Mohon tunggu...
Helma Amelia
Helma Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki hobi berolahraga dan membaca komik webtoon.

Selanjutnya

Tutup

Book

Pengorbanan Sitti Nurbaya demi Kedua Orang Tuanya

5 Mei 2023   20:08 Diperbarui: 5 Mei 2023   20:10 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Judul Buku                :    Sitti Nurbaya

Pengarang                :    Marah Rusli

Penerbit                     :    Balai Pustaka

Kota Terbit               :    Jakarta

Tahun Terbit           :    1922

Jumlah Halaman   :     xvi, 386 halaman

Telah banyak ulasan tentang cerita novel Sitti Nurbaya. Novel ini sangat terkenal dalam perkembangan sejarah sastra di Indonesia. Sebagian penulis ada yang mengambil kesimpulan bahwa tema cerita ini ialah tentang perjodohan dan kawin paksa, kasih tak sampai, atau tentang perkawinan secara adat di Padang saat itu. Bisa saja hal itu terjadi karena secara keseluruhan kita memandang novel Sitti Nurbaya dan novel-novel tahun 20-an, pada masanya ada pada seputar lingkaran besar tema itu.

Namun, tidak sekadar menentukan tema, aspek lain dari cerita Sitti Nurbaya dapat juga melihatnya dari sudut pandang yang lain. Misalnya, ingin mengangkat nilai-nilai budaya lokal atau nilai-nilai kehidupan adat di Padang di tengah-tengah penjajahan Belanda saat itu. Nilai-nilai kehidupan itu dapat pula dilihat dari sudut pandang sikap, budaya, perjuangan hak emansipasi, keteguhan prinsip dan perilaku pengorbanan tokohnya. Bagaimana dengan sikap keteguhan Sitti Nurbaya saat dihadapkan pada dua pilihan berat Datuk Meringgih yang ditawarkan kepada Baginda Sulaiman, ayah Sitti Nurbaya?

Penulis novel ini menempatkan tokoh Sitti Nurbaya sebagai judul novel. Pembaca akan diajak untuk menyimak perjalanan cerita kehidupan tokoh yang seakan-akan bagaimana membuka tabir cerita sosok perempuan bernama Sitti Nurbaya ini. Apakah saat itu perempuan merasa teraniaya, merasa terampas hak hidupnya, atau merasa terpenjara oleh sikap kerabat dalam ikatan adat dan budayanya?

Sebagai seorang perempuan yang hidup dalam kerabat yang kuat memegang prinsip adat saat itu, Sitti Nurbaya mengikuti pendidikan sekolah Belanda, Pasar Ambacang di Padang bersama Samsulbahri. Keakraban Sitti Nurbaya dengan Samsulbahri bagaikan kakak dan adik. Memang mereka masih ada ikatan persaudaraan. Mereka berdua selalu berangkat dan pulang sekolah bersama hingga akhirnya terungkap cinta kasih keduanya di Bukit Padang.

Samsulbahri melanjutkan sekolah kedokteran di Jawa, sementara Sitti Nurbaya masih tinggal bersama ayahnya, Baginda Sulaiman. Mereka terpisah, namun telah mengikat janji untuk sehidup semati. Sepeninggal Samsulbahri, keberadaan Sitti Nurbaya dihadapkan pada permasalahan hidup yang menimpanya. Kelicikan Datuk Meringgihlah, seorang saudagar kaya, namun kikir, yang menyebabkan permasalahan itu terjadi.

Datuk Meringgih telah menghancurkan ladang perekonomian Baginda Sulaiman sehingga usahanya bangkrut. Kebun sawitnya dibakar atas suruhan Datuk Meringgih, dan perahu-perahunya pun dihancurkan sehingga Baginda tak bisa lagi menjalankan usahanya. Dengan kepicikannya itu, Datuk Meringgih berpura-pura belas kasihan dengan meminjamkan uang sebagai modal usaha Baginda. Namun, Baginda tak mampu mengembalikan pinjamannya itu dalam tempo yang sudah ditentukan.

Karena tidak sanggup membayar utangnya kepada Datuk Meringgih, Baginda Sulaiman dihadapkan pada dua pilihan: ingin dipenjarakan atau Sitti Nurbaya dikawini oleh Datuk Meringgih. Baginda Sulaiman menyanggupi dimasukkan penjara, namun Sitti Nurbaya menolaknya dan menyanggupi untuk dijadikan istri Datuk Meringgih. Akhirnya, Sitti Nurbaya menyerahkan diri demi baktinya kepada Baginda Sulaiman.

Keputusan Sitti Nurbaya, menjadi istri Datuk Meringgih, merupakan pilihannya yang berat karena selain janji cintanya dengan Samsulbahri, dia juga ingin menyelamatkan ayahnya, Baginda Sulaiman agar tidak dipenjara karena kondisinya sedang sakit parah.

Di sini jelaslah bahwa keputusan Sitti Nurbaya lebih menyayangi ayahnya, Baginda Sulaiman, ketimbang janjinya kepada Samsulbahri. Ini bukanlah penghianatan cintanya, namun cenderung lebih pada sikap budi pekerti seorang anak kepada orang tuanya. Ia ingin agar ayahnya yang sedang sakit keras itu selamat dari penjara. Bukti balas budi seorang anak kepada orang tua merupakan cerminan pengorbanan yang bermakna dalam hidup Sitti Nurbaya.

Kisah dalam buku ini terbagi ke dalam enam belas bagian. Pembaca akan terbuai dengan pantun-pantun indah dan berisi petuah atau nasihat yang bermakna dalam kehidupan. Pantun cinta untuk remaja, pantun orang tua, pantun agama, dan pantun berisi nasihat lainnya. Buku ini layak dibaca oleh kalangan tua dan muda.

Buku ini pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1922. Karya pendahulunya yaitu novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920. Peristiwa dalam novel ini berlatar belakang daerah Sumatra. Latar peristiwa ceritanya sama-sama mengangkat adat perjodohan, namun tidak terlalu kelihatan pada novel Sitti Nurbaya. Untuk itu, bahasa yang digunakan juga menunjukkan bahasa sastra lama dan akan ditemukan beberapa bahasa daerah melayu. Untuk kalangan milenial, tentu saja tidak terbiasa dengan bahasa pada cerita ini, namun tetap menarik dan merasa penasaran untuk membaca hingga akhir.

Rasa ingin tahu dalam membaca cerita Sitti Nurbaya yaitu bagaimana nasib hubungan cinta Samsulbahri dengan kekasihnya yang telah mereka ikrarkan bersama di Bukit Padang sebelum kepergiannya menimba ilmu di Sekolah Kedokteran Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun