Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar dan ber-Toleransi dari Tradisi Pindapatta

26 Mei 2021   16:30 Diperbarui: 26 Mei 2021   16:30 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjejak bumi, mengingat Sang Pencipta (foto: dok. pribadi)

Pada masa lalu, mangkuk yang digunakan terbuat dari buah labu yang disayat bagian atasnya, lalau dikerok isinya. Sekarang, mangkuk yang digunakan para biksu berbahan keramik atau logam.

Tradisi Pindapatta ini, konon sudah ada sejak zaman kehidupan Sang Buddha Sidharta Gautama. Gunanya adalah untuk melatih para biksu dan biksuni supaya tetap rendah hati, dan juga memberikan kesempatan kepada umat Buddha untuk melakukan kebaikan.

Sebelum prosesi ini digelar, acara diawali dengan doa bersama. Baru kemudian berjalan bersama secara beriringan, menuju lokasi yang ditetapkan sebelumnya.

Konsep Pindapatta tidak sama dengan mengemis. Para biksu dan biksuni tidak boleh meminta-minta kepada umat. Umat Buddha-lah yang harus memberikan kepada para biksu dan biksuni dengan sadar dan ikhlas.

Demikian juga bagi umat, dalam memberikan sesuatu ini juga perlu persiapan. Jadi tidak asal datang begitu saja. Tidak harus pemberian itu berupa makanan siap konsumsi, tapi aneka kebutuhan lain sebagai kebutuhan hidup. Misalnya makanan kering, minuman, obat-obatan atau uang.

Dari semua pemberian umat yang terkumpul itu, sebagiannya lagi akan disumbangkan ke tempat yang membutuhkan seperti panti asuhan atau warga kurang mampu.

Belajar Kebaikan Universal 

Nilai-nilai kebaikan, tentu diajarkan oleh setiap keyakinan apapun. Cinta kasih pada sesama, pasti ada dalam ajaran agama. Praktik nyatanya, tentu penghayatan itu bisa berbeda dalam bentuknya. Namun, yang jelas, ada prisip yang sama, yang berlaku secara universal.

Satu kalimat yang saya suka adalah ketika membaca stiker yang tertera di salah satu mobil. Bunyinya adalah:  "Sabbe Satt Bhavantu Sukhitatt". Kalimat ini punya makna "Semoga semua makhluk hidup berbahagia."

Kebahagiaan yang tidak hanya ditujukan kepada manusia, tapi juga kepada hewan dan tumbuhan. Makhluk yang sama-sama mendiami bumi. Makhluk hidup yang saling berelasi dan membutuhkan.

Ya, satu lagi pelajaran buat bangsa yang juga beragam suku bangsa, bahasa, adat-istiadat dan kepercayaan. Bangsa besar yang juga perlu terus belajar saling memahami perbedaan, dan belajar nilai kebaikan. Sehingga, setiap kita bisa merasa "berbahagia" tinggal bersama di rumah bhinneka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun