Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tragedi di Awal Januari, Ahok-Vero Akan Berpisah? (2/3)

10 Januari 2018   20:53 Diperbarui: 10 Januari 2018   23:02 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Cerai itu salah satu cara, bukan satu-satunya cara. Cerai itu cara terakhir."

Viral tapi Ilegal

Beredarnya lembaran surat gugatan BTP kepada VT ditengarai palsu. Demikian pembelaan yang dikeluarkan sejumlah netizen atas kabar miringini. Misalnya soal tanda tanda tangan penggugat, dalam hal ini BTP serta alamat surat tujuan, yang dianggap meragukan dan dipertanyakan keabsahannya.

Berita dari Tempo (sumber), kemarin (9/1) barangkali bisa menjawab sejumlah kegelisahan para pengidola BTP-VT. Surat gugatan yang beredar viral di media sosial dianggap ilegal, karena tak dikeluarkan oleh tim pengacara Ahok dari Law Firm Fifi Lety Indra & Partners.

Surat gugatan yang asli memang belum ada media yang memuatnya. Jika dalam foto viral itu disebutkan, lembaran dalam foto adalah salah satu halaman dari 4 (empat) lembar surat gugatan. Maka dalam surat yang asli berjumlah (tujuh) lembar.

Menurut Josefina Agatha Syukur, anggota tim pengacara Ahok, mereka tidak pernah mengeluarkan atau menyalin surat asli lalu disebarkan ke publik. Pada surat asli, di halaman depan kanan atas, ada nomor perkaranya. Itu kemudian di-cap, lalu ditulis manual berupa momor dari pengadilan dan terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).

Selain itu, pada setiap lembar halaman mestinya ada kop surat kantor pengacara, berikut alamat lengkap. Selain itu, pada ujung kanan bawah (tiap halaman) ada parafnya. "Kalau (fakta ada) gugatan cerai, memang benar," katanya.

Sumber: google images
Sumber: google images
 Jadi dengan demikian, asumsi pertama bahwa sebagaimana yang ditulis Kompasdi awal tulisan ini (baca Bagian 1 sebelumnya; link ada di bawah), walaupun menyesakkan, tetapi memang begitulah rupanya yang sedang terjadi. 

Faktanya memang betul. Sementara, surat yang terlanjur viral sebagaimana di atas, masih diragukan keabsahannya. 

Cerai itu...

"Cerai? Memang boleh orang Kristen bercerai? Apa bukan dosa?" Ya, cerai itu kosakata yang menakutkan dan bisa jadi tabu bagi setiap mereka yang sudah melangsungkan janji suci perkawinan.

Bagi umat Kristen sendiri apalagi. Paham monogami (satu pasangan) tak bisa ditawar dan jadi harga mati. Artinya, perkawinan itu sekali untuk selama hayat masih dikandung badan.

Perkawinan adalah hal yang sakral, maka ia sejajar dengan sakramenkudus baptisan. Sakramen adalah lambang, simbol, tanda yang terlihat, yang dapat ditangkap oleh panca indra, sebagai perwujudan kehadiran Tuhan sendiri. 

Janji ini bukan saja di hadapan para saksi secara administratif penandatangan surat/akta perkawinan. Bukan pula semata di hadapan jemaat yang hadir untuk menyaksikan prosesi perkawinan itu.

Bukankah selama ini Ahok dikenal sebagai penganut Kristen yang taat. Bercerai? Sudah 20 tahun lho mereka hidup bersama. Sejak 6 September 1997. Anaknya sudah tiga lagi. Nicholas Sean (lahir 1998), Nathania Berniece (lahir 2001), dan Daud Albeenner (lahir 2006). Tentu tak semudah itu. Juga tak secepat itu keputusan gugat cerai bisa diambil.

Sekali lagi. Baru dua minggu momen Natalan bersama dijalani. Natal itu rekonsiliasi. Perdamaian antara manusia yang berdosa dengan Allah yang Mahakasih. Itu tema dasar, yang diimani sama oleh setiap pengikut Yesus Kristus. 

Keteladanan ini jelas harus diikuti oleh setiap umat yang percaya akan inkarnasi Sang Sabda yang menyejarah dalam hidup dan kehidupan manusia itu.

Tuhan itu Mahakasih. Masa manusia tidak bisa mengasihi sesamanya? Manusia yang berdosa saja bisa diperdamaikan dengan kedatangan-Nya. Masa manusia yang sama-sama pernah salah dan dosa, tidak bisa saling memperdamaikan diri? Tuhan mau mengampuni, masa manusia tidak bisa berbuat hal yang sama?

Deretan pergumulan iman seperti ini terus menjadi bahan diskusi internal. Sebuah tanggapan atas kasus gugat cerai BTP vs VT.

Cerai? Mayoritas mutlak umat kristiani jelas akan satu suara terhadap hal ini: "Tidak! Jangan! Tak boleh!" Hanya maut (kematian)-lah yang bisa memisahkan sebuah ikatan perkawinan. "Sebab apa yang sudah dipersatukan manusia, tidak boleh diceraikan manusia," begitu kutipan ayat Alkitab yang menjadi dasar pijak.

Pengurus PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia) yang oleh para jurnalis dimintai pendapatnya pun tetap pada satu suara. "Dalam kekristenan, tidak memperkenankan adanya perceraian. Dasar dari perkawinan adalah cinta kasih. 

Saya meyakini Kasih dapat mengatasi berbagai problem keluarga, termasuk hubungan suami istri yang paling krusial. Itu sebabnya gereja tidak pernah melihat perceraian sebagai solusi  permasalahan keluarga," ujar Sekretaris Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom (sumber).

Ya... ya... ya.... Teori itu mudah dan bisa dipelajari. Namun tak segampang praktik hidup yang dilakoni. Dalam kekristenan, ada kalanya itu juga dibenarkan. 

Ada kasus-kasus tertentu, alasan-alasan yang fundamental, yang mengijinkan perpisahan dalam hubungan perkawinan menjadi putus. Alasan paling ekstrim adalah zina (selingkuh). Alasam lain misalnya KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga).

Tapi, memang cerai adalah pilihan terakhir dan bukan satu-satunya cara, apalagi yang pertama. Ada banyak proses yang mesti dijalani sebelum opsi ini akhirnya diambil. Itu pun tidak cukup sehari-dua hari, seminggu-dua minggu, ataupun sebulan-dua bulan. 

Konseling kristiani (pelayanan pastoral) bisa berlangsung dalam hitungan tahun, dan bahkan seumur hidup. Tergantung beban persoalan yang dihadapi.

Yups, biar tidak melebar ke mana-mana, tulisan ini tidak membahas sejauh mana praktik kristiani memandang perkawinan-perceraian itu. Tentu ada porsinya sendiri dan itu juga butuh ruang yang lumayan agak panjang. Jadi cukuplah poin di atas saja, ya... 

Menguak Tabir Misteri?

Sidang permohonan gugatan cerai BTP kepada VT yang menjadi titik sentral pemberitaan viral ini, tentu memuat banyak tanya. Apa memang sedemikian hebatnya "prahara" yang ada dalam keluarga pujaan jutaan orang ini?

Toh,bukankah selama ini, kehadiran mereka berdua di publik senantiasa menjadi sorotan dan panutan. Kombinasi pasangan yang serasi. Sama seperti pasangan politiknya yang lain: Jokowi-Iriana, Djarot-Happy. Keluarga yang ideal, harmonis. Kisah cintanya sudah banyak beredar di buku cetak dan media elektronik. Kurang apa lagi yang bisa bikinbaper?

Flash backsejemak, dalam suatu kesempatan Ahok pernah bercerita (sumber) bagaimana jika hubungannya dengan Vero lagi tidak pas (kurang harmonis)?

"Istri saya pernah ngambek, tapi istri saya kalau ngambek itu, kita nggak pernah usir-usiran sampai tidur di sofa, nggak ada," cerita Ahok pada 9 November 2016 lalu.

Kalau sedang marah, kata Ahok, Veronica tak mengungkapkan kekesalannya melainkan hanya menunjukkan muka cemberut.

"Kalau dia cemberut, saya bilang, 'eh lu kenapa cemberut?'," kata Ahok.

Melihat sikap sang istri, Ahok pun merayu sang istri dengan filosofi dengan mengutip kata-kata dari orangtuanya, bahwa istri seperti kitab suci. Bahkan dalam filosofi itu, Ahok sempat menyinggung soal selingkuhan.

"Susah dimengerti, mau kita buang, kita takut, Tuhan hukum. Tapi, hati-hati ya. Suami itu, kayak uang. Lu kalau buang di luar, dipungut orang lu, he-he'. Itu filosofi. Tapi, lu jangan takut, selingkuhan itu kayak permen karet. Pertama doang manis, abis itu susah dibuang lengket. Itu don't worry. Udah jarang marah dia sekarang," tutup Ahok.

Waktu berlalu dan... dorrrr... Meletus tiba-tiba secara mengejutkan. Ahok-Vero harus berpisah. Titik. Tahapan perpisahan secara administratif, hukum negara akan dilewati. Kabar yang berhembus, rupanya rencana ini sudah dibicarakan di akhir tahun 2017 (sumber).

Simyal prahara rumah tangga Ahok barangkali baru bisa disadari hari ini. Sebab, kata pengantar dalam buku "Ahok di Mata Mereka", kepada salah satu pemesannya, ia menyelipkan pesan seperti ini.

Sumber: https://www.instagram.com/p/BdrqgJWBWH2/
Sumber: https://www.instagram.com/p/BdrqgJWBWH2/
Pesan yang begitu lugas. "Apapun ketidakcocokan, sakit, ekonomi,  dll, tetao tidak boleh bercerai, kecuali berzinah! Jadi jangan jatuh urusan ini,"

Jadi, ini sebetulnya bukan kejadian yang tiba-tiba. Mak bedunduk, ujug-ujug,dalam istilah bahasa Jawa. Tetap ada step by step-nya. It's clear...
Sebelumnya:


Bagian 1  

bersambung ke bagian 3...

-end-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun