Sekadar Pembuktian
Pamer kemesraan di ruang publik (PDA) bisa menjadi salah satu alasan bagi pasangan untuk menunjukkan hubungan mereka sebenarnya dalam kehidupan nyata. Tetapi apakah itu mutlak terjadi? Belum tentu juga. Â Bisa juga malah sebaliknya. Guna menutupi rasa cemas akan keberlangsungan sebuah hubungan, maka jurus PDA dilakukan.
PDA dilakukan sebagai cara penyembuhan terhadap adanya faktor kecemasan tersebut. Sebuah upaya validasi bahwa hubungan yang berlangsung di antara pasangan itu adalah baik-baik saja, tidak ada masalah. Respon teman atau penggemar, pengikut dengan memberi tanda "suka' (like) dibutuhkan  sebagai  faktor penguatnya.
Bisa jadi, PDA dilakukan karena sikap posesif. Sebuah sifat yang membuat seseorang merasa menjadi pemilik (tunggal). Ia merasa pasangannya adalah miliknya. Maka, apapun dia lakukan agar ia tidak kehilangan pasangannya. Supaya dengan ia melakukan PDA, publik akan tahu hal itu.
Memang, tidak mudah untuk membedakan apakah PDA dilakukan memang begitulah adanya. Tetapi di balik layar sebuah citra gambar, siapa yang bisa menebak?
Sewajarnya Saja
Ada pasangan yang suka berbagi kebahagiaan alias kemesraan di media sosial. Silakan saja, asalkan tak terlalu berlebihan. Â Sebab hal ini ternyata juga rawan terhadap sebuah hubungan. Misalnya hadirnya orang ketiga yang bisa memicu masalah baru.
Munculnya stalker alias orang yang suka mengintip aktivitas seseorang lewat media sosial, juga bisa saja terjadi. Â Kalau ia ternyata 'sang mantan' yang pernah sakit hati, bisa saja akan merusak hubungan yang sekarang.
Tentu saja, yang tak bisa dihindari adalah hadirnya komentar-komentar negatif oleh para penggemar atau orang yang merasa SKSD (sok kenal sok dekat). Kena nyinyir warganet, luar biasa rasanya...
Harap dpahami juga kalaupun PDA yang kini dilakukan, itu juga sebagai bentuk ekspresi  terhadap kekecewaan terhadap hubungan terdahulu. Seakan hendak mempertunjukkan kalau hubungan yang sekarang itu jauh lebih baik ketimbang sebelumnya. Sekarang ini adalah pasangan yang ideal.
Sikap Balik