Mohon tunggu...
Helmy Hananto
Helmy Hananto Mohon Tunggu... -

Perencana Keuangan. Certified Financial Planner (CFP), Associate Estate Planning Practitioner (AEPP), Chartered Accountant (CA)

Selanjutnya

Tutup

Financial

Membebaskan Diri dari Jeratan Utang Kartu Kredit yang Melilit hingga Leher

29 Oktober 2018   09:31 Diperbarui: 29 Oktober 2018   11:42 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa kali saya melihat ada kawan yang dikejar-kejar Debt Collector (DC) kartu kredit. Para pembaca tentu juga pernah melihat situasi semacam ini. 

Teman yang menjadi debitur macet terpaksa menyembunyikan diri sambil berganti-ganti nomor handphone selama belum mampu membereskan tunggakannya. Situasi ini tentu mengganggu ketentraman dirinya sekaligus kerabat di lingkungannya.

DC dalam bekerja cukup agresif karena kompensasi diperoleh berupa insentif  berdasarkan presentase dari besaran angka penagihan yang berhasil diperoleh. Mereka pun saat ini makin kreatif dalam menguber sasarannya. 

Tidak hanya melalui kontak saksi debitur yang dicantumkan saat aplikasi kartu kredit (biasanya saudara tidak serumah), melainkan  melalui social media. Sang DC melakukan verifikasi profil dan menghubungi kawan-kawan terdekatnya untuk mencari informasi keberadaan debitur macet tersebut.

Bagaimana tagihan kartu kredit bisa sampai macet?

Menjadi macet ketika tidak mampu lagi membayar kewajiban kartu kredit melewati batas waktu jatuh tempo akibat terlampauinya tingkat pendapatan dan tabungan simpanan yang dimiliki debitur.

Kondisi macet pun biasanya juga terjadi bertahap, tidak mendadak. Dimulai dari ketika debitur hanya mampu melakukan angsuran minimum. Disitulah gejala "kanker" ekonomi pribadi bermula karena pembayaran tersebut sebenarnya hanya menutup kewajiban bunga kartu kredit tanpa ada pengurangan pokok hutang. Analoginya seperti seorang yang menderita sakit namun hanya makan obat pain killer. Setelah "tumor" bunga kredit membengkak akhirnya terjadilah "stroke" keuangan akibat tersumbatnya aliran dana debitur.

Penyebab pertama yang kerap terjadi adalah musibah, seperti bencana kerusakan harta benda, kecelakaan atau sakit keras yang menimpa anggota keluarga. Musibah ini tidak terduga datangnya. Kartu kredit menjadi solusi tercepat yang tersedia saat kebutuhan dana darurat. Sekarang ini di internet saya melihat makin banyak bermunculan produk fintech dana tunai berbunga tinggi, yang merupakan variasi inovasi dari kartu kredit. Pinjaman cepat cair berbunga tinggi tanpa agunan.

Kebutuhan dana dalam situasi genting tidak memberikan kesempatan berpikir panjang bagaimana perolehan nanti sumber dana pelunasannya.

Seorang kawan bercerita sendiri kepada saya, tadinya berjaya memiliki pabrik produk ekspor namun berbalik sengsara dengan tanah mangkrak ketika pabrik sumber nafkah keluarga dan ratusan karyawannya tersebut hangus dilalap api.

Saya juga sedih ketika seorang kawan tiba-tiba terbelit hutang kartu kredit setelah pasangan hidup nya terkena sakit keras, masuk kamar perawatan khusus rumah sakit bertarif tinggi dalam jangka waktu tertentu, sebelum akhirnya pun meninggal dunia.

Suatu musibah selalu tidak terduga namun sebenarnya dapat diantisipasi.

Risiko musibah merupakan sesuatu yang melekat sepanjang hidup kita. Sedang bersantai di kamar tidur pun tidak tertutup kemungkinan tiba-tiba bangunan runtuh akibat gempa.

Risiko musibah dapat di minimalisir dampak kerugian ekonominya secara signifikan dengan perlindungan asuransi. Penggantian dana dari perusahaan asuransi memungkinkan kita untuk bangkit kembali, tidak memberatkan kerabat atau menyusahkan keluarga terkasih yang menjadi beban tanggungan.

Dalam anggaran pribadi terutama keluarga muda yang baru menapak, memiliki proteksi asuransi jiwa memiliki prioritas lebih tinggi daripada menabung. Jika musibah terjadi tanpa ada asuransi, akumulasi tabungan dan harta biasanya tidak mampu berbuat banyak. 

Bila beban premi asuransi dirasa masih tinggi karena level pendapatan masih relatif rendah, mulai lah dengan limit pertanggungan yang lebih rendah. Masih lebih aman mempunyai asuransi dengan nilai pertanggungan rendah ketimbang tidak ada proteksi sama sekali.

Tanpa proteksi asuransi, risiko musibah adalah bagai bom waktu yang mengintai setiap saat. Insurance awareness masyarakat kita saat ini masih relatif cukup rendah dibanding negara maju, namun sudah menunjukkan trend meningkat.

Penyebab berikut pembayaran hutang kartu kredit macet adalah kerugian bisnis akibat perhitungan yang meleset.

Pada asumsi awal diyakini ada sejumlah penghasilan masuk dengan margin keuntungan yang lebih besar daripada biaya bunga kartu kredit. Namun realisasinya ternyata tidak sesuai harapan.

Rugi dan untung dalam bisnis adalah soal lumrah. Namun yang berbahaya adalah jika dana yang dipertaruhkan terlalu besar dibandingkan dengan asset yang dimiliki. Hindarkan over optimism. Lakukan pinjaman dengan risiko yang terukur. Tumbuhkan bisnis secara proses organic dan bertahap, dan tidak berharap instant lekas kaya. Jika ada proyek besar dengan modal besar pula, sebarkan kan lah risiko dengan beberapa investor lain.

Penyebab terakhir adalah pola konsumsi yang berlebihan diatas kesanggupan, yaitu belanja dengan pola cicilan yang akhirnya menumpuk berakumulasi sehingga total angsuran akhirnya menjadi sama besarnya dengan pendapatan. Problema kemudian muncul ketika hilangnya sebagian sumber pendapatan. Besar pasak daripada tiang.

Untuk keperluan belanja sehari-hari, kartu kredit itu ibarat pisau bermata dua. Jika mahir menggunakannya, banyak sekali manfaat kartu kredit. Selain aman karena tidak perlu membawa tunai, juga ada tenggang waktu pembayaran.

Persaingan bisnis kartu kredit cukup ketat saat ini mendorong bank penerbit sering mengeluarkan promosi reward point yang besar atau diskon istimewa dari para merchant. Sekarang pun ada lagi promosi cash back pembayaran melalui payment gateway di toko online yang menjamur saat ini.

Kuncinya, belanjalah sesuai kemampuan dan prioritas anggaran yang cermat dan rasional. Buang jauh pola hidup konsumtif yang emosional. Sebelum membeli, pertimbangkan berulang kali apakah itu suatu kebutuhan atau sekedar keinginan. Lunaskan bersih tagihan kartu kredit setiap bulannya.

Ketika jeratan hutang kartu kredit sudah telanjur melilit leher, bagaimana kita membebaskan diri?

Ketika situasi seperti ini sudah menimpa, maka "diet ketat" belanja menjadi tindakan mutlak agar segala "penyakit kronik" dan "lapisan lemak" hutang tersebut bertahap luntur. Terus menerus dilakukan hingga "tensi" aliran dana keuangan pulih kembali.

Beberapa cara yang bisa dilakukan.

Pertama, menjual asset yang dimiliki untuk melunaskan hutang. Bisa berupa kendaraan bermotor, atau barang lain apapun yang masih laku dijual, jam tangan, sepatu, tas atau apapun.

Cara berikutnya, mengkonversi dengan sumber pinjaman lain yang bunga nya lebih lunak, agar porsi hutang pokok dapat terbayarkan sedikit demi sedikit.

Ingatlah untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama ketika beban cashflow terasa mulai nyaman.

Jadi kedepannya, miliki dan laksanakan lah anggaran rumah tangga yang bijak. Bentuk dan bangunlah akumulasi tabungan dan investasi agar tercapai target masa bebas finansial di usia sebelum lanjut.

Berpandanganlah jauh kedepan untuk mempersiapkan usia baya yang makmur sejahtera penuh nikmat. Miliki proteksi penghasilan dari asuransi bagi tanggungan keluarga terkasih, selama Anda dalam perjalanan menuju tahap bebas finansial tersebut. Ketenangan pikiran karena keuangan beres menjadikan fisik semakin sehat.

Kutipan dari Charles A. Jeffe, "Bukan gaji dan tingkat penghasilan yang membuat Anda sejahtera, melainkan pola belanja Anda"

Helmy Hananto -- Wealth Planner

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun