Mohon tunggu...
Helmi Faisal 55522110039
Helmi Faisal 55522110039 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Pajak International

Helmi Faisal Kholagi 55522110039; Jurusan Magister Akuntansi; Fakultas Ekonomi dan Bisnis; Universitas Mercubuana; Mata Kuliah Pajak International; Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 7 Diskursus Peleburan Fusi Horizon Sistem P3B Metode Gadamer

24 Oktober 2023   09:56 Diperbarui: 24 Oktober 2023   10:26 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian, konsep fusi horison dalam hermeneutika Gadamer bukan hanya sekadar teori pemahaman, melainkan merupakan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana manusia dapat membentuk karakter dialogis melalui proses pembentukan, kesadaran prasangka-prasangka, keterbatasan dan keterkondisian memahami, serta hubungan dialogis dengan sejarah, tradisi, dan kebudayaan. Dengan memahami konsep ini secara menyeluruh, kita dapat mengembangkan landasan untuk menciptakan dialog antar budaya yang autentik dan bermakna.

Bagaimana Relevansi untuk Dialog antar Budaya di Indonesia

Dalam upaya membangun dialog antar budaya di Indonesia, konsep hermeneutik fusi horison memiliki relevansi yang besar. Pemahaman konsep ini memberikan landasan filosofis dan metodologis untuk mengeksplorasi cara manusia dapat saling memahami dan menjembatani perbedaan budaya dalam konteks keanekaragaman masyarakat Indonesia.

Gagasan utama dalam fusi horison adalah bahwa melalui proses pembelajaran (Bildung), manusia dapat menemukan hal-hal yang universal dalam peristiwa-partikular. Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman budaya, pendekatan ini menjadi kunci untuk memahami dan menghargai berbagai tradisi, adat, dan kepercayaan yang hidup berdampingan.

Proses fusi horison bukanlah tugas yang mudah di Indonesia, mengingat kompleksitas dan tingginya tingkat kemajemukan di negara kepulauan terbesar di dunia ini. Keanekaragaman budaya tidak hanya menjadi potensi kekayaan tetapi juga tantangan besar untuk mencapai harmoni dalam dialog antar budaya. Hal ini terwujud dalam beragam prasangka historis, linguistik, dan budaya yang mungkin mempengaruhi interaksi antar kelompok.

Dalam menghadapi tantangan ini, kesadaran akan prasangka-prasangka menjadi kunci untuk membangun pemahaman bersama. Setiap upaya untuk membangun dialog antar budaya memerlukan kemauan untuk berkomunikasi dan mendengarkan satu sama lain. Penyadaran terhadap prasangka-prasangka ini memungkinkan individu dan kelompok untuk saling memahami titik tolak dan perspektif masing-masing.

Proses penyadaran prasangka-prasangka ini tidak hanya menjadi landasan untuk saling memahami, tetapi juga membuka jalan bagi proyeksi ke arah keutuhan makna hidup bersama. Dalam konteks ini, proyeksi keutuhan makna-makna bersifat menyatukan dan menjembatani perbedaan horison historis, linguistik, dan kultural. Proyeksi ini memungkinkan masyarakat Indonesia menemukan bahasa bersama dalam praksis berdialog.

Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, menjadi representasi konkret dari konsep fusi horison dalam kehidupan berbudaya. Pancasila tidak hanya sebuah rumusan formal, tetapi juga proses "menjadi" landasan berdialog antar budaya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mencerminkan hasil dari interaksi dan perjumpaan dialogis masyarakat Indonesia dengan berbagai latar belakang budaya.

Sebagai pandangan hidup, nilai-nilai Pancasila perlu terus mengalami proses penyadaran, penghayatan, pendalaman, dan penegasan dalam "dunia-batin" masyarakat. Penghargaan terhadap nilai-nilai universal dalam kelima sila Pancasila dapat menjadi bahasa bersama yang menjembatani dialog antar budaya. Pancasila bukan hanya warisan sejarah tetapi juga narasi kebudayaan yang mengaktualisasikan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, proses pembentukan bahasa bersama dan kesepahaman umum memerlukan penghayatan nilai-nilai Pancasila secara kreatif. Pancasila bisa dianggap sebagai narasi kebudayaan yang menciptakan rasa kebersamaan dan komunalitas dalam hidup bersama. Melalui narasi kebudayaan ini, nilai-nilai universal Pancasila dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk dialog antar budaya.

Penting untuk membedakan antara Pancasila sebagai rumusan dasar negara dan Pancasila sebagai proses "menjadi" landasan berdialog antar budaya. Sebagai rumusan dasar negara, Pancasila terdapat dalam rumusan kelima silanya. Namun, sebagai proses "menjadi", Pancasila terus mengalami evolusi dalam "dunia-batin" masyarakat, menjadikannya lebih dari sekadar dokumen sejarah.

Penyegaran pemahaman dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila perlu menjadi fokus utama agar Pancasila tetap hidup dan relevan sebagai landasan berdialog antar budaya. Proses ini juga membantu menghadapi aneka bahaya ekstremisme dengan memperkuat nilai-nilai universal yang terkandung dalam Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun