Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cancel Culture, Apakah Perlu dan Berguna?

12 September 2021   16:00 Diperbarui: 13 September 2021   12:39 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada ide atau perilakunya yang menyimpang dan berbahaya, sehingga itu harus dihentikan supaya tidak membawa dampak yang lebih buruk dan lebih luas.

Namun demikian, yang perlu juga dihindari jika Cancel Culture ini dilakukan secara membabi buta. Menutup ruang gerak dan menghindari adanya ruang percakapan yang sehat agar si orang yang di-boikot tadi bisa belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dengan kata lain, tak ada kesempatan kedua.

Bisa jadi "cancel culture" menjadi "cancelling people", atau sebuah pembunuhan karakter. Maka supaya tidak terjadi salah arti, perlu pemahaman yang sama bahwa yang dikritisi adalah bentuk-bentuk "ketidakbenaran" yang sedang terjadi. Bukan untuk mempermalukan seseorang dan menghukumnya secara berlebihan.  

Cancel Culture muncul dan diperlukan, misalnya sekarang yang lagi trend adalah ketika korban pelecehan seksual dan seksisme tidak lagi mau menyimpan rahasia itu. Ia berani mengutarakan permasalahannya agar si pelakunya bisa mendapatkan hukuman yang setimpal.

Fungsi sosialnya adalah terciptanya kondisi perubahan baru yang lebih beradab. Namun memang efeknya jika menyangkut ke nama seseorang (apalagi jika ia seorang publik figur), orang bisa terbelah sikapnya.

Media Alternatif

Bisa dikatakan, di era teknologi seperti sekarang ini, media sosial menjadi salah satu cara bagi seseorang atau sekelompok orang untuk menyuarakan pendapatnya. 

Tidak lagi harus datang ke parlemen menemui wakil rakyat. Tidak harus juga beropini secara tertulis di media massa atau berkata-kata lewat stasiun radio. Tidak harus bisa tampil di media televisi yang sudah beroperasi secara nasional atau lokal.

Media sosial jenis apapun baik yang berisikan lisan, gambar, video bisa menjadi sarana penyampai pesan. Terutama bagi mereka yang aware, peka terhadap masalah sosial yang sedang terjadi. 

Entah itu aktivis atau bukan, media sosial punya dampak baik sebagai salah satu corong menyampaikan ide dan opini mereka.

Cancel Culture kini nampaknya sudah menjadi tradisi atau semacam budaya baru dalam kehidupan bermedia sosial. Apakah ini hanya sesaat dan apakah bisa berlanjut ke depannya? Belum tahu juga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun