Berkunjung ke museum kali pertama adalah seusia SD. Kunjungannya ramai-ramai, berombongan. Tempatnya waktu itu di Museum Negeri Mpu Tantular, Surabaya.
Museum sejarah itu cukup tua keberadaannya. Berawal dari tahun 1933, saat dibentuk lembaga kebudayaan Stedelijk Historisch Museum Soerabaia oleh Godfried Hariowald von Faber.Â
Cikal bakal warisan dari warga Surabaya berkebangsaan Jerman yang juga pegiat sejarah kota inilah kemudian berganti rupa menjadi Museum Mpu Tantular (diresmikan 25 Juli 1937). Hingga pada 1 November 1974, resmi menjadi Museum Negeri Jawa Timur Mpu Tantular, dan kini lokasinya ada di Sidoarjo.
Tentu saja yang namanya anak-anak. Diajak pergi ke luar kelas, belajar langsung ke museum, senang-senang saja. Menengok harga tanda masuk (HTM) sebenarnya cukup murah saja waktu itu.
Masa kini pun sepertinya juga sama. Ongkos masuk museum amat murmer (murah meriah). Namun, jumlah pengunjung yang hampir bisa dipastikan tak seramai orang menonton hiburan. Hampir mirip toko buku. Ramai kalau pas musim sekolah, ada pesta diskon. Entahlah mengapa demikian?
"Jadi kepengin berangkat sendiri kapan-kapan," pikiran sederhana kala itu, usai melihat semua koleksi yang dipamerkan. Belum puas karena keterbatasan waktu.
Sepanjang ingatan, tempat yang berlokasi di seberang Kebun Binatang Surabaya (KBS, Surabaya Zoo) itu kebanyakan memajang benda-benda bersejarah semacam batu prasasti era kerajaan yang ada di Indonesia.Â
Koleksi tersebut ada yang di dalam ruangan, ada juga di luar (halaman). Sedangkan untuk koleksi langka atau khusus semacam mata uang yang pernah beredar di Indonesia, berada di ruangan dengan "penjagaan" lebih ketat.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!