Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Gemar Buku Agar Hidup Lebih Bermutu

17 Mei 2021   17:00 Diperbarui: 19 Mei 2021   16:49 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ini hanya lelucon, joke, tapi juga bisa jadi sindiran atau sarkasme dalam dunia perbukuan.

"Orang meminjami buku itu adalah orang yang bodoh. Tapi lebih bodoh lagi orang yang mengembalikan buku yang dipinjamnya."

Haha... mengena banget sepertinya. Siapa yang pernah mengalami hal ini?  Tentu rasanya menyakitkan atau menyedihkan.

Sudah berbaik hati meminjamkan buku, tapi tidak juga dikembalikan. Ditagih-tagih, kok ruwet sepertimya. Malah bilangnya sudah dikembalikan, dititipkan orang rumah. Orang rumah ditanya, tidak ada yang merasa menerima.

Ya... terpaksa deh merelakan buku yang tiada duanya itu hilang. Jangan harap ke depan akan dipinjamkan lagi koleksi buku yang dimiliki. Bukan saja pada dia, tapi orang-orang yang lain pula. Walaupun mungkin yang meminjam adalah kerabat atau sahabat terdekat sekalipun. Daripada terulang lagi kejadian yang tak mengenakkan tersebut.

Efek negatif pada kejadian buruk yang membekas, akhirnya malah membuat niat baik menjadi rusak. Tapi begitulah memang kenyataan.

Buku sebagai Harta Tak Ternilai

Mengenang masa kecil yang dipenuhi dengan dunia buku sebagai bacaan yang 'siap siaga' di rumah, rasanya hambar. Ya, dunia perbukuan tak begitu menjadi perhatian utama kala itu. Buku yang ada kebanyakan adalah buku pelajaran sekolah yang memang wajib ada. Itupun terkadang dapat warisan. Memiliki koleksi sendiri kalau memang sudah menjadi kewajiban sekolah.

Sementara, buku-buku lain non pelajaran, semacam majalah atau bacaan ringan semacam komik, buku cerita, hampir minim adanya. Punya, itupun juga diberi dari yang sudah tidak memerlukannya lagi.

Meskipun dalam kondisi demikian, beruntung masih ada Dewi Fortuna yang membuka jalan. Lingkungan kekerabatan masih memungkinkan untuk tetap bisa mendapatkan bahan-bahan cerita itu.

Waktu berkunjung ke rumah kerabat atau kenalan orang tua, biasanya kalau di rumah mereka tersedia bahan bacaan, pasti itu yang menjadi teman main sendiri. Jadi misalnya kalau kawan mainnya kebetulan tidak berada di tempat, maka sembari orang tua berasyik-asyik sendiri, maka membaca buku jadi ajang untuk menghabiskan waktu.

Beruntung di era tahun 80-90an, masih cukup banyak majalah yang diterbitkan untuk anak. Ada Bobo yang masih eksis hingga sekarang. Tentu rasa jadul dan sekarang berbeda jauh. Dari segi kualitas kertas cetak dan materi cerita, ada banyak perubahan. Tapi yang masih bertahan adalah penggunaan soal tata bahasa yang tetap mempertahankan ejaan yang baku.

Atau --wah bernostalgia ini namanya- ada juga nama Kuncung, Kawanku, Tomtom, Ananda, Mentari, Fantasy dan lain-lain. Tapi di luar aneka cerita yang favorit tetap cerita bergambar semacam serial Tintin, Donald Bebek dkk. Meskipun sudah puluhan tahun berlalu, rasanya tetap kangen membacanya.

Keasyikan membaca buku yang tersedia di ruang tamu itu, terkadang sampai-sampai akhirnya koleksi tadi dipinjamkan untuk dibawa pulang. Tentu atas ijin dari orang tua dari si anak.  Atau sekadar pertanyaan, mana buku yang boleh dipinjam?

Kalau sudah begini, tak cukup jika pinjam satu dua buku. Bisa segepok atau alias satu tas plastik dibawa serta, hehehe...

Tentu pada masa itu, yang terjadi bukan seperti awal tulisan tadi. Peminjaman ini walaupun tanpa syarat terkatakan, tetap akan dikembalikan kalau buku-buku tadi sudah selesai dibaca semua. Biar nanti kalau mau pinjam lagi diperbolehkan.

