Mohon tunggu...
Helga Evlin Zendrato
Helga Evlin Zendrato Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Tinta

Berlarilah yang kuat, setidaknya tetap berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Bukan Fatamorgana, Misteri Seikat Bunga

9 Juni 2020   07:30 Diperbarui: 11 Juni 2020   20:12 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi seikat bunga yang telah layu. (sumber: pxhere.com)

Hati saya tergerak pada hatinya yang lembut. Ia bukan pria dewasa yang menuju musim uban dengan kendala ekonomi. Ia hanya takut bila kartu-kartu dan surat berharganya didapatkan oleh orang yang tidak baik. Salah satunya yang ia takutkan adalah anaknya laki-laki.

Aku menarik kata-kataku yang ingin membantu melunasi kaos yang diinginkannya. Ia mengeluarkan hpnya dan menelepon sopir agar segera menjemputnya di tempat parkir.

Aku mengurungkan niatku untuk mendahuluinya memeroleh kaos tersebut. Warnanya sesuai dengan kesukaanku. Namun, aku harus mengalah karena terlambat beberapa menit sebelum laki-laki tersebut menawar terlebih dahulu. Sejam aku menunggu keputusan ia balik dengan baju kaos biru dongker ini atau aku yang kembali dengan kaos biru dongker ini.

Chapter 4, Seorang ibu bergandengan tangan dengan anaknya perempuan melangkah di hadapanku dan mengambil baju biru dongker tersebut. Aku ingin rasanya menusuk mereka dengan obat pembius.

Mereka tidak dengan sadar mengambil waktu dan sisa kesabaranku. Aku hanya dilirik dengan perasaan bersalah oleh karyawan toko. Tampaknya ada ketidakadilan yang merampas keinginanku untuk memiliki. Dengan saling merangkul kedua wanita tersebut menjauhiku. 

Anaknya perempuan memang terlihat masih seusia denganku. Namun, kuakui ia lebih cantik dariku. Perasaanku menjadi sangat kacau. Bisa saja aku bertindak tidak hati-hati dan merusak kebahagiaan anak dan ibu yang sedang asyik menikmati barang belanjaan mereka. 

Niatku urung melihat seorang laki-laki kembali ke toko. Ia juga tampak kecewa dengan usaha sia-sia yang dilakukannya. Ia dan aku kembali dengan barang hampa di tangan. Bukan kesialan pertama bagiku dan hanya harap ini menjadi kesialan terakhir.

Chapter 5, Aku berada di dalam sebuah ruangan yang putih. Seorang perawat menemuiku dan memberikan sejumlah daftar obat yang harus rutin kuteguk bersama air putih.

Aku terkaget bayaran rumah sakit telah dilunasi. Perasaanku menjadi tidak karuan. Aku hanyalah seorang perantau yang mengadu nasib agar bertahan hidup. Sembari menenangkan degup jantungku yang berdetak cepat, aku tidak menemukan ada pasien di dalam ruangan selain diriku sendiri. 

Aku merasakan kepalaku masih belum pulih. Kembali kupejamkan mataku agar mampu beranjak kembali ke rumah. Seorang perawat mengecek kondisi tubuhku. Aku disarankan untuk bermalam di ruangan ini.

Namun, aku memilih untuk pulang dengan segera. Tidak ada hal yang harus kukuatirkan, kecuali kesehatanku saat ini. Aku kebingungan naik kendaraan, hp sudah kehilangan daya baterai. Aku sadar bahwa semua aplikasi yang berhubungan dengan uang tidak dapat kujadikan tunai saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun