Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menavigasi Isu Kesejahteraan dan Perlindungan Sosial bagi Lansia dalam Kampanye Pilkada 2024

13 Oktober 2024   11:20 Diperbarui: 15 Oktober 2024   13:55 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lansia. (Sumber Gambar: KOMPAS/PANDU WIYOGA)

Pilkada 2024 menjadi ajang penting bagi kandidat gubernur, bupati, dan wali kota untuk menampilkan solusi atas beragam persoalan sosial yang dihadapi masyarakat. 

Salah satu isu krusial yang perlu mendapat perhatian serius adalah nasib para pekerja lanjut usia (lansia) yang bekerja dalam kondisi rentan, khususnya di sektor informal. 

Menurut data yang dirilis oleh Kompas (2024), sebanyak 7,3 juta lansia di Indonesia bekerja di sektor informal, tanpa perlindungan kerja yang memadai dan dengan pendapatan yang tidak menentu. 

Selain itu, banyak dari mereka yang harus menopang beban hidup generasi yang lebih muda, yang justru berada dalam usia produktif. Dalam konteks Pilkada, permasalahan ini menjadi isu yang perlu direspon oleh para kandidat yang bertarung dalam kontestasi politik ini.a

Lansia di Indonesia: Potret Kerentanan Ekonomi dan Sosial

Lansia, menurut definisi Badan Pusat Statistik (BPS), adalah individu berusia 60 tahun ke atas. Kelompok ini menghadapi tantangan yang cukup berat di Indonesia. 

Banyak dari mereka masih harus bekerja di usia lanjut karena berbagai alasan, terutama karena tidak memiliki akses terhadap sistem jaminan sosial yang memadai. 

Sebagian besar lansia bekerja di sektor informal, seperti petani, pedagang kaki lima, pekerja serabutan, atau buruh harian lepas. 

Pekerjaan di sektor ini tidak hanya tidak menentu, tetapi juga tidak dilengkapi dengan perlindungan sosial yang layak, seperti jaminan kesehatan atau asuransi kecelakaan kerja.

Sebagai gambaran, Kompas (2024) melaporkan bahwa sekitar 78,5 persen dari 9,4 juta lansia yang bekerja di Indonesia berada di sektor informal, dengan penghasilan, waktu kerja, dan standar perlindungan yang tidak pasti. 

Data ini menunjukkan bahwa meskipun mereka sudah memasuki usia tua, banyak lansia yang masih harus bergulat dengan ketidakpastian ekonomi, tanpa kepastian penghasilan yang memadai. Hal ini menjadi gambaran jelas tentang kerentanan sosial yang dihadapi kelompok lansia di Indonesia.

Beban Ganda: Lansia sebagai Penopang Generasi Muda

Salah satu aspek yang memperparah situasi ini adalah kenyataan bahwa banyak lansia di Indonesia juga harus menopang beban generasi yang lebih muda. 

Masih menurut data Kompas (2024), sebanyak 5,7 juta lansia bekerja keras untuk menanggung beban hidup 11,1 juta generasi produktif, termasuk kaum milenial dan generasi Z. 

Generasi yang lebih muda ini, yang seharusnya berada dalam usia produktif, justru tergantung pada pendapatan lansia, yang seharusnya sudah pensiun atau menikmati masa tua mereka.

Fenomena ini menunjukkan adanya masalah struktural dalam sistem ekonomi dan sosial Indonesia. Lansia yang seharusnya menjadi kelompok yang dilindungi justru menjadi penopang ekonomi bagi generasi yang lebih muda, yang kemungkinan besar menghadapi tantangan tersendiri seperti pengangguran atau kurangnya keterampilan untuk memasuki dunia kerja.

Dalam situasi di mana mayoritas lansia bekerja di sektor informal, mereka sering kali tidak mendapatkan hak-hak dasar pekerja, seperti jaminan kesehatan, pensiun, dan perlindungan terhadap risiko kerja. 

Tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat usia lansia yang rentan terhadap berbagai masalah kesehatan dan kecelakaan kerja. 

Ketiadaan sistem perlindungan sosial yang memadai bagi lansia menjadi salah satu penyebab utama mengapa kelompok ini harus terus bekerja meskipun mereka sudah tidak memiliki kemampuan fisik yang memadai.

Tanpa adanya perlindungan sosial, lansia di Indonesia terus berada dalam siklus kerentanan. Mereka terpaksa bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, tetapi pendapatan mereka tidak cukup untuk membangun tabungan. 

Pilkada 2024 dan Penyelesaikan Masalah Lansia Pekerja

Kondisi lansia pekerja di Indonesia menjadi salah satu isu yang seharusnya diangkat oleh para kandidat dalam Pilkada 2024. 

Pemilihan kepala daerah adalah momentum bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang memiliki visi dan solusi nyata terhadap berbagai permasalahan sosial yang dihadapi, termasuk nasib lansia yang bekerja dalam kondisi rentan. 

Dalam konteks ini, para kandidat perlu menawarkan kebijakan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia.

Melalui kampanye dan debat publik yang menjadi ajang kandidat untuk memaparkan solusi mereka terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat harus memasukkan isu pekerja lansia dalam diskusi. 

Para kandidat perlu menghadirkan visi yang jelas mengenai bagaimana mereka akan menangani tantangan yang dihadapi lansia, khususnya mereka yang bekerja di sektor informal. 

Langkah-langkah kebijakan yang bisa ditawarkan adalah perluasan akses terhadap sistem jaminan sosial bagi lansia yang bekerja di sektor informal. 

Menciptakan skema-skema baru yang lebih spesifik untuk melindungi hari tua lansia, agar mereka tidak perlu memeras keringat demi bertahan hidup. 

Selain itu, peningkatan akses terhadap layanan kesehatan primer yang gratis dan berkualitas juga menjadi kebutuhan mendesak bagi lansia. 

Program dan visi misi tersebut tentunya bukanlah hanya retorika pemanis kata semata untuk mendulang suara. 

Dengan demikian, pemilih harus memahami bahwa tidak semua janji ini akan terwujud, terutama jika visi dan misi tersebut hanya menjadi retorika politik atau sekadar pemanis kata tanpa perencanaan yang jelas dan realistis.

Program yang baik tidak hanya sebatas janji, tetapi harus disertai dengan strategi konkret untuk mewujudkannya. Kandidat yang serius mengurus rakyat akan mampu merinci bagaimana cara mereka mencapai setiap tujuan dalam visi dan misinya. 

Misalnya, jika seorang kandidat berjanji meningkatkan kesejahteraan lansia, mereka harus memaparkan program spesifik seperti kebijakan jaminan sosial yang terukur, anggaran yang akan dialokasikan, dan koordinasi dengan pemerintah pusat atau lembaga lain untuk implementasinya.

Pemilih perlu bersikap kritis dengan menilai apakah program-program yang ditawarkan berdasarkan analisis yang mendalam terhadap kebutuhan lokal dan bukti empiris yang relevan. 

Pertanyaan yang harus diajukan oleh pemilih adalah: Apakah visi dan misi tersebut realistis? Apakah kandidat memiliki rekam jejak yang mendukung komitmennya? Apakah mereka menawarkan solusi yang terukur dan dapat dievaluasi dalam jangka panjang?

Dengan bersikap kritis dan tidak mudah tergoda oleh janji yang tak berdasar, masyarakat dapat memilih pemimpin yang serius dan kompeten dalam membawa perubahan positif. 

Hanya dengan memilih kandidat yang memiliki integritas dan komitmen nyata, rakyat dapat memastikan bahwa visi dan misi yang ditawarkan bukan hanya sekadar janji kosong, melainkan langkah nyata untuk memperbaiki kehidupan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun