Mohon tunggu...
Hen AjoLeda
Hen AjoLeda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Selamat Ulang Tahun, Buku

19 Mei 2024   19:00 Diperbarui: 20 Mei 2024   17:10 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buku: UNSPLASH/CLAY BANKS

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun formatnya berubah, esensi dari buku sebagai medium pengetahuan dan hiburan tetap bertahan. Akan tetapi, perubahan ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan buku cetak.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa membaca dari layar digital dapat mengurangi retensi informasi dan kualitas pemahaman dibandingkan dengan membaca dari kertas.

Nicholas Carr dalam bukunya "The Shallows: What the Internet Is Doing to Our Brains" mengungkapkan bahwa interaksi dengan teks digital dapat mengganggu konsentrasi dan mempercepat kelelahan mental.

Sedangkan, membaca dari kertas memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam dan retensi informasi yang lebih baik dibandingkan dengan membaca dari layar digital.

Selain dampak negatif terhadap kualitas membaca dari layar digital sebagaimana dikewatirkan Nicholas Carr, digitalisasi juga membuka pintu lebar bagi pembajakan buku. 

Pembajakan buku telah menjadi industri yang menggiurkan bagi beberapa pihak yang ingin mengeruk keuntungan tanpa memikirkan dampaknya terhadap penulis, penerbit, dan industri buku secara keseluruhan. Berdasarkan survei Ikapi pada tahun 2021, sekitar 75 persen penerbit menemukan buku terbitan mereka dibajak dan dijual di lokapasar (Kompas.id, 17 Mei 2023).

Dengan mudah kita bisa menemukan buku-buku bajakan yang dijual di Google, media sosial, dan aplikasi jual beli online. Buku-buku berkualitas diobral dengan harga yang sangat murah, sering kali hanya separuh atau bahkan sepertiga dari harga buku asli. Patut diduga itu pasti buku bajakan.

Praktik pembajakan ini merugikan semua pihak yang terlibat dalam industri buku. Penulis kehilangan royalti yang seharusnya mereka terima dari penjualan buku mereka, sementara penerbit kehilangan pendapatan yang penting untuk mendanai penerbitan karya-karya baru.

Selain itu, kualitas buku bajakan sering kali tidak sebanding dengan buku asli. Buku-buku bajakan mungkin memiliki kualitas cetak yang buruk, halaman yang hilang, atau bahkan kesalahan dalam isi teks. Hal ini tentu saja merugikan pembaca yang mungkin tidak menyadari bahwa mereka membeli buku bajakan.

Ironisnya, kemudahan akses terhadap buku bajakan sering kali dianggap sebagai solusi bagi harga buku asli yang dianggap terlalu mahal. Padahal, harga buku asli mencerminkan banyak aspek, mulai dari biaya produksi, royalti penulis, hingga biaya distribusi. Dengan membeli buku asli, kita turut mendukung keberlanjutan industri penerbitan dan mendorong terciptanya karya-karya baru yang berkualitas.

Tantangan lainnya dalah rendahnya minat baca. Berdasarkan data dari UNESCO, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah dalam hal literasi dunia. Statistik ini menunjukkan betapa rendahnya minat baca di negeri ini, dengan hanya 0,001% masyarakat Indonesia yang rajin membaca. Artinya, dari setiap 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang benar-benar memiliki kebiasaan membaca (kumparan.com, 19 September 2023). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun