Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kapitalisme dan Eksploitasi Lansia: Antara Retorika Pemberdayaan dan Realitas Penindasan

12 Oktober 2024   21:02 Diperbarui: 12 Oktober 2024   21:06 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber Gambar: KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Fenomena ini adalah bentuk eksploitasi baru yang dibungkus dalam bahasa yang lebih manis, yang pada dasarnya menempatkan beban kapitalisme di atas kelompok yang seharusnya paling dilindungi.

Pemerintah tampak seolah-olah mendukung narasi ini melalui kebijakan usia pensiun yang semakin panjang. Contohnya, bagi Dosen alias buruh intelektual atau peneliti, usia pensiun dapat mencapai 65-70 tahun. 

Kebijakan ini mencerminkan logika kapitalisme yang terus menuntut produktivitas tanpa batasan usia, seolah-olah manusia adalah sumber daya yang bisa terus dieksploitasi hingga titik terlemah sekalipun. 

Alih-alih melindungi pekerja lansia dari eksploitasi, negara dan media justru mendukung pandangan bahwa seseorang harus tetap produktif sampai usia lanjut, tanpa mempertimbangkan kualitas hidup mereka.

Kapitalisme Digital: Eksploitasi di Era Teknologi

Eksploitasi dalam kapitalisme tidak hanya terjadi pada lansia, tetapi juga merambah ke seluruh spektrum usia dalam bentuk tuntutan produktivitas yang semakin tinggi, terutama di era digital. 

Di masa kini, batasan antara waktu kerja dan waktu pribadi semakin kabur. Teknologi yang seharusnya memudahkan kehidupan justru menjadi alat untuk memperpanjang jam kerja secara tidak langsung. 

Seorang pekerja, baik di sektor formal maupun informal, kerap kali merasa terpaksa untuk terus terhubung dengan pekerjaan bahkan di luar jam kerja formal, demi memenuhi target penjualan, menulis laporan, atau mengejar tenggat waktu publikasi akademis di jurnal internasional seperti Scopus.

Fenomena ini sering kali digambarkan sebagai "fleksibilitas kerja" yang memungkinkan pekerja untuk mengatur waktu mereka sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi adalah pekerja justru semakin sulit untuk benar-benar melepaskan diri dari pekerjaan. 

Perusahaan menggunakan teknologi untuk memaksimalkan produktivitas pekerja dengan menghilangkan batasan fisik kantor dan jam kerja. Para pekerja tampak seolah-olah baik-baik saja dalam kondisi ini, tetapi kenyataannya mereka semakin terperangkap dalam sistem yang menguras tenaga dan waktu pribadi mereka tanpa henti.

Dalam kultur kerja modern ini, kelelahan bahkan dianggap sebagai tanda produktivitas. Karyawan yang kelelahan, begadang untuk menyelesaikan pekerjaan, atau yang selalu terhubung dengan gawai seolah-olah dianggap sebagai pekerja yang berdedikasi tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun