Mohon tunggu...
Hen AjoLeda
Hen AjoLeda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Gengsi di Atas Fungsi: Memahami Alasan di Balik Perilaku Konsumtif

10 Juni 2024   20:57 Diperbarui: 10 Juni 2024   21:25 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Sumber Ilustrasi: TribunnewsBogor

Gengsi di Atas Fungsi: Memahami Alasan di Balik Perilaku Konsumtif

Saat kita berjalan-jalan di mal, berkumpul dengan teman-teman, atau sekadar menjelajahi media sosial, pemandangan orang-orang berbelanja atau sekedar memamerkan barang-barang mewah sudah menjadi hal yang biasa. Pemandangan ini tampaknya memantik pemikiran Jean Baudrillard tentang masyarakat konsumserisme.

Jean Baudrillard, seorang filsuf postmodern, menjelaskan bahwa, konsumerisme lebih dari sekedar tindakan mengonsumsi barang dan jasa, namun menjadi gaya hidup di kalangan masyarakat. Konsumerisme telah menjadi cara hidup yang membentuk kesadaran praktis dalam diri seseorang.

Dari tas bermerek hingga mobil mahal, tampaknya banyak masyarakat modern kini lebih tidak hanya mencari kebahagiaan tetapi juga diferensiasi dalam gaya hidup dan nilai yang sarat makna simbolik.

Makna simbolik dibalik perilaku konsumtif masyatakat modern, kemudian mengungkap fakta bahwa banyak orang kini lebih mementingkan gengsi daripada fungsi. 

Gengsi merujuk pada persepsi atau citra diri yang ingin ditampilkan kepada masyarakat. Sementara fungsi lebih mengutamakan kegunaan praktis suatu barang. Masyarakat modern cenderung berbelanja melampaui kebutuhan yang sebenarnya, yang mencerminkan citra diri melalui barang-barang konsumsi, tanpa mempertimbangkan kegunaan dan kebermanfaatnya.

Mengapa begitu banyak orang yang lebih mementingkan gengsi daripada fungsi Ternyata, ada beberapa alasan yang mendasari perilaku ini, dan pemahaman akan alasan-alasan tersebut bisa membantu kita melihat lebih dalam tentang bagaimana masyarakat modern berpikir dan berperilaku.

Identitas Sosial: Menunjukkan Affiliasi dan Meningkatkan Status

Identitas sosial merupakan salah satu motivasi utama di balik perilaku konsumtif yang berlebihan. Banyak orang membeli barang mewah sebagai cara untuk menunjukkan affiliasi dengan kelompok sosial tertentu. 

Sebagai contoh, memiliki mobil sport atau memakai jam tangan mewah sering kali dihubungkan dengan status sosial yang tinggi. Barang-barang ini bukan hanya benda mati, tetapi simbol yang menunjukkan bahwa pemiliknya adalah bagian dari kelompok elit. 

Dengan menunjukkan affiliasi ini, seseorang berharap dapat meningkatkan status sosialnya dan mendapatkan pengakuan dari orang lain.

Kebutuhan Pengakuan: Mencari Penghargaan Setelah Kebutuhan Dasar Terpenuhi

Setelah kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan keamanan terpenuhi, kebutuhan akan pengakuan menjadi salah satu dorongan utama dalam hidup seseorang. 

Teori hierarki kebutuhan Maslow menjelaskan bahwa setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan, manusia akan mencari cinta dan rasa memiliki, penghargaan, serta aktualisasi diri. 

Di sinilah peran barang-barang mewah. Memiliki barang-barang tersebut dapat memberikan perasaan dihargai dan diakui oleh orang lain, memenuhi kebutuhan psikologis untuk merasa penting dan dihormati dalam masyarakat.

Konformitas Sosial: Mengikuti Tren untuk Diterima

Konformitas sosial juga berperan besar dalam perilaku konsumtif. Banyak orang cenderung mengikuti tren dan norma sosial agar diterima oleh lingkungannya. 

Misalnya, ketika tren menggunakan sepatu merek tertentu sedang populer, banyak orang yang merasa harus memiliki sepatu tersebut agar tidak dianggap ketinggalan zaman. 

Perasaan takut tidak diterima atau dianggap berbeda membuat banyak orang mengikuti arus, meskipun sebenarnya mereka tidak terlalu membutuhkan barang tersebut. Konformitas ini sering kali dipicu oleh tekanan sosial dan keinginan untuk tidak merasa tertinggal dari kelompok sosialnya.

Konsumsi Simbolik: Barang Sebagai Simbol Status

Dalam banyak kasus, barang yang dibeli bukan hanya untuk fungsi praktisnya, tetapi juga untuk simbol status yang melekat padanya. Konsumsi simbolik ini terjadi ketika nilai suatu barang lebih banyak terkait dengan citra dan prestise yang ditimbulkannya daripada fungsi atau kegunaannya. 

Misalnya, seseorang mungkin membeli ponsel terbaru bukan karena fitur yang ditawarkan, tetapi karena ingin menunjukkan bahwa ia mampu membeli barang tersebut dan mengikuti perkembangan teknologi. 

Barang-barang ini menjadi penanda identitas sosial dan alat untuk menyampaikan pesan tentang siapa pemiliknya dan status apa yang ingin ditampilkan kepada dunia.

Self-Esteem: Meningkatkan Rasa Percaya Diri dan Citra Diri

Self-esteem atau harga diri juga menjadi faktor pendorong perilaku konsumtif yang berlebihan. Banyak orang merasa dengan memiliki barang mewah bisa meningkatkan rasa percaya diri dan citra diri mereka. 

Ketika seseorang memiliki barang yang dianggap berharga oleh masyarakat, mereka merasa lebih baik tentang diri sendiri dan lebih percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain. 

Barang-barang ini berfungsi sebagai penguat harga diri, memberikan perasaan bahwa mereka berharga dan layak dihormati. Rasa percaya diri yang meningkat ini kemudian membantu mereka menghadapi tantangan dan situasi sosial dengan lebih baik.

Pengaruh Media dan Iklan

Selain faktor-faktor sosial dan psikologis, media dan iklan juga memainkan peran penting dalam membentuk persepsi tentang gengsi dan fungsi. Media sering kali mempromosikan gaya hidup mewah dan mengasosiasikan barang-barang tertentu dengan status sosial yang tinggi. 

Iklan-iklan tersebut dirancang untuk menarik emosi dan membuat orang merasa bahwa mereka membutuhkan barang-barang tersebut untuk diterima dan dihargai oleh masyarakat. Pengaruh media ini sangat kuat dan dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku konsumen, sering kali tanpa disadari.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Konsumsumerisme dalam masyarakat menurut Baudrillard, terletak pada ideologi konsumsi yang didasarkan pada idealisme liberal-kapitalis dengan konsep masyarakat berkelimpahan yang mengidamkan kemapanan dan kenyamanan hidup. Ideologi konsumerisme kemudian membuat pemborosan menjadi logis.

Dari segi sosial, perilaku ini dapat memperlebar kesenjangan antara kelompok sosial yang berbeda. Orang-orang yang tidak mampu membeli barang-barang mewah merasa tertinggal dan kurang dihargai oleh masyarakat. 

Dari segi ekonomi, perilaku konsumtif yang berlebihan dapat menyebabkan masalah keuangan pribadi, seperti hutang yang menumpuk. Selain itu, fokus pada barang-barang mewah dapat mengalihkan perhatian dari investasi yang lebih produktif, seperti pendidikan dan kesehatan.

Menuju Kehidupan yang Lebih Seimbang

Untuk mengatasi kecenderungan mementingkan gengsi di atas fungsi, penting bagi individu untuk mengembangkan kesadaran diri dan memahami motivasi di balik perilaku konsumsi mereka. 

Edukasi tentang literasi keuangan dan pentingnya nilai-nilai non-material dapat membantu orang membuat keputusan yang lebih bijaksana. 

Selain itu, masyarakat dapat didorong untuk menghargai kualitas pribadi dan kontribusi sosial di atas kepemilikan materi. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan di mana fungsi dan kegunaan dihargai sama tingginya dengan gengsi dan status sosial.

Kesimpulan: Menerima dan Memahami Perilaku Konsumtif

Pada akhirnya, perilaku konsumtif yang berlebihan dan kecenderungan untuk lebih mementingkan gengsi daripada fungsi bukanlah sesuatu yang muncul tanpa alasan.

Faktor-faktor psikologis seperti identitas sosial, kebutuhan pengakuan, konformitas sosial, konsumsi simbolik, dan self-esteem semuanya memainkan peran penting dalam membentuk perilaku ini. 

Memahami alasan-alasan ini tidak hanya membantu kita melihat lebih jelas tentang diri sendiri dan orang lain, tetapi juga membantu kita membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun tidak ada yang salah dengan memiliki barang-barang mewah, penting untuk selalu mengingat bahwa nilai sejati seseorang tidak ditentukan oleh barang-barang yang dimiliki. 

Kesadaran akan motivasi di balik perilaku konsumtif dapat membantu kita menemukan keseimbangan antara keinginan untuk diterima dan diakui oleh orang lain, dan kebutuhan untuk tetap jujur dan autentik terhadap diri sendiri. 

Dengan begitu, kita dapat menikmati kehidupan dengan lebih bermakna dan memuaskan, tanpa terjebak dalam lingkaran tak berujung dari konsumsi yang tidak perlu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun