Dengan demikian, konsep fusi horison dalam hermeneutika Gadamer bukan hanya sekadar teori pemahaman, melainkan merupakan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana manusia dapat membentuk karakter dialogis melalui proses pembentukan, kesadaran prasangka-prasangka, keterbatasan dan keterkondisian memahami, serta hubungan dialogis dengan sejarah, tradisi, dan kebudayaan. Dengan memahami konsep ini secara menyeluruh, kita dapat mengembangkan landasan untuk menciptakan dialog antar budaya yang autentik dan bermakna.
Bagaimana Relevansi untuk Dialog antar Budaya di Indonesia
Dalam upaya membangun dialog antar budaya di Indonesia, konsep hermeneutik fusi horison memiliki relevansi yang besar. Pemahaman konsep ini memberikan landasan filosofis dan metodologis untuk mengeksplorasi cara manusia dapat saling memahami dan menjembatani perbedaan budaya dalam konteks keanekaragaman masyarakat Indonesia.
Gagasan utama dalam fusi horison adalah bahwa melalui proses pembelajaran (Bildung), manusia dapat menemukan hal-hal yang universal dalam peristiwa-partikular. Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman budaya, pendekatan ini menjadi kunci untuk memahami dan menghargai berbagai tradisi, adat, dan kepercayaan yang hidup berdampingan.
Proses fusi horison bukanlah tugas yang mudah di Indonesia, mengingat kompleksitas dan tingginya tingkat kemajemukan di negara kepulauan terbesar di dunia ini. Keanekaragaman budaya tidak hanya menjadi potensi kekayaan tetapi juga tantangan besar untuk mencapai harmoni dalam dialog antar budaya. Hal ini terwujud dalam beragam prasangka historis, linguistik, dan budaya yang mungkin mempengaruhi interaksi antar kelompok.
Dalam menghadapi tantangan ini, kesadaran akan prasangka-prasangka menjadi kunci untuk membangun pemahaman bersama. Setiap upaya untuk membangun dialog antar budaya memerlukan kemauan untuk berkomunikasi dan mendengarkan satu sama lain. Penyadaran terhadap prasangka-prasangka ini memungkinkan individu dan kelompok untuk saling memahami titik tolak dan perspektif masing-masing.
Proses penyadaran prasangka-prasangka ini tidak hanya menjadi landasan untuk saling memahami, tetapi juga membuka jalan bagi proyeksi ke arah keutuhan makna hidup bersama. Dalam konteks ini, proyeksi keutuhan makna-makna bersifat menyatukan dan menjembatani perbedaan horison historis, linguistik, dan kultural. Proyeksi ini memungkinkan masyarakat Indonesia menemukan bahasa bersama dalam praksis berdialog.
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, menjadi representasi konkret dari konsep fusi horison dalam kehidupan berbudaya. Pancasila tidak hanya sebuah rumusan formal, tetapi juga proses "menjadi" landasan berdialog antar budaya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mencerminkan hasil dari interaksi dan perjumpaan dialogis masyarakat Indonesia dengan berbagai latar belakang budaya.
Sebagai pandangan hidup, nilai-nilai Pancasila perlu terus mengalami proses penyadaran, penghayatan, pendalaman, dan penegasan dalam "dunia-batin" masyarakat. Penghargaan terhadap nilai-nilai universal dalam kelima sila Pancasila dapat menjadi bahasa bersama yang menjembatani dialog antar budaya. Pancasila bukan hanya warisan sejarah tetapi juga narasi kebudayaan yang mengaktualisasikan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, proses pembentukan bahasa bersama dan kesepahaman umum memerlukan penghayatan nilai-nilai Pancasila secara kreatif. Pancasila bisa dianggap sebagai narasi kebudayaan yang menciptakan rasa kebersamaan dan komunalitas dalam hidup bersama. Melalui narasi kebudayaan ini, nilai-nilai universal Pancasila dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk dialog antar budaya.
Penting untuk membedakan antara Pancasila sebagai rumusan dasar negara dan Pancasila sebagai proses "menjadi" landasan berdialog antar budaya. Sebagai rumusan dasar negara, Pancasila terdapat dalam rumusan kelima silanya. Namun, sebagai proses "menjadi", Pancasila terus mengalami evolusi dalam "dunia-batin" masyarakat, menjadikannya lebih dari sekadar dokumen sejarah.
Penyegaran pemahaman dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila perlu menjadi fokus utama agar Pancasila tetap hidup dan relevan sebagai landasan berdialog antar budaya. Proses ini juga membantu menghadapi aneka bahaya ekstremisme dengan memperkuat nilai-nilai universal yang terkandung dalam Pancasila.