Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saya Siap Divaksin, Vaksinnya Siap Tidak?

9 Agustus 2021   16:00 Diperbarui: 9 Agustus 2021   17:09 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vaksinasi massal yang digelar di Surabaya (foto: Instagram Dishub Surabaya)

Vaksin Covid-19 yang diberikan kepada masyarakat, secara ideal memerlukan 2 dosis guna mendapatkan respon antibodi yang optimal. Namun senyatanya, ketika jadwal dosis kedua jatuh tempo, vaksinnya ternyata tidak tersedia. Stok-nya kosong, jadilah gigit jari peserta vaksis dosis pertama tadi...

Mau protes? Rasanya kok ya percuma... tapi, dibilang salah manajemen penanganan, kira-kira bisa tidak, ya?!

Maksudnya demikian. Jika satu orang kebutuhannya 2 dosis vaksin, maka misalnya satu faskes (fasilitas kesehatan) mendapat jatah 1.000 dosis, maka maksimal orang yang bisa divaksin adalah 500 orang. Bukan seribu dosis untuk seribu orang. Logika awam matematis  sederhananya begitu, kan, ya?!

Alih-alih mengejar target herd immunity, jadinya 1.000 dosis tadi langsung dihabiskan kepada 1.000 orang. Lebih cepat habis, lebih baik. Lebih banyak orang yang mendapatkan vaksin lebih baik daripada tidak sama sekali.

Memang Presiden Joko Widodo mengisyaratkan vaksinasi ini secepat-cepatnya dan sebanyak-banyaknya. Faskes jangan sampai menimbun. "Habiskan stok. Kalau kosong, minta lagi!" Artinya, program kesehatan ini mendapat perhatian sepenuhnya dari negara.

Namun senyatanya di lapangan terjadi banyak ketidaksesuaian. Pada satu sisi, faskes milik pemerintah stok vaksinnya menipis dan benar-benar kosong. Menunggu kiriman stok baru, masih belum ada titik terang kapan waktunya. Jadi, pelaksanaan vaksin di PKM berikutnya cuma bisa untuk dosis kedua. Hanya khusus diperuntukkan bagi mereka yang melaksanakan vaksin dosis pertama di tempat yang sama.

Jangan harap bisa datang ke sana bagi yang tidak sesuai syarat, walaupun sudah mendapat vaksin di tempat lain. Kembali ke tempat asal sesuai domisili, tidak akan dilayani. Begitulah fakta lapangan.

Teknologi vs Manual

Aplikasi pendaftaran online melalui "pendaftaran vaksin" sepertinya juga tak banyak berfungsi. Meskipun sudah mendapatkan bisa melakukan penjadwalan, tetapi pada hari "H" yang dimaksud tidak bisa dilakukan di tempat yang dituju.

Akibatnya, masyarakat umum mencari gelaran vaksinasi massal yang dilakukan oleh siapapun institusi penyelenggaranya. Bisa tentara (AL, AU, AD), kepolisian, kejaksaan, kampus, dan lain-lain. DI tempat seperti lapangan, hall, gedung, mall, tak menjadi soal lagi. Terpenting, bisa mendapatkannya.

Sedikit lega bisa mendapatkan vaksin dosis 1, pelaksanaan vaksin dosis 2 menjadi persoalan kembali. Tiada info yang jelas, kapan di tempat yang sama bisa dijadwalkan kembali. Ketar-ketir lagi, karena jadwalnya menjadi molor. Takut vaksinnya sudah tidak menjadi efektif lagi.

Tangkapan layar kolom komentar pertanyaan dan jawaban tentang pelaksanaan vaksin dosis 2 (sumber: Instagram Dinas Kesehatan dan Pemkot Surabaya)
Tangkapan layar kolom komentar pertanyaan dan jawaban tentang pelaksanaan vaksin dosis 2 (sumber: Instagram Dinas Kesehatan dan Pemkot Surabaya)

Program vaksinasi kian menjadi dilematis. Pada satu sisi protokol kesehatan (prokes) digembar-gemborkan. Namun dalam vaksinasi massal, aturan jaga jarak tak lagi ketat penerapannya.

Apalagi bila undangan terbuka hanya cukup mensyaratkan "bawa fotokopi KTP". Maka biarpun pembukaan resmi dilakukan jam 7 pagi, orang jadi nekat dan rela semalaman mengantre nomor. Bukankah ini malah menjadikan tubuh tidak dalam keadaan fit, baik?

Orang yang tadinya sehat saja pasca vaksin bisa mengalami KIPI (Kondisi Ikutan Pasca Imunisasi). Lantas, bagaimana dengan orang yang kondisinya sudah tidak tidak maksimal demikian, ikut vaksin?

Perlu Pembenahan Manajemen

Sampai Juli 2021, vaksin yang sudah masuk ke Indonesia ada empat merek, yaitu Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca, dan Moderna. Sementara pada bulan Agustus dijadwalkan vaksin Pfizer juga akan tersedia.

Masing-masing dari vaksin tersebut memiliki rentang waktu tersendiri dalam pemberian  dosis pertama dan kedua. Diurutkan dari yang terpendek hingga terpanjang adalah sebagai berikut.

1. Sinovac: rentang waktu 2-3 minggu

2. Sinopharm: rentang waktu 3-6 minggu

3. Moderna: rentang waktu 3-6 minggu

4. Pfizer: rentang waktu 4-6 minggu

5. AstraZeneca: rentang waktu 8-12 minggu

Nah, kekhawatiran jeda waktu yang tertunda ini sangat masuk akal. Apalagi informasi yang tepat tidak jua datang kabar beritanya dari lembaga resmi yang berwenang. Malahan pernyataan untuk bersabar, mohon maaf atas penundaan, ketersediaan stok yang memang tidak ada lagi, dan seterusnya. Itu yang kerap muncul, menjawab serbuan pertanyaan dari netizen.

Informasi seminim apapun, misalnya tertundanya pemberian vaksin dosis 2 tidak memengaruhi efektivitas vaksin tersebut. Selama jarak kedua suntiknya tidak lebih dari 6 bulan, aman saja untuk melanjutkan program vaksinasi tersebut. Atau, tertundanya pemberian vaksin dosis 2 justru berpotensi meningkatkan respon imun tubuh. Kabar seperti ini tentu bisa sedikit memberikan kelegaan.

Sebelumnya, beredar kabar kalau pemberian vaksin dosis kedua tidak boleh kurang dari waktu yang dijadwalkan. Tetapi kalau lebih, diperbolehkan, dengan catatan tidak lebih dari setengahnya. Artinya jika tenggang waktu berlangsung selama 2 minggu, tidak boleh jadwalnya lebih dari 7 hari berikutnya.

Angka 28 hari adalah angka tertinggi dari titer (kekuatan) antobodi dalam tubuh. Titer ini akan menurun setelah 7-10 hari berikutnya. Sehingga, jika stok vaksin yang tidak lagi tersedia, lalu terjadi penundaan lebih dari 10 hari atau hingga 2 minggu kemudian, maka efektivitas vaksin dalam tubuh sudah menurun. Sudah tidak seoptimal sesuai waktu yang semestinya diberikan kembali.

Tangkapan layar berita dan kolom komentar warganet (sumber: Instagram E100/Suara Surabaya)
Tangkapan layar berita dan kolom komentar warganet (sumber: Instagram E100/Suara Surabaya)

Kecewa dengan kenyataan yang ada? Jelaslah! Kalau cuma mengejar target angka semata. Jadinya serba nanggung. Orang yang sudah divaksin dosis pertama, tidak bisa lagi mendapatkan suntikan vaksis dosis kedua. Sementara, di sisi lain, institusi non pemerintah, masih bisa menggelar vaksin dosis 1 yang jumlahnya juga tidak main-main.

Terlepas dari antusias ini karena warga juga butuh sertifikat vaksin yang akan dijadikan sebagai prasyarat tambahan dalam mobilitas atau mengurus sesuatu (dokumen), program vaksinasi yang terus berjalan sepertinya ada yang perlu dibenahi. Supaya tidak ada ketimpangan dan kekacauan dalam pelayanan. Banyak tapi tidak merata dan tidak tuntas.

9 Agustus 2021

Hendra Setiawan

*) Bacaan:  Kompas 1,  Kompas 2

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun