Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Museum Kaya Pengetahuan, Sepi Peminat

13 Oktober 2021   17:00 Diperbarui: 14 Oktober 2021   11:49 1824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung melihat Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.| Sumber: KOMPAS/PRIYOMBDO

Berkunjung ke museum kali pertama adalah seusia SD. Kunjungannya ramai-ramai, berombongan. Tempatnya waktu itu di Museum Negeri Mpu Tantular, Surabaya.

Museum sejarah itu cukup tua keberadaannya. Berawal dari tahun 1933, saat dibentuk lembaga kebudayaan Stedelijk Historisch Museum Soerabaia oleh Godfried Hariowald von Faber. 

Cikal bakal warisan dari warga Surabaya berkebangsaan Jerman yang juga pegiat sejarah kota inilah kemudian berganti rupa menjadi Museum Mpu Tantular (diresmikan 25 Juli 1937). Hingga pada 1 November 1974, resmi menjadi Museum Negeri Jawa Timur Mpu Tantular, dan kini lokasinya ada di Sidoarjo.

Tentu saja yang namanya anak-anak. Diajak pergi ke luar kelas, belajar langsung ke museum, senang-senang saja. Menengok harga tanda masuk (HTM) sebenarnya cukup murah saja waktu itu.

Murid SD mencatat koleksi museum Sang Nila Utama, Riau (sumber: Liputan6.com/M Syukur)
Murid SD mencatat koleksi museum Sang Nila Utama, Riau (sumber: Liputan6.com/M Syukur)

Masa kini pun sepertinya juga sama. Ongkos masuk museum amat murmer (murah meriah). Namun, jumlah pengunjung yang hampir bisa dipastikan tak seramai orang menonton hiburan. Hampir mirip toko buku. Ramai kalau pas musim sekolah, ada pesta diskon. Entahlah mengapa demikian?

"Jadi kepengin berangkat sendiri kapan-kapan," pikiran sederhana kala itu, usai melihat semua koleksi yang dipamerkan. Belum puas karena keterbatasan waktu.

Sepanjang ingatan, tempat yang berlokasi di seberang Kebun Binatang Surabaya (KBS, Surabaya Zoo) itu kebanyakan memajang benda-benda bersejarah semacam batu prasasti era kerajaan yang ada di Indonesia. 

Koleksi tersebut ada yang di dalam ruangan, ada juga di luar (halaman). Sedangkan untuk koleksi langka atau khusus semacam mata uang yang pernah beredar di Indonesia, berada di ruangan dengan "penjagaan" lebih ketat.

Penjelasan lukisan oleh kurator Museum Macan (sumber: Instagram via tribunnews.com)
Penjelasan lukisan oleh kurator Museum Macan (sumber: Instagram via tribunnews.com)

Museum, Tempat Nostalgia dan Belajar Sejarah

Museum di Indonesia sepi peminat. Kenyataan ini tak bisa dimungkiri. Bahkan penetapan Hari Museum Nasional saja baru resmi berlaku pada 2015 lalu. Saat itu ada Musyawarah Museum se-Indonesia (MMI), yang diikuti 250 pengelola museum, bertempat di Malang, Jawa Timur.

Kesepakatan memilih tanggal 12 Oktober sebagai Hari Museum terinspirasi dari gelaran MMI pertama di Yogyakarta, yang diikuti 40 pengelola museum. Jadi tahun 2021 ini adalah peringatan keenam kalinya. Pada perayaan yang juga dipusatkan di Yogyakarta, mengungkap saat ini sudah ada 509 museum di Indonesia.

Mengunjungi museum sebetulnya juga bisa dikatakan sebagai wisata tapi yang bersifat non-alam. Banyak manfaat yang bisa didapatkan di tempat seperti ini.

1. Menambah Wawasan dan Pengetahuan

Apapun nama museum atau koleksi yang ada di dalamnya, museum itu seperti rumah edukasi. Adanya koleksi benda bersejarah dan unik, bisa memberikan informasi yang baru. Apalagi kalau ada cerita di balik benda pajangan tadi, wawasan, dan pengetahuan bisa makin bertambah luas.

2. Respon dan Interaksi Sosial

Meskipun yang dipajang adalah benda mati, namun interaksi dengan makhluk yang hidup jangan sampai terlupa. Dengan menyapa sesama pengunjung, bisa menambah teman baru. Barangkali dengan hobi atau minat yang sama, bisa berjejaring dan belajar lebih lanjut.

Termasuk juga adalah staf atau penjaga museum. Lebih baik "memanfaatkan" mereka daripada membiarkannya hanya sebagai pengawas ruangan. Sebab tak jarang ada informasi berharga yang bisa diketahui, lebih dari hanya sekadar membaca info sekilas koleksi museum. 

3. Sumber Referensi Visual

Membaca teks di buku, melihat gambar atau foto semata sebenarnya juga cukup untuk mengerti sebuah museum itu koleksinya apa. Namun, tentu itu amat terbatas. Berbeda jika datang secara langsung.

Pengamatan secara visual oleh indera manusia, bisa memberikan tanggapan yang berbeda. Tidak hanya aspek pengetahuan yang bisa dipelajari. Namun juga bisa membawa "rasa".

Rasa haru dan bangga misalnya, saat melihat koleksi benda-benda jadul yang dipergunakan para pejuang Indonesia kala bertempur melawan penjajah. Rasa sayang atau kagum pada saat melihat manusia tempo dulu dalam membuat ukiran patung dari batu, perunggu atau logam. Atau naskah-naskah kuno yang tersisa dan masih mampu diselamatkan dari kerusakan dan kepunahan.

Semua "rasa" itu tidak bisa muncul tanpa pernah bertemu secara fisik dan visual di tempat koleksi dari benda-benda yang ditampung di museum.

