Mohon tunggu...
Hen Ajo Leda
Hen Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal, yang ringan-ringan saja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kapitalisme dan Kesehatan Mental

19 April 2024   22:24 Diperbarui: 19 April 2024   22:29 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://www.timenews.co.id/

Kesehatan mental adalah aspek yang tak terpisahkan dari kesejahteraan manusia dan sebagai fondasi bagi kehidupan yang seimbang dan produktif. Sebagaimana tubuh memerlukan perawatan dan perhatian untuk tetap sehat, demikian pula emosi, kejiwaan, dan psikis membutuhkan perawatan rutin dan perhatian khusus.

Kesehatan mental yang baik memungkinkan seseorang untuk mengelola stres dengan efektif, berhubungan dengan orang lain secara positif, dan mengatasi tantangan hidup dengan cara yang lebih sehat.

Kemampuan untuk merespons situasi kehidupan dengan fleksibilitas emosional dan mental menciptakan landasan bagi individu untuk tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan.

Ketika kesehatan mental seseorang terganggu, dampaknya bisa sangat luas, termasuk depresi, kecemasan, dan bahkan pemikiran yang merugikan atau keinginan untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.

Selain dampaknya yang sangat luas, gangguan kesehatan mental juga mempengaruhi orang-orang sekitar, karena gejala dari gangguan ini dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk berfungsi di tempat kerja, di rumah, di sekolah, atau dalam masyarakat, dan pada akhirnya berkontribusi pada masalah sosial dan ekonomi yang lebih luas.

Misalnya, seorang yang mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi bisa menyebabkan penurunan produktivitas di tempat kerja, penurunan minat dan motivasi belajar, dan mengganggu hubungan interpersonal, menyebabkan isolasi sosial, membuat individu merasa terputus dari masyarakat dan dukungan sosial yang penting. 

Kesehatan Mental di Indonesia

Data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami darurat kesehatan mental, pasalnya sekitar 10% penduduk Indonesia mengidap gangguan mental, dengan lebih dari 19 juta orang dewasa mengalami gangguan mental emosional dan lebih dari 12 juta orang menderita depresi.

Data lain menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, 15,5 juta (34,9 persen) menyebutkan bahwa remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta (5,5 persen) remaja mengalami gangguan mental. Dari jumlah itu, baru 2,6 persen yang mengakses layanan konseling, baik emosi maupun perilaku.

Sementara itu, dari dunia pendidikan, berdasarkan hasil penapisan atau skrining kesehatan jiwa pada peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di 28 rumah sakit vertikal pendidikan ditemukan 22,4 persen peserta terdeteksi mengalami gejala depresi. Sekitar 3 persen di antaranya bahkan mengaku merasa lebih baik mengakhiri hidup atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apa pun (Kompas.id 16 April 2024).

Kondisi kesehatan mental masyarakat Indonesia yang demikian, kemudian memiliki dampak yang sangat signifikan pada produktivitas nasional. Ketika sebagian besar populasi mengalami gangguan mental, baik itu depresi, kecemasan, atau gangguan lainnya, efeknya akan merembet ke berbagai sektor kehidupan, termasuk ekonomi. 

Dalam konteks Indonesia yang sedang menuju transisi menjadi negara maju pada tahun 2045, kondisi kesehatan mental yang buruk dapat menjadi hambatan serius dalam mencapai tujuan tersebut.

Namun demikian, data tentang gangguan mental mungkin hanya mencatat sebagian kecil kasus, ibarat puncak gunung es, karena masih banyak yang belum terungkap. 

Masih banyak masyarakat yang menganggap adanya stigma yang kuat terhadap masalah kesehatan mental. Mayoritas orang masih mengaitkan kesehatan mental dengan aspek mistis atau kepercayaan tradisional dan hal gaib. 

Banyak individu yang mengidap gangguan mental mengalami pemasungan, dengan sekitar 14% pasien dipasung seumur hidup dan 31,5% setidaknya mengalami pemasungan dalam tiga bulan terakhir. Selain itu, 91% masyarakat Indonesia yang mengalami gangguan kejiwaan tidak mendapatkan penanganan yang memadai.

Kapitalisme dan Kesehatan Mental

Segala persoalan terkait dengan kesehatan mental masyarakat modern saat ini adalah buah dari sistem kapitalisme. Secara ekonomi-politik kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang berpusat pada kepemilikan pribadi, produksi untuk keuntungan, dan pasar bebas, telah menjadi pilar utama dalam pembentukan masyarakat modern.

Dengan fokusnya pada pertumbuhan ekonomi dan persaingan pasar, kapitalisme cenderung memperkuat nilai-nilai seperti individualisme, konsumsi berlebihan, dan tekanan untuk mencapai kesuksesan material. 

Sistem ekonomi kapitalisme memberikan dampak yang cukup besar terhadap kesehatan mental masyarakat modern. Nilai individualisme yang ditekankan dalam kapitalisme sering kali mengisolasi individu-individu dari dukungan sosial yang penting untuk kesejahteraan mental mereka. 

Dorongan untuk mencapai kesuksesan material juga sering kali menghasilkan tekanan yang berlebihan, meningkatkan risiko stres, kecemasan, dan depresi.

Laporan World Happiness Report 2024, Forum Ekonomi Dunia (WEF) bahwa kesehatan mental masyarakat khususnya kaum muda disebabkan oleh tantangan ekonomi yang dihadapi oleh generasi muda menjadi faktor utama yang memengaruhi kesejahteraan psikologis  (Kompas.id, 17 April 2024).

Tantangan ekomoni seperti biaya hidup yang tinggi, termasuk harga rumah, pendidikan, dan layanan kesehatan yang terjangkau, menjadi hambatan besar bagi keamanan finansial. 

Penghasilan yang stagnan dan pekerjaan yang tidak stabil dalam ekonomi gig semakin menekan kondisi keuangan kaum muda, menyebabkan penundaan dalam mencapai tujuan hidup seperti memiliki rumah atau membangun keluarga. Hal ini menyebabkan perasaan stres, ketidakpuasan, dan kurangnya stabilitas emosional yang berdampak pada kesejahteraan mental.

Demikian dalam sistem kapitalisme, di mana produksi diarahkan pada keuntungan dan kontrol modal, alienasi kerja menjadi semakin umum dan berdampak pada kesehatan mental pekerja. Alienasi kerja terjadi ketika pekerja merasa tidak memiliki kendali atas pekerjaan mereka, hanya dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan ekonomi.

Dalam dunia pendidikan, kapitalisme telah menciptakan paradigma "berhasil atau gagal", di mana kegagalan dianggap sebagai kelemahan individu yang tidak mampu bersaing di pasar kerja yang kompetitif.

Sebagaimana data  Kementerian Kesehatan (Kompas.id, 15 April 2024 ) yang menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa kedokteran mengalami tingkat stres yang tinggi, . 

Hasil skrining Kementerian Kesehatan mengkonfirmasi hal tersebut, bahwa lebih dari seperlima mahasiswa PPDS mengalami gejala stres, kecemasan, dan bahkan depresi, dengan sebagian kecil di antaranya bahkan menghadapi pemikiran untuk mengakhiri hidup karena tekanan akademis yang kompetitif menjadi faktor pemicu utama dalam masalah kesehatan mental di kalangan mahasiswa kedokteran.

Demikian penting bagi kita untuk secara kritis mempertimbangkan restrukturisasi nilai-nilai dan prioritas dalam sistem ekonomi. Kesejahteraan mental individu harus ditempatkan sebagai prioritas utama, dan lingkungan yang mendukung serta inklusif harus dipromosikan untuk semua orang, tanpa terkecuali. 

Oleh karena itu, mengatasi kesehatan mental adalah dengan mengubah sistem kapitalisme ekonomi-politik dengan sistem yang lebih berkeadilan sosial.

Perubahan ini dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan ekonomi, membangun dukungan sosial yang lebih kuat, menyediakan akses yang lebih luas terhadap layanan kesehatan mental, mengurangi tekanan untuk mencapai kesuksesan material, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih dukungan.

Dengan demikian, memperjuangkan sistem yang lebih berkeadilan sosial tidak hanya akan memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga akan memiliki dampak positif yang signifikan pada kesehatan mental masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun