Hari belum terlalu siang. Jam kantor baru beberapa saat dimulai. Setelah sehari kemarin jaringan internet bermasalah, kabar grup WA mengabarkan berita duka. Prof. JE Sahetapy berpulang pada pkl. 06.57 WIB hari ini, 21 September 2021.
Meninggalnya pakar hukum krimonologi dan guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, membuat profil dirinya kembali muncul. Sore ini, ia menjadi salah satu sosok dalam berita utama jika mengetikkan namanya di halaman pencarian.
Pandangan Kebangsaan
Jacob Elfinus Sahetapy. Itu nama lengkap dari pria kelahiran Saparua, 6 Juni 1933. Sebagai orang yang lahir pada masa pra kemerdekaan, bisa dibilang ia termasuk golongan yang konservatif, kolot, memegang teguh pendirian, dan kritis.
Bagi yang belum tahu atau tak terlalu mengerti bidang hukum, silakan cek kembali siaran TV yang mengundangnya sebagai narasumber. Banyak juga istilah asing, terutama Bahasa Belanda yang dilontarkannya. Tak jarang kritikannya bisa membuat kuping panas bagi yang merasa disentil. Pembawaannya memang demikian adanya; blak-blakan saja kalau berbicara.
Ada banyak warisan buah pikirnya yang masih tetap relevan. Sebagian di antaranya, saya rangkumkan berdasarkan ingatan, sembari juga menelusuri jejak buah karyanya yang sempat tertuliskan.
Salah satunya adalah soal dikotomi proporsional “mayoritas-minoritas” dalam pemerintahan di NKRI. Menurutnya, “Demokrasi proporsional seperti ini menyesatkan.”
Penerapan ini akan mensyaratkan bahwa yang bisa memerintah di RI harus orang Jawa, karena secara mayoritas menang jumlahnya. Maka secara proporsional juga, orang yang punya agama mayoritas yang akan memerintah. Padahal Indonesia negara Pancasila, bukan negara agama. Prinsip negara kesatuan tidak memiliki terminologi mayoritas-minoritas. Ini masalah interpretasi yang tidak sesuai dengan konstitusi.
Analogi Hukum
Menjadi pengajar di di Fakultas Hukum Unair mulai 1959, Pak JES (singkatan namanya) sering pula menyelipkan analogi untuk mempermudah pemahaman masyarakat awam. Misalnya untuk memperbaiki institusi yang ‘bobrok’, benahi dulu kepalanya.
Seperti orang mandi, membersihkan diri terlebih dulu akan dimulai dari atas (wajah), terus turun ke bawah. Bukan dari kaki ke atas. Pun demikian dengan ikan; pembusukan mulai terjadi dari kepala kemudian ke ekor.
Pemimpin yang baik, yang lurus, dan benar akan menjadi teladan sampai ke bawah. Pembenahan itu dilakukan dari atasnya dulu, lalu turun terus hingga ke tingkat paling bawah.
“Ya, kita harus mulai dengan yang kecil. Sehari selembar benar, lama-lama menjadi kain. Saya yakin itu bisa. Kain kebenaran, kain penegakan hukum dan sebagainya bisa dirajut, asal kita semua rajin mengumpulkan semua benang-benang kita dan menenunnya.”
Mendapatkan model pendidikan ala Barat dengan disiplin moral dan etik yang tinggi, sama seperti para pelaku sejarah kemerdekaan. Faktor inilah yang juga bisa dilihat dari cara Pak JES memberikan pengajaran kepada para mahasiswanya. Integritas dan kejujuran menjadi catatan sendiri baginya.
Guru besar emiritus hukum pidana, kriminolog dan Ketua Hukum Nasional (2000-2004) ini merasa sedih melihat pendidikan di masa kini, terutama di zaman Orde Baru dan Orde Reformasi. “Untuk apa polisi harus ikut dalam rangka pengamanan soal-soal ujian? Di manakah harkat, martabat, etik, dan moral para guru?”
Bayangkan juga ketika ada murid yang jujur, keluarganya akhirnya harus pindah rumah. Mereka dimusuhi hanya karena tidak mendukung untuk melakukan contek massal satu kelas biar lulus ujian. “Pendidikan seperti ini adalah semacam bibit korupsi,” tulisnya di salah satu media massa kala itu.
Ilmu dan Iman
Pendidikan hukum Pak JES, untuk tingkat strata 1 dan 3 dilakukan di Unair pada 1959 (S-1 jurusan kepidanaan) dan 1978 (S-3 ilmu hukum. Sedangkan strata 2 di Business and Industrial Relations, University of Utah, Salt Lake City, USA pada 1962.
Di luar bidang akademisnya, Pak JES termasuk orang yang religius. Konon, teras rumahnya kerap juga menjadi tempat Zondag-School (Sunday School, Sekolah Minggu; pengajaran iman Kristen untuk anak-anak). Ia juga pernah mengenyam pendidikan di Institut Alkitab Tiranus, Bandung, pada 1993.
Selain di Unair, jabatan lain yang diemban Pak JES adalah menjadi Rektor Universitas Kristen Petra, Surabaya (1966-1969). Sementara di kancah politik, menjadi anggora DPR pada periode 1999-2004.
Saya memang tak terlalu dekat dengan beliau. Hanya sekali ikut pertemuan tatap muka dalam kegiatan formal di kampus. Itupun pada saat seremoni emiritasinya sebagai guru besar atau dosen di almamaternya.
Salah satu kata-kata yang juga menjadi judul makalahnya yang hingga kini masih teringat adalah, “Apakah dengan mengatakan kebenaran, aku menjadi musuhmu?”
Sama seperti tulisan-tulisan pada karya bukunya, atau lewat ungkapan kata yang bisa disaksikan lewat televisi atau dalam forum yang lain. Ia tak hanya mengajarkan soal teori dan praktik hukum, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Namun yang terlebih penting adalah mengajarkan bagaimana agar nurani tetap bekerja dan jangan mati.
Siapapun yang bergerak di bidang hukum, perlu untuk memiliki integritas dan moralitas yang baik. Jangan pernah mempermainkan hukum. “Belilah kebenaran, dan jangan menjualnya.” Kutipan yang juga sering dikemukakan oleh pria yang disertasinya mengangkat tema Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana.
Memiliki usia hingga 89 tahun (1932-2021) adalah anugerah yang luar biasa. Pak JES meninggalkan seorang istri dan 4 putri.
Ibarat olahragawan, ia telah mengakhiri pertandingan dengan baik. Banyak karya tulis (buku cetak dan makalah) yang diterbitkan, yang akan menjadi warisan abadi.
Selamat berpulang dalam keabadian. Semangat dan integrasimu, biarlah kelak terwariskan oleh para anak bangsa yang ingin melihat Indonesia punya hukum yang benar-benar berwibawa...
21 September 2021
Hendra Setiawan
*) Tulisan diolah dari beragam sumber dan pengalaman pribadi
**) Artikel Utama sebelumnya:
Suka Musik Metal, Berdampak Positif atau Negatif?
Makan Sedikit Juga Bisa Gemuk, Bagaimana Mendapatkan Berat Badan Ideal?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H