4. Rekreasi dan Hiburan 

Tak sekadar nilai edukasinya, museum bisa menjadi sarana rekreasi dan hiburan buat pengunjung. Apalagi jika ada "keterikatan batin" di dalamnya. Bisa jadi akan menjadi keasyikan tersendiri.

Barangkali untuk menarik minat generasi Y, Z, atau A, museum juga bisa lebih "gaul" dengan perubahan zaman. Misalnya, ada sebuah tempat atau spot khusus, orang bisa mengabadikan diri di museum tempat mereka berkunjung.

Dengan dokumentasi yang "instagrammable" (istilah zaman now), pengunjung juga bisa mempromosikan museum itu. Apa daya tariknya di sana? Mengapa museum itu bisa jadi referensi tempat yang wajib dikunjungi, dan seterusnya.

Mendokumentasikan tari tradisional di Museum Sonobudoyo, Jogja (sumber: Dispar DIY via harianjogja.com)
Mendokumentasikan tari tradisional di Museum Sonobudoyo, Jogja (sumber: Dispar DIY via harianjogja.com)

Berubah dan Menyesuaikan Diri

Tempat yang bernama 'Museum' identik dengan koleksi jadul, tempo dulu, ruangan sepi, nuansa gelap. Padahal dari sisi lain, museum memamerkan kekayaan sejarah. Warisannya ini berguna bagi semua generasi.

Menjangkau generasi milenial (sebut saja begitu), tentu tak bisa dengan sekadar mengondisikan dengan acara bersama "berkunjung ke museum" melalui sekolah. Perlu ada cara lain yang inovatif agar jumlah pengunjung museum bisa bertambah pula.

Saya percaya, HTM yang murah bisa menjadi salah satu upaya dari pengelola untuk mempertahankan eksistensinya. Mereka sudah di-support oleh yang lainnya. Pemasukan dari pengunjung, sebenarnya juga tak banyak amat. 

Bisa dibilang, mendirikan dan mengelola museum adalah "proyek rugi". Hanya karena niat baik untuk memberikan edukasi dan menjaga warisan, itulah yang tetap menjadikannya harus dipertahankan. Apalagi jika museum ini berfokus pada bidang sejarah.

Mengenali dan mengenalkan museum agar lebih dicintai masyarakat di era digital saat ini, antara lain misalnya:

1. Kemasan Edukasi Digital

Pengelola museum memperkenalkan sebagian koleksinya melalui tayangan online. Dengan begitu orang tahu di alamat 'ini' ada museum 'ini'. Isinya berupa koleksi bla-bla-bla....

Semacam promosi wisata, hingga orang bisa 'tersadar' dan ingin berkunjung ke sana. Paling tidak ini akan memberikan gambaran awal sebuah museum yang akan didatangi.

Termasuk juga menyediakan (memperbanyak atau menggandeng) "pemandu" yang punya kemampuan pengetahuan mumpuni dan interaksi yang baik. Misalnya para sukarelawan atau mahasiswa magang. Dengan catatan jika museum sudah makin banyak peminatnya.

Sebab, keengganan orang datang kedua kalinya atau tak merekomendasikan tempat kunjungan karena faktor ketidaksesuaian promosi online dengan kenyataannya.

2. Mentalitas Positif

Bagi pengunjung, wisata ke museum diusahakan ibarat bermain detektif. Harus bisa menemukan sesuatu yang bisa bermanfaat. Berpetualang di museum akan menemukan hal-hal baru yang kadang out of the box.

Sisi positif yang sama ini tentunya juga wajib dimiliki oleh pengelola museum. Supaya mereka tidak terjebak pada rutinitas yang terus berjalan. Dari dulu ya begitu saja, tidak ada perubahan yang bisa membuat orang tertarik datang ke museum. Hanya peminat tertentu pangsa pasarnya.

Misalnya sekali waktu, di luar gedung mengadakan pentas seni, dan mengundang 'tokoh' yang lagi trend. Pesan "Ayo ke Museum" bisa dititipkan kepada pengisi acara. Biasanya acara hiburan begini lebih banyak penikmatnya, lebih dari sekadar masuk museum melihat koleksi yang ditawarkan.

3. Kenangan

Sekali lagi, dunia mengalami perubahan dalam cara menyampaikan pesan dan gagasan. Sekalipun di museum memang ada syarat ketat untuk tidak mengambil gambar koleksi, namun dengan memberikan "spot" khusus sebagai kenang-kenangan datang ke museum bisa menjadi daya tarik sendiri.

Selain jadi kenangan buat diri sendiri, bisa juga untuk generasi lebih lanjut. Bercerita bahwa di museum itu ada koleksi-koleksi berharga yang sayang jika hanya diceritakan. "Kamu harus datang sendiri ke sana."

Foto diri di salah satu bagian Museum House of Sampoerna, Surabaya (sumber: @lauraurasuria via jejakpiknik.com)
Foto diri di salah satu bagian Museum House of Sampoerna, Surabaya (sumber: @lauraurasuria via jejakpiknik.com)

Semoga saja, pasca pandemi berakhir, jumlah kunjungan ke museum bisa kembali merangkak naik. Selamat merayakan Hari Museum Nasional....

13 Oktober 2021

Hendra Setiawan

 

*) Bacaan: Tribun, Bisnis, wfmamsu-1, wfmamsu-2, wfmansu-3, Manfaat

**) Sebelumnya (Artikel Utama): 

Antisipasi Penyalahgunaan Identitas Diri dengan Cara Ini

Hari Satwa Sedunia dan Misi Maskot Olahraga

Memanfaatkan Ulang Bahan Limbah Dapur yang Terbuang untuk Berkebun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun