Mohon tunggu...
Helmi Faisal 55522110039
Helmi Faisal 55522110039 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Pajak International

Helmi Faisal Kholagi 55522110039; Jurusan Magister Akuntansi; Fakultas Ekonomi dan Bisnis; Universitas Mercubuana; Mata Kuliah Pajak International; Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 7 Diskursus Peleburan Fusi Horizon Sistem P3B Metode Gadamer

24 Oktober 2023   09:56 Diperbarui: 24 Oktober 2023   10:26 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kesimpulannya, konsep horison dalam Truth and Method memiliki peran sentral dalam memahami struktur pengalaman dan pembentukan pemahaman individu. Horison menjadi kerangka perspektif dan dimensional yang memengaruhi semua aktivitas memahami. Sifat dinamis dan terbuka horison memungkinkan eksplorasi dan fusi horison, yang memberikan dimensi formatif pada pembangunan pemahaman seseorang. Fusi horison juga memberikan wawasan yang lebih dalam terhadap sejarah dan konteks, membentuk karakter individu yang mampu berdialog dengan berbagai pandangan. Sebagai konsep yang mengakar dalam fenomenologi, horison dan fusi horison mengajak kita untuk melihat pemahaman sebagai proses yang terus berkembang, terbuka terhadap keragaman perspektif, dan membentuk esensi eksistensial manusia.

ddtc.go.id
ddtc.go.id

Mengapa Proses Kerja Fusi Horison Memberikan Kontribusi bagi Pembentukan Karakter Dialogis

Konsep fusi horison, dalam konteks pemahaman manusia, dapat dipahami sebagai suatu proses yang mendalam dan kompleks. Dalam menggali makna ini, kita dapat merenungkan bagaimana konsep ini berperan sebagai elemen integral dari cara kita berinteraksi, bereksistensi, dan berelasi dengan sejarah, kebudayaan, serta sesama manusia. Fusi horison, pada hakikatnya, memainkan peran formatif dalam membentuk karakter dialogis manusia.

Pertama-tama, kita dapat menjelajahi bagaimana fusi horison bekerja dalam konteks aktivitas memahami, memandangnya sebagai suatu pola lingkaran hermeneutik yang melibatkan proses menyeluruh dan komprehensif. Gagasan inti di sini adalah hubungan timbal-balik dan terbuka antara elemen-elemen umum dan khusus, lama dan baru, masa lalu dan masa sekarang. Ini melibatkan merengkuh horison baru tanpa meninggalkan yang lama, ekspansi pemahaman terhadap hal-hal yang dianggap belum diketahui, dan membuka dimensi keterhubungan mutlak antara parsialitas dan universalitas. Pola gerak lingkaran hermeneutik ini menggambarkan dinamisme, keterbukaan, dan keterbatasan horison-horison yang terlibat dalam suatu tindakan memahami.

Kedua, fusi horison membentuk kerangka pemahaman melalui proses penyadaran, penerimaan, dan pengakuan atas prasangka-prasangka yang memengaruhi atmosfer proses memahami. Proses ini melibatkan pengakuan terhadap "bangunan" pemahaman yang terbentuk secara sedimentatif, historis, kultural, dan dinamis-terbuka. Penyadaran terhadap prasangka-prasangka ini memainkan peran penting dalam menjaga keaslian dialog antar budaya. Tanpa menyadari prasangka-prasangka yang mungkin memengaruhi persepsi, dialog dapat terjebak dalam "tirani" prasangka yang dapat menghalangi pertukaran ide dan pemahaman yang sebenarnya.

Proses penyadaran prasangka-prasangka terjadi ketika kita memasuki relasi dan komunikasi dialogis. Prasangka-prasangka ini menjadi bagian dari kesadaran verbal kita, dan tugas hermeneutika adalah melihat apakah prasangka-prasangka tersebut menguatkan atau memperlemah komunitas hermeneutik. Proses transformasi prasangka-prasangka ini melibatkan dialog dalam bentuk lingkaran hermeneutik, di mana prasangka-prasangka yang tidak konsisten dengan kebutuhan makna diselaraskan dengan makna-makna yang lebih luas dan universal. Hasilnya adalah transformasi prasangka ke dalam bentuk-bentuk baru yang lebih selaras dan adaptif dengan lingkungan hidup kita.

Ketiga, kita perlu memahami bahwa dimensi formatif fusi horison tidak hanya mencakup dinamika horison individu, tetapi juga terkait dengan batasan dan kondisi historis, linguistik, dan kultural. Aktivitas memahami selalu terjadi dalam konteks sejarah, bahasa, dan kebudayaan, dan persoalan keterbatasan dan keterkondisian memahami membuka pintu ke dunia relasional antara horison individu dan horison sejarah, bahasa, serta kebudayaan.

Rasionalitas hermeneutik bekerja dalam jejaring dan keterhubungan dengan makna-makna yang lebih besar. Aktivitas memahami yang terbatas, terkondisikan, atau tersituasikan melibatkan pengungkapan makna melalui keterhubungan rasio dengan jejaring makna yang lebih besar. Dalam kerangka ini, keterbatasan aktivitas memahami membuka peluang untuk perjumpaan dan pengalaman hermeneutik melalui dialog, di mana hubungan atau relasi menjadi kunci untuk membuka ruang-ruang dialog antar budaya.

Keempat, kita memahami bahwa dimensi formatif fusi horison berperan dalam membentuk manusia sebagai sosok yang berkarakter dialogis. Konsep Bildung, yang terkait dengan formasi, transformasi, dan budaya, menjadi relevan di sini. Proses pembentukan dan pendidikan manusia dalam konsep Bildung menciptakan individu yang mampu menemukan hubungan antara kesatuan umum dan aspek-aspek yang berbeda, serta bentuk-bentuk universal dalam hal-hal yang bersifat partikular.

Bildung membantu membangun manusia berkarakter dialogis dengan mengajarkan proses internalisasi tradisi. Sejarah, tradisi, dan kebudayaan dianggap sebagai "engkau" dengan siapa "aku" menjalin relasi dialogis. Dalam konteks ini, tindakan memahami tidak hanya sebagai menempatkan sejarah, tradisi, dan kebudayaan sebagai objek pemahaman, melainkan sebagai tindakan yang selalu terhubung secara aktif dengan elemen-elemen tersebut.

Fusi horison dalam pandangan hermeneutik Gadamer memberikan kontribusi penting dalam upaya untuk saling memahami melalui pembentukan karakter manusia sebagai sosok yang berkarakter dialogis. Dalam konteks dialog antar budaya, langkah-langkah untuk membentuk manusia berkarakter dialogis melibatkan kesediaan untuk terlibat dalam proses pembentukan dan pendidikan, menyadari prasangka-prasangka yang mungkin memengaruhi persepsi, memahami keterbatasan dan keterkondisian dalam aktivitas memahami, dan membuka diri terhadap hubungan dan relasi sebagai kunci untuk dialog yang autentik.

Pentingnya pokok persoalan dan bahasa bersama dalam dialog antar budaya menjadi fokus dalam pemahaman konsep ini. Proses menemukan bahasa bersama melibatkan tahap awal di mana bahasa bersama adalah medium pembentukan internal dan kemudian bertransformasi menjadi bahasa yang hidup dalam dialog antar budaya. Bahasa bersama menciptakan jalan menuju ke dialog yang lebih dalam dan memungkinkan transformasi pemikiran bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun