Musim pandemi kini apalagi, gadget juga menjadi semacam kebutuhan. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah mudahnya orang tergiring pada opini, bukan pada fakta yang tersedia. Fake news lebih digandrungi ketimbang portal media utama.
Reuters Institute menyebutkan, jurang terbesar saat ini justru adalah soal kepercayaan masyarakat terhadap media fake news (berita palsu) versus media yang valid.Â
Faktanya memang begitu, ketika diukur lewat Alexa.com (situs penyedia data komersial terkait traffic web). Beberapa media fake news bahkan bisa mengalahkan media mainstream (arus utama).
Bisa jadi inilah yang disebut dunia era Post Truth (pasca kebenaran). Sebuah keadaan ketika fakta obyektif menjadi kurang berpengaruh dalam pembentukan opini publik dibandingkan emosi dan keyakinan pribadi.Â
Di era Post-Truth ini, orang tidak lagi mencari kebenaran dan fakta. Justru afirmasi (penegasan) dan konfirmasi serta dukungan atas keyakinan yang dimilikinya, itu yang menjadi kunci.
Berita atau informasi bias, salah, tendensius, bombastis, tentu tak bisa dibiarkan berlalu-lalang. Kasihan mereka yang sebenarnya 'orang-orang baik', tapi terjebak pada kondisi demikian. Maka menjadi tugas bersama, 'orang-orang baik' untuk turut melakukan kontra narasi.
Tetap lakukan edukasi sedapat mungkin. Wartakan kebenaran secara objektif dan berimbang. Dan tentu saja ajar dan ajak lebih banyak orang untuk lebih 'melek' literasi.
17 Juni 2021
Hendra Setiawan
*) Sumber bacaan utama: katadata, cnbc, tribunnews, kominfo, sevima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H