Mohon tunggu...
Antonio Sri Hendarianto
Antonio Sri Hendarianto Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang praktisi hukum yang ingin membuat hukum menjadi praktis

Advokat dan Kurator Kantor Hukum "Hendarianto and Associates"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bolehkah Menikah Beda Agama?

23 Juni 2016   23:26 Diperbarui: 23 Juni 2016   23:32 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bolehnya pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahli Kitab telah disepakati oleh semua Imam Mazhab. Ibnu Rusyd menyatakan bahwa para Ulama telah sepakat tentang bolehnya laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyyahyang merdeka.

As-Syirazi dalam al-Muhazzabmenyebutkan bahwa laki-laki muslim boleh menikahi wanita merdeka ahl Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani dan orang yang masuk agama mereka sebelum adanya tabdil/penggantian. Sedangkan al-Malibari menyebutkan bahwa kemusliman dan keahlikitaban adalah syarat bagi wanita yang dapat dinikahi oleh laki-laki muslim.

Al-Jazairi menyebutkan bahwa wanita ahli kitab yang boleh dinikahi tidak disyaratkan kedua orang tuanya harus ahli kitab, berbeda menurut as-Syafi’iyyah dan Hanabilah yang mensyaratkan kedua orangtuanya harus ahli kitab.

Wahbah az-Zuhaili menyebutkan bahwa Ulama telah sepakat terhadap bolehnya menikahi wanita kitabiyyah yaitu wanita yang meyakini agama samawi seperti Yahudi dan Nasrani.

Sedang yang dimaksud dengan ahli kitab adalah ahlu at-Taurah dan Injil. Mengenai halalnya menikahi wanita kitabiyyah tidak ada syarat apapun menurut Jumhur sedangkan menurut Ulama Syafi’iyyah halalnya menikahi Israiliyyah dengan syarat awal moyangnya masuk agama Yahudi sebelum dinasah dan adanya perubahan, apabila terjadi keraguan tentang hal tersebut, menikahi israiliyyah juga tidak halal.

Sedangkan halalnya menikahi wanita nashraniyyah dengan syarat awalmoyangnya masuk agama tersebut sebelum dinasah dan sebelum terjadinya tahrif/pengrubahan. Menurut Wahbah pendapat jumhur yang tidak mensyaratkan apapun bagi kebolehan menikahi wanita kitabiyyah adalah lebih rajih dibanding pendapat As-Syafi’iyyah.

Dalam pandangan muslim modernis yang dalam tulisan ini merujuk kepada pemikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha. Mengenai perkawinan lakilaki muslim dengan wanita musyrikah menurut Muhammad Abduh sebagaimana dinukilkan oleh Rasyid Ridha adalah diperbolehkan selain wanita musyrikah Arab, hal ini dilatar belakangi oleh penafsirannya terhadap kata Musyrikah dalam surat al-Baqarah ayat 221, ia secara tegas menyatakan bahwa perempuan yang haram dikawini oleh laki-laki

Muslim dalam surat al-Baqarah ayat 221 adalah perempuan-perempuan Musyrikah Arab.

Jadi menurut pendapat ini seorang Muslim boleh menikah dengan wanita musyrikah dari bangsa non-Arab seperti Cina, India dan Jepang (sebab masuk dalam kategori ahli kitab).

Sedangkan pernikahan laki-laki muslim dengan wanita kitabiyyah adalah diperbolehkan, hal ini didasarkan pada ayat 5 surat al-Maidah:

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik, Makanan (sembelihan) orangorang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun