Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Tumbu Ketemu Tutup"; Malas Baca tapi Garang di Media Sosial

17 Juni 2021   18:45 Diperbarui: 19 Juni 2021   19:03 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa lagi ini, sembako kok malah dikasih pajak. Sudah zamannya susah, apa-apa dipajak. Maunya apa sih negara ini?"

Ya, begitulah salah satu komentar yang muncul ketika ada wacana pengenaan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk sembako. Isu ini terus menggelinding hingga kemudian bisa mereda ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani tampil dan menjelaskan hal ini ke publik. 

Asal Komentar

Poin penting terhadap berita sepekan terakhir ini adalah tentang "literasi" warga. Banyak yang salah paham dan salah menilai. Bahwa sebenarnya PPN sembako ini dikhususkan untuk untuk jenis barang yang dikonsumsi oleh kelompok menengah atas.

Kebijakan pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, tetapi juga disusun untuk menciptakan asas keadilan. Artinya, akan ada pembeda untuk barang sejenis dengan kualitas yang berbeda. 

Misalnya beras dan daging impor kualitas super atau premium yang berasal dari luar negeri. Konsumennya terbatas, mereka patut diberikan pajak atas barang yang dikonsumsinya. 

Hal ini tidak berlaku untuk beras dan daging yang berasal dari negeri sendiri. Harga di pasar umum (tradisional) tetaplah sama, tidak ada pengenaan pajak. Justru mereka dibantu dengan pemberian subsidi harga.

Polemik ini mencuat sehubungan dengan adanya rencana penyusunan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Namun, bisa jadi karena asal telan judul berita tanpa mengerti maksudnya, opini menjadi liar. 

Ironisnya, banyak orang yang mempercayainya. Bukan membaca langsung dari sumber berita asalnya yang bisa dipercaya.

Peduli Literasi

Biar sama-sama paham, kata "literasi" berasal dari bahasa Latin "literatus" yang artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal ini, literasi erat kaitannya dengan proses membaca dan menulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun