Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan intimidasi aktual yang melibatkan kedekatan atau hubungan seksual yang dilakukan pelaku terhadap korban di bawah tekanan dan menyebabkan korban menderita secara fisik, mental, dan emosional. Penggunaan internet yang luas dan kurangnya batasan saat ini, bersama dengan kemajuan teknologi informasi yang cepat, akan memiliki efek yang menguntungkan dan merugikan. Salah satu dampak buruk yang dapat terjadi adalah penyalahgunaan teknologi yang dapat mengakibatkan kejahatan yang dapat merugikan dan meresahkan masyarakat, misalnya munculnya pelecehan seksual terhadap perempuan yang semakin marak terjadi. dimana media sosial merupakan salah satu tempat terjadinya pelecehan seksual selain di dunia nyata.
Wanita depresi hingga memutuskan untuk bunuh diri salah satu penyebabnya adalah ancaman seks di jejaring sosial dan alasan untuk berbicara komentar negatif di media sosial, tetapi yang jelas mayoritas pasangan seksual tidak akan melaporkannya. Perilaku yang tidak diinginkan ini tidak hanya terjadi di sektor swasta, tetapi juga mengarah ke sektor ruang publik. Homoseksualitas dalam jejaring sosial adalah sikap kekerasan dan hubungan fisik dan mental yang dapat mempengaruhi psikologi manusia. Pelecehan seksual adalah kekerasan terhadap anak dimana anak tersebut dieksploitasi secara seksual tanpa disadari perilakunya sehingga anak tersebut tidak dapat membaginya dengan orang lain. Kekerasan seksual dapat terjadi karena beberapa alasan.
Kekerasan seksual adalah setiap tindakan seksual yang tidak diinginkan, seperti menyentuh, memeluk, meraba-raba, mencium, menonton, atau mengobrol.
 Bukan hanya pemerkosaan.Â
Banyak pelaku dan penonton yang tidak berbuat banyak untuk menghentikan kekerasan seksual, yang sebagian besar dilakukan terhadap perempuan, sehingga nantinya dapat berubah menjadi situasi yang lebih serius karena kesalah pahaman masyarakat tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual yang dapat dianggap menyimpang akan melalui serangkaian pengalaman atau perjalanan yang menyimpang yang dimulai dari penyimpangan kecil yang mungkin tidak mereka sadari atau disebut dengan penyimpangan primer, sedangkan penyimpangan yang lebih berat disebut dengan penyimpangan sekunder.
Karena alasan ini, kekerasan seksual ringan sekalipun tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sears, Byers, dan Price (2007) terhadap 324 anak laki-laki dan 309 anak perempuan antara usia 12 dan 18 tahun, anak perempuan mengalami kekerasan pada tingkat 51% sedangkan anak laki-laki mengalaminya pada tingkat 43%. Perbedaan peran gender, riwayat kekerasan dalam keluarga, tekanan teman sebaya, dan pengaruh lingkungan merupakan faktor-faktor yang dapat berdampak pada penyebab terjadinya kekerasan. Penegasan Tower (dalam Murniati dan Nunuk, 2004) bahwa perempuan merupakan mayoritas korban kekerasan seksual mendukung temuan penelitian tersebut. Karena susunan fisik dan status mereka sebagai objek seksual, perempuan lebih sering mengalami serangan seksual daripada laki-laki, terutama perempuan muda yang belum dewasa yang tidak memiliki kemandirian anak-anak.
Ancaman kekerasan fisik dan psikologis laki-laki terhadap perempuan, menurut Schwendingerr, telah diidentifikasi sebagai penyebab utama disparitas gender. Pria sering menekan dan memaksa wanita untuk berhubungan seks, tetapi mereka tidak menyadari bahwa mereka melakukannya. Karena otoritas yang dimiliki laki-laki, perempuan tunduk pada permintaan laki-laki untuk melakukan hubungan seksual. Jenis kekerasan yang terjadi dalam suatu hubungan dapat berubah karena kekerasan terhadap perempuan terjadi terus menerus. Hal ini dilakukan untuk menjaga kontrol diri dalam situasi tertentu dan membuat korban kekerasan merasa waspada dan ketakutan.
Kekerasan seksual, perkosaan, pelecehan seksual, dan kekerasan emosional dapat mengurangi kekuatan perempuan dengan mempersulit mereka untuk meninggalkan dan menghentikan hubungan. Terbentuk karena status sosial yang tinggi sehingga mempengaruhi kemauan wanita untuk mengikuti "dorongan" pria untuk melakukan hubungan seksual yang tidak diinginkan.
Jaringan Pemuda dan gerakan perempuan lainnya di Indonesia mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh pemerintah untuk memerangi kekerasan seksual dengan meningkatkan kesadaran publik. Karena tidak adanya landasan hukum yang kuat dan jelas seputar kekerasan seksual, perempuan secara historis adalah pihak yang paling menderita akibat kekerasan dan pelecehan seksual jika melihat situasi aktual. Pengesahan undang-undang ini diharapkan dapat mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang melakukan tindakan penyerangan dan pelecehan seksual serta mengurangi tindakan main hakim sendiri atau persekusi oleh masyarakat yang lebih merugikan perempuan. Namun, pengesahan RUU tersebut masih bermasalah.Â