Haha... memalukan! Menurut Gossweiler, keluarga memiliki peran penting dalam keberlangsungan sebuah bahasa. Bahasa itu bisa lestari atau musnah karena keluarga. "Daripada saya mengajar anak saya bahasa Jawa yang grotal-gratul, nanti malah salah. Lebih baik pakai bahasa Indonesia saja."
Menanggapi alasan klasik seperti ini, dosen di salah satu PTK di Ungaran ini justru malah menantangnya sekalian. "Apakah Anda yakin bahasa Indonesia yang Anda ajarkan benar 100%? Justru yang paling aman, Anda tidak usah mengajar bahasa apa-apa, karena bahasa apapun mesti ada yang keliru."
Dalam bahasa Jawa ia menuturkan, "Lantaran perfeksionisme kados mekaten, tiyang Jawi dados mungsuh utami kangge basanipun piyambak, badhe mejani basanipunbasanipun piyambak."
Arti bahasa Indonesianya, "Karena perfeksionisme seperti ini, orang Jawa menjadi musuh utama bahasanya sendiri, mereka akan menghancurkan bahasanya sendiri."
Selain faktor internal, faktor eksternal adalah pengaruh globalisasi. Ketimbang belajar Bahasa Jawa, mending belajar bahasa internasional seperti Inggris dan bahasa pergaulan global lainnya.
Perkuat Bahasa Ibu
Memiliki kemampuan Bahasa Ibu sebenarnya menyenangkan. Kita jadi tahu juga budaya lokal yang ada. Tradisi yang masih hidup dan dipertahankan.
Ke tempat wisata atau lagi kuliner-an, kalau saling memahami Bahasa Ibu, bisa dapat diskon, haha....
Tak usah malu dan gengsi dengan Bahasa Ibu yang kita miliki. Justru kalau bisa adalah mewariskannya kepada generasi penerus.
Bahasa Ibu adalah khas dan unik. Ia menjadi  pertanda sebuah peradaban. Kalau hilang, kita tak bisa belajar sumber sejarah yang tertulis dalam Bahasa Ibu.
Seandainya pun kalau mau ke luar negeri, cukup modal bahasa Jawa untuk sekadar pergi ke Suriname, hehe....