yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka (dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu.”
Menurut Abduh ahl al-Kitab mencakup penganut agama Yahudi, Nasrani, dan Shabiun.
Muhammad Rasyid Ridha berpendapat bahwa ahl al-Kitab mencakup Yahudi, Nasrani, Majusi, Shabi’un, Hindu, Budha, Kong Fu Tse (Kong Hucu) dan Shinto.
Dalam menetapkan keahlikitaban satu ummat, Ridha menggunakan kriteria memiliki kitab suci dan atau mengikuti nabi yang dikenal, baik dalam tradisi agama Ibrahim maupun bukan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa muslim modernis memandang bahwa diperbolehkan terjadinya pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita non muslim yang masuk dalam cakupan makna ahl al-Kitab dan wanita itu tidak termasuk musyrikah Arab.
Dengan demikian menurut pandangan ini maka laki-laki muslim Indonesia boleh menikah dengan wanita non muslim yang beragama Yahudi, Nasrani/Kristen, Hindu, Budha, Kong Hucu, Shinto, Majusi dan Shabi’un.
Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bagi kelompok yang yang meyakini bahwa Kompilasi Hukum Islam pasal 40 huruf c yang secara eksplisit melarang terjadinya perkawinan antara laki-laki (muslim) dengan wanita non muslim (baik Ahl al-Kitabmaupun non Ahl al-Kitab) adalah bersifat imperatif maka pernikahan beda agama di Indonesia tidah sah menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan batal demi hukum. Sedangkan bagi kelompok yang meyakini bahwa Kompilasi Hukum Islam pasal 40 huruf c yang secara eksplisit melarang terjadinya perkawinan antara laki-laki (muslim).
Terima kasih.
Sri Hendarianto SP,SH
email : togahitam@gmail.com