Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyoal Rasionalitas Big Governance (Kabinet Gede) Prabowo-Gibran

16 Oktober 2024   22:36 Diperbarui: 17 Oktober 2024   14:24 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
residen terpilih Prabowo Subianto (kiri) dan Wapres terpilih Gibran Rakabuming Raka (kanan). Sumber Gambar: (ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso)

Meskipun wilayahnya sangat luas dan jumlah penduduknya cukup besar, struktur kementerian di Amerika Serikat tetap lebih ramping dibandingkan dengan rencana kabinet yang diusulkan oleh Prabowo.

Indonesia dengan luas wilayah sekitar 1,9 juta km dan populasi 275,5 juta jiwa pada tahun 2022, rencana Prabowo untuk menambah jumlah kementerian menjadi 44-46 patut dikaji lebih dalam. 

Apakah big governance atau"kabinet gede" ini memang diperlukan untuk mengakomodasi keragaman etnis dan tantangan wilayah yang luas, atau ada pertimbangan lain yang memotivasi langkah ini?

Publik berhak untuk mengkritisi dan mengevaluasi kebijakan ini agar penambahan struktur pemerintahan tidak justru menambah beban birokrasi tanpa peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan. 

Kebutuhan akan lebih banyak kementerian harus dibuktikan dengan pertimbangan yang matang dan didukung data yang jelas, dibandingkan dengan kondisi negara-negara lain yang memiliki wilayah dan jumlah penduduk yang lebih besar, namun mampu mempertahankan struktur kementerian yang lebih ramping.

Dengan demikian dari perbandingan tersebut di atas, bahwa tidak ada alasan rasional yang kuat dari segi luas wilayah dan jumlah penduduk untuk menambah jumlah kementerian di Indonesia.

Rencana pembentukan big government atau "kabinet gede" lebih tampaknya didorong oleh alasan politik ketimbang kebutuhan administratif.

Beberapa argumentasi sejumlah pengamat politik perlu dipertimbangkan bahwa, ada dua alasan politik utama di balik kebijakan ini, yakni, Pertama; Stabilitas pemerintahan melalui akomodasi politik. Prabowo ingin menciptakan pemerintahan yang stabil dengan merangkul semua partai politik, kecuali NasDem. 

Terdapat kekhawatiran bahwa pemerintahan yang tidak inklusif dapat memicu ketidakstabilan politik, sebagaimana terlihat dalam sejarah pemerintahan Indonesia yang penuh konflik, seperti saat akhir Orde Baru dan periode terakhir pemerintahan SBY. 

Pemerintahan Jokowi dapat dianggap stabil hingga akhir masa jabatannya, meskipun ada instrumen politik tertentu yang digunakan untuk menjaga kestabilan, termasuk penggunaan kekuatan yang seharusnya tidak dibutuhkan dalam negara demokrasi.

Kedua, efektivitas dan efisiensi yang diragukan. Pemerintahan besar cenderung berfokus pada investasi politik yang besar, sehingga mengurangi ruang bagi efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya manusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun