Mohon tunggu...
Hend.Setya
Hend.Setya Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Newbie

Novel AL terbit setiap hari Jumat || Contact Penulis : hsetiawan.id@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bab 4 | Skorsing Hari Pertama

25 Juni 2018   01:57 Diperbarui: 25 Juni 2018   02:09 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada percakapan antara Katia dan Saga di meja makan. Yang ada hanyalah suara pengganti yang dihasilkan denting sendok garpu yang beradu dengan piring.

Katia masih merasa dongkol sejak menjemput Saga di klinik Nagari kemarin sore. Berulang kali matanya mencocokkan notes medis yang dikeluarkan klinik dengan kondisi real yang tampak pada tubuh Saga.

2 luka terbakar di punggung dan 1 di area dada, 1 luka gores di pelipis kanan, memar biru di rusuk kanan, lecet di kaki kiri dan terkilir di pergelangan tangan kiri.

Menurut Katia, jumlah cedera yang didapat terlalu banyak. Mengingat ini hanya duel siswa kelas 12. Saga keterlaluan kali ini. Katia tidak habis pikir bagaimana isi kepala Saga bekerja.

Katia segera berangkat bekerja setelah ia dapati Saga telah menghabiskan sarapan kupat tahunya. Katia pikir, Saga cukup kuat untuk hari ini.

Saga beringsut perlahan dari meja makan. Ditujunya kamar tidur sebagai destinasi ba'da sarapan.

Saga malu untuk mengakuinya. Hari ini ia mesti beristirahat. Tidur. Diam. Menunggu untuk pulih.

Menunggu dan diam. Kombinasi paling menyebalkan untuk golongan orang kinestetik.

Rasanya baru sekejap, mata Saga tertutup. Pintu kamar secara mengejutkan diketuk kasar dari luar. Suara gaduh mulai terdengar berisik. Tak salah lagi pasti gerombolan para penggangu.

"Apa kalian tidak bisa memelankan ketukan pintu?" Hardik Rheen.

"Maaf Miss. Tanganku secara default melakukannya." Goda Sean. Diikuti cekikikan beberapa temannya.

Sean, lelaki berambut panjang dan dikuncir ini, memang jago beralasan.

"Saga pasti mengerti. Ia tak pernah marah." Hector menambahkan. Tangan Hector memberikan kode tos pada Sean. Setelah tos dilakukan, mereka lanjutkan dengan selebrasi khas pemain galasin.

Rheen menyerah. Ia mengaku salah besar menjenguk Saga dengan mengajak orang-orang gila.

"Masuk." Saga memanggil dari dalam kamar.

Sean, Hector dan Arias langsung menyerbu kedalam kamar. Diikuti Rheen dan Aila dibarisan kedua.

"Bisa juga kau terluka, Saga. Lihat pelipisnya, Hector!" Sean curi start obrolan. Menunjuk dengan telunjuk tepat diatas posisi luka gores. Saga mengernyit. Namun demikian ia paham kelakuan Sean.

"Apakah sebesar bakpao?" Hector menimpali dengan candaan. Laki-laki dengan stelan baju anggar minus topeng ini, 11-12 dengan Sean dari sisi perangai. Satu-satunya yang membedakan Hector dan Sean ialah Hector lebih berkelas dari sisi pemilihan outfit dibandingkan Sean.

"Hahaha." Sean dan Hector tertawa bersama. Seperti biasa dilanjutkan dengan selebrasi khas.

"Apa kau baik-baik saja, Saga?" Aila menyela dengan anggun.

Saga hanya memberikan ekspresi senyum dan isyarat jempol untuk jawab pertanyaan Aila.

Rheen jengah dengan kalimat pembuka Aila. Itu adalah barisan kata yang sudah ia siapkan sedari tadi. Jauh sebelum tubuh Rheen, dkk berada di kamar Saga.

Sean menyenggol bahu Hector dengan sikutnya. Seakan memberikan isyarat secara tidak langsung, apakah Hector mendengar cara Aila bertanya dan bagaimana reaksi Rheen setelahnya.

Hector berusaha menahan ketawa. Namun, gestur yang ditampilkan Hector lebih mirip mengarah seperti seseorang yang menahan kentut tidak tertahan.

"Bagaimana kondisi rusukmu, Saga?" Arias mencoba memberikan pertanyaan kepada Saga. Berusaha mengalihkan kelakuan 2 teman konyolnya dan siluet perang dingin yang muncul antara Rheen dengan Aila.

"72% membaik." Saga menjawab dengan mencatut angka terakhir yang muncul di monitor klinik kemarin sore.

"Aku rasa Riota berlebihan." Rheen ikut serta percakapan.

"Siapapun akan melakukannya. Ketika eksistensinya terganggu. Ia terdesak." Arias bergaya sok bijak dengan jawabannya. Sontak membuat semua orang yang berada di kamar terperangah.

Ada apa dengan Arias hari ini? Apa mungkin obatnya habis? Hari ini ia tak biasa.

"Aku rasa kau pemenangnya, bro." Sean mencoba jadi bagian percakapan. Diaminkan oleh Hector disampingnya.

Sebelum mereka berdua melakukan selebrasi konyol untuk kali ketiga. Arias sudah berada di tengah mereka.

"Tidak ada pemenang. Seimbang." Saga merendah.

"Tidak seimbang. Itu duel 3 lawan 1" Rheen menimpal cepat.

"3 lawan 1? Aku tidak melihat orang ke-4?" Kali ini Hector yang bertanya. Tangannya menggaruk kepala mesti tidak gatal. Yang ia tahu 3 orang yang berduel. Saga bersama Pepe melawan Riota.

"Ya. Rheen ikut serta di duel kemarin. Aku memintanya bersembunyi dibelakang Riota." Saga mengakui ikut sertanya Rheen dalam duel.

"Karena itu aku di skorsing 3 hari." Rheen terlihat muram.

Saga merasa jadi bersalah karena hukuman yang diterima Rheen. Saga heran dengan hukuman skorsing 3 hari yang diberikan sekolah. Rheen hanya bertugas sebagai informan saja.

"Aku pikir kau hanya pintar faktorisasi bilangan prima saja, Rheen." Sean mencoba bercanda dengan Rheen. Sejujurnya Sean pun tak melihat keberadaan Rheen saat itu. Rheen yang berada jauh dengan Sean tampak tersenyum kecut.

"Aku rasa duel kemarin itu keren." Arias melempar bahasan lain.

"Semua orang yang melihatnya pasti mengatakan itu duel yang keren. 2 arena pertarungan. 43 jumlah serangan, 24 jumlah pertahanan dan 3 Al yang duel mati-matian." Aila menganalisis.

Sudah bukan rahasia umum di Nagari Cheduge. Aila dikenal sebagai anak dengan ingatan terbaik.
"Bagaimana dengan Giga, Saga?" Rheen bertanya perihal AL milik Saga.

"Aku belum bertemu dengannya pasca duel. Aku rasa ia masih di MES. Tanduknya patah" Saga pun mengkhawatirkannya sejak kemarin.

MES, pusat rehabilitasi medis khusus AL. Tempatnya tidak jauh dari klinik. Mungkin hanya sekitar 254 meter ke arah tenggara.

"Apa kalian sudah menjenguk Pepe?" Saga bertanya dengan nada berharap mendapatkan kabar baik.

"Ia masih dirawat inap disana. Kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk segera dibawa pulang. 52% kondisi terakhir kesehatannya." Jawab Rheen sekenanya.

"Kami tidak diperkenankan masuk untuk menjenguknya. Ia dirawat intensif" Aila mencoba memberikan tambahan informasi.

Esok aku akan datang ke klinik kemudian dilanjut ke MES. Saga berniat dalam hati untuk menjenguk teman pertama dan AL miliknya.

"Aku pun salut padanya. Ia mampu bertarung dengan Riota." Arias memberikan testimoni keberanian Pepe melawan Riota.

"Pepe memaksakan dirinya terlalu jauh." Ucap pelan Rheen.

"Ada yang tahu soal kondisi Riota?" Tanya saga iseng.

"Aku tidak peduli." Lagi-lagi Rheen cepat saja menyambar pertanyaan dengan jawaban kilat.

"Kabar terakhir ia pingsan setelah beberapa saat terkena Entura-mu Saga." Jawab Aila.

"Apakah itu Entura barumu, Saga?" Aila beruntun bertanya sambil mendekatkan diri pada Saga.

Entura dengan gelembung biru. Gelembung memaksa korban terperangkap didalamnya sebelum ledakan menghantam tubuh. Saga pun pertama kali melihat Entura model demikian. Entah bagaimana, ia pun tidak tahu cara membuat atau mengulangnya kembali. Yang Saga rasakan setelah dirinya mengeluarkan Entura special itu, tubuhnya super panas seperti terbakar terutama di area rajah di bahu kiri.

"Oh. Ada yang jenguk ya?" Katia tetiba datang ke kamar, masih mengenakan caping khusus wanita pemetik teh. Membuat Saga memiliki waktu untuk menunda jawaban atas pertanyaan sebelumnya.

"Ya. Ibu." Rheen menjawab ramah.

"Siang ibu Katia. Bagaimana kabar?" Aila menjawab denga ekstra ramah. Rheen jelas tidak suka dengan teknik Aila menyapa.

"Sehat. Terima kasih, Aila" Katia menjawab dengan senyum sesudah nama Aila disebut. Peluh keringat masih terlihat di dahi Katia.

"Maaf ya kamar Saga berantakan. Ibu ambilkan snack untuk kalian ya. Kalian tunggu disini."

"Tidak usah repot-repot bu. Kami akan segera pulang. Saga mesti beristirahat." Rheen berinisiatif sendiri.

Semua orang mengernyit dahi atas keputusan sepihak Rheen. Ia serta merta menjadi leader tanpa proses pemilihan. Saga pun tidak setuju, kenapa harus pulang sekarang.

"Sebetulnya ini ide yang bagus Rheen." Katia mengapresiasi.

Gagal total berlama-lama dengan teman. Pesta pun dipaksa usai karena kebijakan tidak populer Rheen.

"Ini Ayah bawakan minyak burung bubut untuk Saga." Rheen mengeluarkan botol kecil seukuran 330 ml. Rheen berdoa sangat dalam, semoga Aila tidak sempat memberikan obat yang semisal kepada Saga.

"Ini sangat membantu untuk penyembuhan cedera terkilirmu, Saga." Katia  sumringah dengan pemberian ini.

"Sampaikan terima kasih untuk ayah Seki, Rheen"

Keluarga Saga dan Rheen memang bersahabat. Terutama kedua ayah mereka.

"Bye, Saga" Arias yang pertama kali pergi. Kemudian disusul yang lain.

"Sampai ketemu 6 hari lagi, bro" Sean menambahkan.

Menyenangkan rasanya dijenguk teman. Kedatangan mereka sedikit banyak mengurangi rasa sakit 28% dan menambah motivasi untuk segera sembuh 52%.

"Oh ya. Ibu ada sesuatu untukmu." Katia mengalihkan fokus Saga melihat satu persatu temannya pergi meninggalkan ia di kamar.

"Apa itu?"

"Buku yang ditulis ayahmu." Jawab Katia.

Buku kecil berwarna coklat. Katia tempatkan di sisi kanan ranjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun