Mohon tunggu...
Salwadira Des R
Salwadira Des R Mohon Tunggu... Mahasiswa - The Words Don't Mean A Thing

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (21107030110)

Selanjutnya

Tutup

Love

Limerence: Rasa Cinta dan Obsesi yang Berlebih Terhadap Orang Lain?

28 Februari 2022   20:04 Diperbarui: 28 Februari 2022   22:08 2973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Buku "Love and Limerence : The Experience of Being in Love" | Sumber : The Marginalian

Tahap ini adalah keadaan dimana seorang 'Limerence' yakni Limerent memantapkan diri mereka untuk terus-menerus terobsesi dengan seseorang sehingga membuat mereka merasa takut akan kehilangan seseorang tersebut.

"Anda memutuskan bahwa orang itu sempurna dan Anda mengidealkannya dengan meletakkannya di atas alas," kata Mackenzie.

3. DETERIORATION (KEMUNDURAN)

Pada tahap ini biasanya rasa obsesi mulai berkurang karena pikiran yang menyelinap masuk bahwa tidak akan pernah memiliki seseorang tersebut. Seorang 'Limerence' yang sudah sampai ketahap ini tidaklah mudah, karena setiap insan pribadi memiliki sifat ketertarikan obsesif yang berbeda.

"Tahap terakhir dari limerence adalah kekecewaan pada objek cinta dan melepaskannya," kata Mackenzie.

APAKAH DAMPAK NEGATIF DARI 'LIMERENCE'? 

Seseorang yang mengalami hal ini pastinya memiliki dampak yang buruk bagi diri mereka sendiri yakni :

  • Membuat seseorang menjadi stres
  • Kurangnya waktu tidur pada seseorang
  • Menimbulkan efek takut akan yang namanya cinta
  • Menimbulkan rasa tidak percaya kepada orang lain
  • Menjadi tidak bisa fokus menjalankan kesehariannya
  • Dan lain sebagainya

BAGAIMANA CARA MENGATASI 'LIMERENCE'?

Cara mengatasi 'Limerence' sendiri sebenarnya belum terlalu jelas bagaimana yang bisa membuat seseorang benar-benar bisa hilang dari 'Limerence'. Namun, individu dapat menjalani kombinasi perawatan medis (seperti antidepresan untuk menghambat bagian otak yang bertanggung jawab dalam pikiran obsesif) dan terapi perilaku kognitif untuk memerangi gejala tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun