"Makam saja dirusak? Maksudnya apa? Lama-lama bangunan arkeologi dan tempat ibadah yang jadi sasaran. Mana pelakunya anak-anak SD lagi. Gurunya siapa kok bisa mengajarkan anak-anak berbuat demikian?"
Jemari warganet bisa lebih lantang bertindak ketika persoalan moral dan etika tak lagi melangkah di jalannya. Kasus yang sebenarnya terjadi sepekan lalu banyak menghiasi linimasa berita online sejak hari Senin (21/6/2021) ketika walikota Solo meninjau langsung lokasi TKP (tempat kejadian perkara). Ia terlihat emosi, geram, marah, jengkel atas kejadian ini.
Kronologi Kasus
Agar tidak terjadi bias informasi, berikut ini sekumpulan fakta yang dirangkum dari beragam media online yang menjadi objek penulisan ini.
A. Rabu, 16 Juni 2021
Terdapat 10 anak di bawah umur (3-12 tahun) diduga melakukan perusakan makam di TPU Cemoro Kembar di Kampung Kenteng, Kelurahan Mojo, Pasar Kliwon, Solo.
Kejadian ini berlangsung pada sore hari pkl. 15.00 WIB. Mereka adalah murid (ngaji) dari rumah belajar (sekolah informal) yang berlokasi di daerah sekitar.
Tempat dari 'lembaga keagamaan' yang dimaksud adalah rumah kontrakan. Lokasinya tak jauh dari areal makam TKP. Sementara para pelaku dipastikan bukan dari warga Kelurahan Mojo.
B. Senin, 21 Juni 2021
Siang  itu, Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka meninjau langsung ke TKP dan bertemu dengan para keluarga korban.
Ada 12 makam yang dirusak. Mayoritas adalah kuburan Kristen. Simbol ornamen berupa salib dan tanda-tanda lain dirusak (dirobohkan, dipukul dengan batu), digeser tempatnya.