Chapter 6, Di depan rumahku kutemukan seikat bunga dengan selembar amplop. Aku berharap ini bukanlah teror untukku. Aku berhasil menggenggam gagang pintu dengan napas yang tersegal-segal.Â
Melebihi lari maraton bila kubayangkan. Niatku menurunkan badan telah melebihi targetku sebelumnya. Dengan penasaran aku menyobek sisi kanan amplop yang lumayan tebal. Dua lembar kertas A4 dengan tulisan tangan.
Dear kamu,
Aku menemukanmu tergeletak di jalan
Aku mengira sepasang tua adalah orang tuamu
Aku sempat berbincang banyak kepada mereka
Aku menyadari bahwa mereka bukan orang tuamu
Namamu bahkan tidak mereka ketahui
Aku yang membawa engkau ke rumah sakit
Bila kau menemukan perawat yang menyarankanmu untuk bermalam
Itu adalah adikku
Aku mendengarkan keputusanmu untuk kembali
Kupastikan bahwa hpmu tidak akan menolong
Namun, kau pasti tidak akan menemukanku
Adikku juga tidak bisa kau kenali
Ia menggunakan masker dan setelan lengkap untuk menghindari Covid-19
Aku bukan orang yang peduli
Setelah aku menemukan kamu tergeletak di jalanÂ
Entah aku tergerak membawamu ke tempat istrahat yang lebih layak
Aku berharap engkau segera siuman
Obat-obatan yang akan menemani engkau beberapa hari ke depan
Jangan sampai muak meminumnya
Lekas sembuh
Pesan: Jangan memaksakan diri untuk memiliki tubuh ideal
Kelak, massa tubuh tidak jadi soal ke mana akan melangkah
Kecuali, engkau pernah berjanji pada seseorang dan segera menepati janji
Dari: Hanya orang-orang yang melintas sesaat
Chapter 7, Begitu cepat surat ini ditutup dengan identitas yang tersembunyi. Aku tersenyum-senyum sendiri melihat kondisi dunia yang buruk masih ada orang-orang yang peduli.
Aku bergegas meneguk obat-obat yang ingin menyiksa tenggorokanku. Aku membersihkan diri agar pandemi tidak mendaftarkan namaku sebgai pasien selanjutnya. Sudah malam hari, di ibu kota negara Indonesia, aku menyaksikan langit malam.Â