Reformasi 1998 tidak muncul begitu saja. Aksi Mei 1998 menjadi puncak dari segala buah pemikiran dan perjuangan para mahasiswa. Bendera dengan huruf "R" dalam lingkaran, menyatukan perbedaan tuntutan kecil-kecil yang ada. "Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan," menjadi nyanyian dan yel-yel perjuangan mahasiswa.
Tanggal 12 Mei 1998, "Tragedi Semanggi"  menjadi pemantik secuil kisah pilu. Empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta meninggal dunia terkena tembakan. Siapa penembaknya? Aparat keamanan? Sniper? Entahlah... Kabar itu terus menjadi tanya tanya. Suasana chaos yang terjadi ini baru diketahui sekitar jam 8 malam.
Dari hasil identifikasi, aksi 12 Mei 1998 juga mengakibatkan banyak orang mengalami insiden. Setidaknya ada 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia mengalami luka-luka serius.
Peristiwa paling tragis dalam sejarah kelam terjadi 3 hari berikutnya. Tanggal 13-15 Mei 1998, menjadi neraka bagi warga ibukota khususnya. Aksi penjarahan besar-besaran terjadi. Perusakan dan pembakaran di pusat perbelanjaan dan pertokoan, kendaraan bermotor, dan lain-lain, terjadi secara masif. Pergerakannya begitu cepat.
Setidaknya, 1.300 lebih orang tewas (didominasi 1.217 orang mati terbakar/dibakar) akibat peristiwa ini. Sementara, ratusan perempuan (dari 153 orang; 20 meninggal) etnis Tionghwa banyak mengalami pelecehan secara seksual. Sebagian besar adalah kasus perkosaan dan/atau dengan penganiayaan secara 'gang rape'. Korban korban diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama. Bertempat di dalam rumah, jalan, dan depan tempat usaha.
Entah berapa jumlah mayat yang terlihat tercecer di jalanan, dengan hanya ditutupi koran mukanya. Namun kerusakan secara genital terpampang nyata. Darahnya sampai kental mengering dan dikerubungi lalat. Entah juga mayat mereka dimakamkan di mana kemudian, karena sesudah itu jasadnya sudah tak berada di tempatnya lagi.
Peristiwa amat menggiriskan hati ini, alangkah lebih biadabnya, ia, yang dengan kebanggaan diri memposting kabar lewat media sosialnya. Rasis dan ingin melihat kembali tragedi Mei 1998 terulang. "Kalau ingat tragedi 98... kok sy senang ya. ... Sy berdoa semoga kejadiannya terulang lagi dan harus lebih kejam..." (sumber). Ah... manusia macam apa yang lahir dan punya pemikiran seperti ini? Keyakinan iman macam apa hingga 'berhasil' menumbangkan nurani?
Merawat Ingatan, Melawan Lupa
Entah mengapa, 20 tahun setelah itu. Tanggal 13 Mei 2018 terjadi lagi aksi kemanusiaan mengatasnamakan agama. Teror bom di hari Minggu itu menyasar tiga gereja di Surabaya yang sedang menggelar ibadah di pagi hari.