Data adalah Kekuasaan: Ketika Data Pribadi Menjadi Komoditas di Era Digital
Dalam era digital saat ini, data telah menjadi salah satu aset paling berharga di dunia dan menjadi komoditas yang sangat dicari. Dan data pribadi, yang mencakup segala informasi tentang identitas, menjadi target utama bagi perusahaan dan pemerintah.Â
Data, termasuk data pribadi dianggap sebagai "emas baru" karena dapat digunakan untuk berbagai tujuan, dari bisnis hingga politik. Konsep ini mempertegas ungkapan bahwa data adalah kekuasaan yang bisa menentukan banyak aspek kehidupan manusia.
Big Data: Kekuatan Bisnis dan Politik
Big data merujuk pada kumpulan data yang sangat besar dan kompleks yang dapat diolah untuk mendapatkan informasi yang berharga.Â
Di era digital, big data telah menjadi kekuatan utama dalam bisnis dan politik. Perusahaan teknologi besar seperti Google dan Facebook menggunakan data pengguna untuk mengembangkan produk dan layanan yang lebih baik, serta untuk mempersonalisasi iklan yang ditampilkan kepada pengguna.
Namun, kekuatan data tidak berhenti pada sektor bisnis saja. Dalam ranah politik, data digunakan untuk memahami dan memengaruhi perilaku pemilih.Â
Analisis data besar dapat mengungkap preferensi politik, kebiasaan, dan bahkan kemungkinan respons terhadap kampanye tertentu.Â
Hal ini memungkinkan politisi dan partai politik untuk menyusun strategi yang lebih efektif dalam memenangkan pemilihan.
Kapitalisme Pengawasan
Fenomena kapitalisme pengawasan, seperti yang dijelaskan oleh Shoshana Zuboff, menggambarkan bagaimana data pengguna menjadi komoditas utama dalam ekonomi digital.Â
Manusia bukan lagi hanya pekerja dalam sistem kapitalis, tetapi juga menjadi objek pengawasan melalui data digital mereka.Â
Setiap aktivitas online, mulai dari pencarian di Google hingga penggunaan media sosial, menghasilkan jejak data yang dapat diolah dan dijual untuk berbagai tujuan.
Google, sebagai pelopor kapitalisme pengawasan, menggunakan data pencarian, pesan suara, dan riwayat perjalanan untuk menghasilkan informasi berharga bagi perusahaan lain.Â
Data ini kemudian digunakan untuk meningkatkan efektivitas iklan dan menciptakan profil pengguna yang sangat detail.Â
Fenomena ini menunjukkan bagaimana data telah menjadi kekuatan yang sangat besar dalam ekonomi modern.
Serangan Siber dan Kebocoran Data
Dengan semakin meningkatnya nilai data, serangan siber juga mengalami peningkatan yang signifikan.Â
Di Indonesia, kebocoran data pribadi di Indonesia sering terjadi, dengan 79 insiden tercatat sejak 2019 menurut Kementerian Komunikasi dan Informasi.Â
Pada periode Januari hingga Juni 2023, telah terjadi 35 kasus, melebihi angka tahunan sejak 2019-2021.Â
Pada tahun 2022, data SIM card warga Indonesia diklaim telah dijual oleh hacker bernama Bjorka, dengan 1,3 miliar data pendaftar SIM card bocor.Â
Informasi yang bocor meliputi NIK, nomor telepon, dan tanggal pendaftaran, dengan total ukuran data mencapai 87 GB dan dijual seharga Rp743,5 juta.
Di tahun 2023, insiden kebocoran data menimpa nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI). Pada 8 Mei 2023, layanan transaksi mengalami gangguan yang diikuti oleh kebocoran data sebesar 1,5 TB yang dicuri oleh kelompok ransomware asal Rusia, Lockbit.Â
Mereka meminta tebusan sebesar Rp296 miliar dan setelah tidak dipenuhi, data tersebut disebarluaskan di pasar gelap pada 16 Mei 2023.
Masih di tahun 2023, kebocoran data terjadi lagi dengan bocornya 34 juta data paspor pada 5 Juli 2023, yang kembali melibatkan Bjorka.Â
Data yang bocor termasuk nama, nomor paspor, masa berlaku, tanggal lahir, dan jenis kelamin, dan dijual seharga Rp150 juta.Â
Terbaru, pada 14 Juli 2023, 337 juta data Dukcapil diunggah di situs BreachForums oleh kelompok yang mengklaim sebagai RRR, meliputi nama, nomor KK, tanggal lahir, alamat, NIK orang tua, nomor akta lahir, nikah, dan agama. Dan yang terbaru serangan siber Pusat Data Nasional Semestaran (PDNS) yang melumpuhkan seluruh sistem layanan pemerintah.
Data pribadi dari berbagai sektor, termasuk sektor keuangan, menjadi target utama para penyerang. Kebocoran ini tidak hanya merugikan individu yang datanya dicuri, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi dan mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem digital.
Regulasi Perlindungan Data
Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan regulasi yang kuat dan komprehensif. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27 Tahun 2022, bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap data pribadi.
Regulasi ini diharapkan dapat menciptakan keseimbangan dalam pengelolaan data pribadi, melindungi hak-hak subjek data, serta memastikan keamanan dalam transaksi digital lintas negara.
UU PDP juga berfungsi sebagai instrumen hukum yang penting dalam mencegah dan menangani kasus pelanggaran data pribadi.Â
Dengan adanya regulasi yang kuat, diharapkan dapat tercipta ekosistem ekonomi digital yang lebih aman dan terpercaya, yang pada akhirnya akan meningkatkan iklim investasi di Indonesia.
Data sebagai Hak Asasi Manusia
Perlindungan data pribadi sebagai bagian dari hak asasi manusia. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya.Â
Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan data pribadi bukan hanya isu teknis, tetapi juga isu hak asasi manusia yang mendasar.
Dalam konteks ini, UU PDP menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa hak-hak individu terhadap data pribadi mereka dilindungi secara hukum.Â
Perlindungan ini tidak hanya penting untuk menjaga privasi, tetapi juga untuk mencegah penyalahgunaan data yang dapat merugikan individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Kesimpulan
Data telah menjadi kekuasaan yang menentukan dalam era digital. Dari sektor bisnis hingga politik, data memainkan peran yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan.Â
Namun, dengan meningkatnya nilai data, tantangan terkait perlindungan dan keamanan data juga semakin besar.Â
Regulasi yang kuat dan komprehensif, seperti UU PDP, sangat diperlukan untuk memastikan bahwa data pribadi dilindungi dan dikelola dengan baik.Â
Selain itu, kesadaran akan pentingnya data sebagai bagian dari hak asasi manusia harus terus ditingkatkan untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan adil.
Data bukan lagi sekadar informasi. Dalam tangan yang tepat, data menjadi kekuasaan yang mampu mengubah dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H