Bolehnya pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahli Kitab telah disepakati oleh semua Imam Mazhab. Ibnu Rusyd menyatakan bahwa para Ulama telah sepakat tentang bolehnya laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyyahyang merdeka.
As-Syirazi dalam al-Muhazzabmenyebutkan bahwa laki-laki muslim boleh menikahi wanita merdeka ahl Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani dan orang yang masuk agama mereka sebelum adanya tabdil/penggantian. Sedangkan al-Malibari menyebutkan bahwa kemusliman dan keahlikitaban adalah syarat bagi wanita yang dapat dinikahi oleh laki-laki muslim.
Al-Jazairi menyebutkan bahwa wanita ahli kitab yang boleh dinikahi tidak disyaratkan kedua orang tuanya harus ahli kitab, berbeda menurut as-Syafi’iyyah dan Hanabilah yang mensyaratkan kedua orangtuanya harus ahli kitab.
Wahbah az-Zuhaili menyebutkan bahwa Ulama telah sepakat terhadap bolehnya menikahi wanita kitabiyyah yaitu wanita yang meyakini agama samawi seperti Yahudi dan Nasrani.
Sedang yang dimaksud dengan ahli kitab adalah ahlu at-Taurah dan Injil. Mengenai halalnya menikahi wanita kitabiyyah tidak ada syarat apapun menurut Jumhur sedangkan menurut Ulama Syafi’iyyah halalnya menikahi Israiliyyah dengan syarat awal moyangnya masuk agama Yahudi sebelum dinasah dan adanya perubahan, apabila terjadi keraguan tentang hal tersebut, menikahi israiliyyah juga tidak halal.
Sedangkan halalnya menikahi wanita nashraniyyah dengan syarat awalmoyangnya masuk agama tersebut sebelum dinasah dan sebelum terjadinya tahrif/pengrubahan. Menurut Wahbah pendapat jumhur yang tidak mensyaratkan apapun bagi kebolehan menikahi wanita kitabiyyah adalah lebih rajih dibanding pendapat As-Syafi’iyyah.
Dalam pandangan muslim modernis yang dalam tulisan ini merujuk kepada pemikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha. Mengenai perkawinan lakilaki muslim dengan wanita musyrikah menurut Muhammad Abduh sebagaimana dinukilkan oleh Rasyid Ridha adalah diperbolehkan selain wanita musyrikah Arab, hal ini dilatar belakangi oleh penafsirannya terhadap kata Musyrikah dalam surat al-Baqarah ayat 221, ia secara tegas menyatakan bahwa perempuan yang haram dikawini oleh laki-laki
Muslim dalam surat al-Baqarah ayat 221 adalah perempuan-perempuan Musyrikah Arab.
Jadi menurut pendapat ini seorang Muslim boleh menikah dengan wanita musyrikah dari bangsa non-Arab seperti Cina, India dan Jepang (sebab masuk dalam kategori ahli kitab).
Sedangkan pernikahan laki-laki muslim dengan wanita kitabiyyah adalah diperbolehkan, hal ini didasarkan pada ayat 5 surat al-Maidah:
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik, Makanan (sembelihan) orangorang