Kasus salah trannfer yang melibatkan perusahaan besar semacam bank, memang berbeda jauh dengan salah transfer pulsa misalnya. Pihak yang salah input, jelas yang rugi.
Bedanya, jarang ada orang yang mendapat 'dana siluman' tadi dimintai kembali pulsa yang sudah diterimanya. Jadi yang salah kirim anggap saja beramal, bersedekah. Pihak yang menerima sedang kecipratan rejeki, hehe...
Padahal kalau ada niat baik, dan sama-sama mengerti, sebenarnya juga tak masalah. Tapi barangkali karena nilainya dianggap tak banyak, dan merasa mungkin tak ada hasilnya, jadi ya cukup dibatin, "Ikhlaskan saja...". Tapi tetap dengan mendongkol, ya... :)
***
Kembali pada kasus yang terjadi ini, memang sepertinya pihak nasabah yang mendapat dana salah tranfer akan mendapat beban tambahan. Sebab, ia yang akhirnya turut ribet dengan urusan bank, walaupun awal mula kasusnya berawal dari kesalahan bank itu sendiri.
Mau bagaimana lagi, karena aturan hukum yang ada demikian. Kecuali ada "terobosan hukum" baru untuk memperkecualikan nasabah yang punya itikad baik. Ada alasan "pemaaf" atau "pembenar" seperti dalam Hukum Pidana. Sementara di sisi lain, misalnya 'salah transfer' tadi ternyata digunakan untuk sarana tindak kejahatan perbankan. Misanya, untuk pencucian uang. Jadi ada perlindungan hukum yang sebanding.
Menurut Pasal 1 Angka 1 UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, pengertian "Transfer Dana" adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari Pengirim Asal yang bertujuan memindahkan sejumlah Dana kepada Penerima yang disebutkan dalam Perintah Transfer Dana sampai dengan diterimanya Dana oleh Penerima.
Dana yang dimaksud tersebut (Angka 4) dapat berupa: Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
a. Â Uang tunai yang diserahkan oleh Pengirim kepada Penyelenggara Penerima;Â
b. Â Uang yang tersimpan dalam Rekening Pengirim pada Penyelenggara Penerima;Â
c. Â Uang yang tersimpan dalam Rekening Penyelenggara Penerima pada Penyelenggara Penerima lain;Â