Koleksi majalah anak tempo dulu. Banyak yang mati (sumber: goodnewsfromindonesia.id)
Koleksi majalah anak tempo dulu. Banyak yang mati (sumber: goodnewsfromindonesia.id)

Hari Buku dan Tantangan Penguasaan Literasi

Hari ini, 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional (Harbuknas). Penetapan ini berdasarkan tanggal berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) pada 17 Mei 1980.

Adanya peringatan ini bertujuan untuk mendorong tumbuhnya budaya literasi, terutama minat baca dan menulis di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini penting karena mirisnya data yang didapat, bahwa minat baca masyarakat Indonesia tergolong rendah.

Misalnya, pada Maret 2016, Central Connecticut State University merilis survei minat baca pada tiap-tiap negara di dunia. Hasilnya, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara yang disurvei.

Pun demikian dengan UNESCO yang juga menyatakan bahwa minat baca Indonesia sangat memprihatinkan. Persentasenya hanya 0,001%. Artinya, hanya ada 1 dari 1000 orang yang rutin membaca.

Data yang lebih memprihatinkan datang juga dari Word Bank. Laporan tahun 2018 menyatakan bahwa dari penduduk Indonesia yang rutin membaca, lebih dari setengahnya, yaitu 55% mengalami "buta huruf fungsional". Artinya, bukan berarti mereka tidak "melek kata" atau tidak bisa membaca. Namun "kurang" bisa memahami informasi yang dicerna.

Dengan kata lain, penduduk Indonesia itu sudah sedikit yang berminat membaca, ternyata yang rutin membaca pun kurang memahami konten bacaan mereka.

Dengan minimnya pengetahuan literasi seperi ini, tidak heran pula, dunia media di jagad maya, juga terkadang banyak komentar asbun dan sekadar nyampah. Ada tautan berita atau informasi saja, kebanyakan tidak dibaca dulu. Komentarnya yang dinomorsatukan, hingga akhirnya menjadi bias makna. Bahan obrolan, komentar alias tanggapan menjadi "di luar konteks".

Mewariskan Tradisi Baik

Masa kini, bahan bacaan lebih mudah untuk didapat. Banyak toko buku berdiri, koleksinya juga cukup beragam. Tinggal memilih saja sesuai umur dan selera bacaan. Kalau toh tak sempat berkunjung bisa juga mencarinya via online.

Kalau mau yang versi gratisan, bisa juga berkunjung ke perpustakaan kota atau perpustakaan yang dikelola oleh lembaga atau komunitas yang tersedia di sekitar lingkungan. Atau pergi ke TBM (Taman Baca Masyarakat), kalau sudah tersedia.

Atau cukuplah bermodal kuota, mencari bahan-bahan bacaan yang tersedia di berbagai situs, baik berbayar ataupun nirlaba (free).

Artinya, masa kini untuk meningkatkan daya literasi semakin terbuka jalannya. Jadi bukan suatu alasan kalau membaca (dan menulis) menjadi penghalang. Kecuali memang pada dasarnya sudah malas.

Mewariskan tradisi baik untuk juga bisa "gemar membaca" kepada generasi kini, tentu peran orang tua atau warga dewasa sangat dibutuhkan. Pertama, tentu harus ada keteladanan. Seperti pepatah "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya". Paling tidak, bahan bacaan itu wajib tersedia dan aktivitas membaca itu juga dilakukan secara rutin dan kasat mata. Sebab dari kebiasaan yang terlihat baik itulah, nilai-nilai yang baik turut diwariskan.

Ada banyak manfaat yang bisa didapatkan dengan membaca buku. Seperti meningkatkan kecerdasan, daya ingat dan konsentrasi. Juga melatih nalar dan imajinasi, yang kelak bisa menumbuhkan rasa empati. Juga sebagai sarana mengurangi stres, mengurangi risiko pikun, dan memperbaiki kualitas hidup.

Sisi-sisi positif yang baik ini, bisa dan wajib ditularkan kepada mereka yang masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan. Generasi emas, generasi masa depan yang lebih baik, sebagai harapan bersama, yang lahir lewat keluarga yang mencintai dunia perbukuan. Generasi yang mampu berliterasi secara cerdas dalam sesuai era yang dihadapinya.

Selamar Hari Buku Nasional 2021.... 

17 Mei 2021

Hendra Setiawan

*) Sumber bacaan: tirtoid,  halodoc,  gramedia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun