2. TabuÂ
Maksudnya sebuah berita yang isinya mengandung kerancuan di dalamnya, bisa memunculkan tanda tanya pada kredibilitas si pembuat berita atau yang terkait di dalamnya. Intinya, insan pers "tabu" untuk berbuat kesalahan, walau sekecil apapun sebelum tulisan dianggap "layak terbit".
Sama seperti penjelasan di atas, editor sebenarnya punya peran yang penting di dalamnya. Menjadi garda utama sebelum tulisan "naik cetak" atau "tayang" (online).
Seperti pada contoh berita di tangkapan layar di bawah ini.
Anak sastra, komunikasi atau sejarah mungkin menangis saat membacanya, hehe... Paling gampang dulu saja adalah soal penggunaan tanda baca yang menunjukkan urutan.
Dalam gambar di atas tertulis "ke VIII" dan "ke IX". Ini pelajaran dasar dalam menulis sesuai EYD atau PUEBI (istilah kini). Aturan bakunya adalah kalau ditulis angka, "ke"-nya ditambah tanda hubung. Jadi ditulisnya adalah "ke-8" atau "ke-9".
Bisa divariasi lain jika ditulis dengan kata dengan cara menyambungnya. Jadi tulisannya adalah "kedelapan" atau "kesembilan".
Nah, baru kalau memakai angka Romawi, tidak perlu lagi memakai kata "ke". Jadi malah salah, rancu. Jadi cukup menulis "VIII" atau "IX", yang artinya sudah berarti "ke" (urutan).
Sederhana dan mudah dihafalkan sebenarnya. Tapi itu belum koreksi soal lainnya, lho ya....
***