagaimana dikehendaki oleh Sistem Jaminan Sosial Nasional, tanpa perlu perlu membentuk regulasi berupa Peraturan Presiden dan atau Peraturan Menteri Kesehatan sebagai payung hukum bagi BPJS Kesehatan dalam melaksanakan kegiatannya.
Analogi dengan Bank Indonesia, badan hukum yang dibentuk berdasarkan undang-undang ini memiliki status sebagai lembaga negara, dimana pimpinan Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam menetapkan regulasi yang bersifat mengatur dan diumumkan dalam Lembaran Negara.
Lembaga negara ini merupakan Lembaga pelaksana undang-undang dan sekaligus merupakan Lembaga pengatur lebih lanjut peraturan pelaksanaan undang-undang sebagai peraturan sekunder (secondary legislation, secondary implementing regulation).Â
Saat ini, regulasi yang dibuat oleh BPJS Kesehatan belum mempunyai kekuatan dalam hirarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, karena pada sisi lain BPJS Kesehatan merupakan badan hukum yang bergerak dalam kegiatan pengelolaan asuransi sosial (asuransi kesehatan), yang merupakan metamorfosis dari PT Askes. Tbk. Â