Sama dengan pertanyaan, apakah hal ini bisa dipertahankan atau tidak jika melihat hasil akhir yang diharapkan.
Namun yang jelas, cancel culture juga perlu untuk melihat konteks perkara yang sedang terjadi. Ia bisa menjadi alat perubahan yang positif jika niat dan tujuannya beralasan.Â
Misalnya aksi ini ditujukan kepada korporasi agar tidak melakukan diskriminasi atau perbaikan layanan jasa yang diberikan kepada konsumennya.
Namun kepada seseorang, perlu juga memberikan porsi yang juga tepat atau seimbang. Dilihat track record-nya, apakah ada perubahan yang lebih baik ataukah memang dasarnya bandel. Menentukan seseorang perlu dan pantas di-"cancel" atau tidak, bisa berpulang kembali kepada standar moral dan nilai-nilai personal yang kita anut. Â Â
Langkah Praktis
Tivinya bandel hanya sekadar cari fulus dan sensasi. PH-nya sama, cuma cari job dan pansos (aji mumpung). Begitupun sponsor iklan yang cuma cari keuntungan saja.Â
Ya, sudah... blacklist saja, ganti channel atau matikan sekalian tivinya. Baca berita lewat hape, lewati saja, tak usah di-klik.
Langkah-langkah yang sekiranya cukup simpel. Beres dan tak ribet. Juga menghindari timbulnya rasa sakit hati sendiri. Mau dukung petisi online juga boleh.Â
Apa lagi yang bisa dilakukan oleh penonton atau pembaca awam yang hanya sebagai penikmat yang tak punya kuasa mutlak untuk memberikan bahan edukasi yang baik kepada khalayak?
Cancel Culture ala warganet yang sederhana. Mau mencoba atau ada saran yang lain?
12 September 2021
Hendra Setiawan