Mohon tunggu...
Helga Evlin Zendrato
Helga Evlin Zendrato Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Tinta

Berlarilah yang kuat, setidaknya tetap berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Bukan Fatamorgana, Misteri Seikat Bunga

9 Juni 2020   07:30 Diperbarui: 11 Juni 2020   20:12 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi seikat bunga yang telah layu. (sumber: pxhere.com)

Chapter 6, Di depan rumahku kutemukan seikat bunga dengan selembar amplop. Aku berharap ini bukanlah teror untukku. Aku berhasil menggenggam gagang pintu dengan napas yang tersegal-segal. 

Melebihi lari maraton bila kubayangkan. Niatku menurunkan badan telah melebihi targetku sebelumnya. Dengan penasaran aku menyobek sisi kanan amplop yang lumayan tebal. Dua lembar kertas A4 dengan tulisan tangan.

Dear kamu,

Aku menemukanmu tergeletak di jalan
Aku mengira sepasang tua adalah orang tuamu
Aku sempat berbincang banyak kepada mereka
Aku menyadari bahwa mereka bukan orang tuamu
Namamu bahkan tidak mereka ketahui

Aku yang membawa engkau ke rumah sakit
Bila kau menemukan perawat yang menyarankanmu untuk bermalam
Itu adalah adikku
Aku mendengarkan keputusanmu untuk kembali
Kupastikan bahwa hpmu tidak akan menolong
Namun, kau pasti tidak akan menemukanku

Adikku juga tidak bisa kau kenali
Ia menggunakan masker dan setelan lengkap untuk menghindari Covid-19
Aku bukan orang yang peduli
Setelah aku menemukan kamu tergeletak di jalan 
Entah aku tergerak membawamu ke tempat istrahat yang lebih layak

Aku berharap engkau segera siuman
Obat-obatan yang akan menemani engkau beberapa hari ke depan
Jangan sampai muak meminumnya
Lekas sembuh

Pesan: Jangan memaksakan diri untuk memiliki tubuh ideal
Kelak, massa tubuh tidak jadi soal ke mana akan melangkah
Kecuali, engkau pernah berjanji pada seseorang dan segera menepati janji

Dari: Hanya orang-orang yang melintas sesaat

Chapter 7, Begitu cepat surat ini ditutup dengan identitas yang tersembunyi. Aku tersenyum-senyum sendiri melihat kondisi dunia yang buruk masih ada orang-orang yang peduli.

Aku bergegas meneguk obat-obat yang ingin menyiksa tenggorokanku. Aku membersihkan diri agar pandemi tidak mendaftarkan namaku sebgai pasien selanjutnya. Sudah malam hari, di ibu kota negara Indonesia, aku menyaksikan langit malam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun