Film"Angka Jadi Suara": Rekam Jejak Perjuangan Buruh Perempuan Melawan Kekerasan Seksual
Beberapa hari lalu saya kembali menonton film dokumenter yang berjudul Angka Jadi Suara, yang diproduksi oleh Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) pada tahun 2017 yang disutradara oleh Dian Septi Trisnanti.
Berdasarkan sinopsisnya, film dokumenter ini tentang pelecehan seksual di pabrik – pabrik, di Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Jakarta Utara, menghadirkan cerita sekelompok perempuan yang tergabung dalam Komite Buruh Perempuan KBN dalam mengatasi pelecehan seksual di tempat kerja.
Sebetulnya, saya sudah nonton film ini, dan juga terlibat pada acara nonton bareng pada senin, 22 Mei 2017 silam, di Kafe Lico, Jln. Bima, Kec. Banguntapan, Kab. Bantul, DIY.Â
Waktu itu saya adalah mahasiswa S2 di salah satu Kampus di Yogyakarta, sebagai salah satu saksi dari acara pemutaran film tentang perjuangan buruh perempuan melawan kekerasan seksual di pabrik garmen dan tekstil. Mereka berjuang membongkar tabir kekerasan seksual yang sering kali tersembunyi dalam bayang-bayang seksisme patriarki.
Dan tulisan ini semacam sebuah narasi memori kecil atas peristiwa yang terjadi waktu itu, atau dalam bahasa ilmiahnya sebagai rekon pribadi, yang berarti "cerita ulang yang memuat kejadian dan penulis terlibat langsung dalam peristiwa/kejadian tersebut"(Taufiqur Rahman, 2018).
Sebagai sebuah rekon pribadi atas kisah dan tapak-tapak perjuangan buruh perempuan dalam melawan kekerasan seksual yang sering dianggap sebagai hidden violence, dilanggengkan oleh sistem dan struktur patriarki yang ada di masyarakat, menurut hemat saya, film dokumenter ini membuka kembali mata publik tentang realitas kejahatan seksual yang dialami oleh perempuan di tempat kerja yang terus terjadi hingga saat ini.
Kita mulai dari modus, bentuk-bentuk pelecehan seksual dan pelakunya. Sebagaimana diceritakan oleh seorang tokoh dalam film tersebut bahwa, salah satu modus pelaku melakukan pelecehan adalah dengan berpura-pura memperbaiki mesin di dekatnya dan kemudian mencoleknya.
Ia memberi kesaksian, bahwa ia kaget dan tidak nyaman saat mendengar komentar tidak senonoh atau candaan dan penggunaan kata-kata tidak senonoh dan merendahkan saat berbicara dengan rekan kerja perempuan dan berbau seksual dari mekanik.
Tatapan yang menjurus seksual dari mekanik saat bekerja. Beberapa pelaku juga menggunakan gerakan atau isyarat yang tidak senonoh terhadap karyawan perempuan.
Bahkan, mekanik sering mencolek pantat, paha, atau bagian tubuh lain dari karyawan perempuan saat mereka sedang bekerja. Bos memeluk karyawan perempuan dari belakang sambil meremas payudara mereka. Seorang pelaku memasukkan tangan ke dalam celana korban, bahkan di depan orang banyak.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!