Pengamatan secara visual oleh indera manusia, bisa memberikan tanggapan yang berbeda. Tidak hanya aspek pengetahuan yang bisa dipelajari. Namun juga bisa membawa "rasa".
Rasa haru dan bangga misalnya, saat melihat koleksi benda-benda jadul yang dipergunakan para pejuang Indonesia kala bertempur melawan penjajah. Rasa sayang atau kagum pada saat melihat manusia tempo dulu dalam membuat ukiran patung dari batu, perunggu atau logam. Atau naskah-naskah kuno yang tersisa dan masih mampu diselamatkan dari kerusakan dan kepunahan.
Semua "rasa" itu tidak bisa muncul tanpa pernah bertemu secara fisik dan visual di tempat koleksi dari benda-benda yang ditampung di museum.
4. Rekreasi dan HiburanÂ
Tak sekadar nilai edukasinya, museum bisa menjadi sarana rekreasi dan hiburan buat pengunjung. Apalagi jika ada "keterikatan batin" di dalamnya. Bisa jadi akan menjadi keasyikan tersendiri.
Barangkali untuk menarik minat generasi Y, Z, atau A, museum juga bisa lebih "gaul" dengan perubahan zaman. Misalnya, ada sebuah tempat atau spot khusus, orang bisa mengabadikan diri di museum tempat mereka berkunjung.
Dengan dokumentasi yang "instagrammable" (istilah zaman now), pengunjung juga bisa mempromosikan museum itu. Apa daya tariknya di sana? Mengapa museum itu bisa jadi referensi tempat yang wajib dikunjungi, dan seterusnya.
Berubah dan Menyesuaikan Diri
Tempat yang bernama 'Museum' identik dengan koleksi jadul, tempo dulu, ruangan sepi, nuansa gelap. Padahal dari sisi lain, museum memamerkan kekayaan sejarah. Warisannya ini berguna bagi semua generasi.
Menjangkau generasi milenial (sebut saja begitu), tentu tak bisa dengan sekadar mengondisikan dengan acara bersama "berkunjung ke museum" melalui sekolah. Perlu ada cara lain yang inovatif agar jumlah pengunjung museum bisa bertambah pula.