Humanisme Demonstrasi
Ikut merasakan perihnya mata terkena siraman water canon adalah bahan cerita yang menyenangkan kala mahasiswa biasa berkumpul. Walau dalam cerita lainnya, ia sempat mengalami jatuh, kaki terkilir karena terlambat lari menghindar. Bahkan sepatu yang terlepas dan hilang, bukanlah menjadi hal yang ditangisi. Tapi jadi cerita yang membahagiakan. "Haha... ya terpaksa beli lagi. Memangnya boleh ke kampus pake sandal?!"
Ya, di antara cerita yang menegangkan, ada berbagai kisah unik dan menarik seputar demonstrasi Mei 1998. Sisi lain dari tindakan radikal atau 'beringas' yang kadang sengaja ditangkap layar media televisi dan lensa kamera foto.
Demonstrasi bagi mahasiswa adalah hak untuk menyampaikan pendapat. Di satu sisi, menjaga situasi agar jangan sampai terjadi tindak anarkis juga dilakukan oleh aparat.
Aksi dorong-dorongan antara mahasiswa dengan anggota polisi berseragam "Dalmas" (pengendalian massa) di gerbang kampus menjadi pemandangan yang "mewah". Di waktu tertentu saja itu bisa dilakukan. Tak bisa diprediksi pasti, walupun aksinya jelas kapan dan di mana.
Rerata pasukan Dalmas ini masih muda-muda. Berhadapan dengan mahasiswa yang juga masih pada muda. Bak adu kekuatan, siapa yang mampu menembus pertahanan atau menjaganya.
Di belakang pasukan Dalmas itulah mobil water canon berjaga. Kalau situasi dianggap tak tak bisa terkendali, mobil siap beraksi membubarkan konsentrasi massa.
Di luar aksi ini, mahasiswa dan pasukan Dalmas ternyata bisa ngopi dan ngeteh bersama, di warung yang sama. Memakan gorengan atau nasi bungkus yang sama. Walau mungkin sebelumnya, kata-kata pedas terlontar dari mulut para orator lapangan. Walau mungkin juga beberapa di antaranya terkena pentungan. Soal perut, semuanyanya pada akur.
Tragedi Kemanusiaan yang Belum Terselesaikan