Mohon tunggu...
Helen Tuhumury
Helen Tuhumury Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura

Quiet but an easy going person

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ambon Dulu dan Sekarang, Ketika Adipura Hanya Kenangan

22 Agustus 2024   08:06 Diperbarui: 22 Agustus 2024   10:13 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tumpukan sampah yang tidak terurus terjadi di pesisir Teluk Ambon tepatnya Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Maluku, Rabu (3/8/2017). KOMPAS/Fransiskus Pati Herin

Mari kita melihat lebih dekat apa yang terjadi di lapangan. Jalan A.Y. Patty yang dulu menjadi simbol ketertiban kini dipenuhi dengan sampah plastik yang mengapung di genangan air setelah hujan. 

Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang dulunya dijaga dengan baik kini tak ubahnya gunung sampah yang menjulang, menebarkan aroma tak sedap hingga ke hidung warga kota.

"Kota yang dulunya ramai beraroma segar, kini bak laut yang dipenuhi sampah, dimana ikan-ikan enggan lagi berenang."

Sebuah perumpamaan sederhana mungkin bisa membantu kita memahami situasi ini.

Bayangkan, Ambon adalah rumah kita, dan sampah adalah tamu tak diundang yang datang tanpa permisi. Saat pertama kali ia datang, mungkin kita hanya menyingkirkannya ke pojok ruangan, berharap ia akan pergi dengan sendirinya. 

Namun, semakin lama kita membiarkannya, semakin banyak ia membawa temannya, hingga akhirnya rumah kita penuh dengan tamu yang tak kita inginkan. 

Begitu pula dengan sampah di kota ini. Jika dibiarkan, ia akan terus menumpuk hingga tak ada lagi ruang yang tersisa untuk keindahan dan kenyamanan.

Kondisi ini sangat kontras dengan pengalaman saya selama enam tahun tinggal di Melbourne, Australia (2 tahun studi S2 dan 4 tahun studi S3.

Di sana, kebersihan kota bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, melainkan hasil dari upaya yang terorganisir dengan baik. 

Setiap rumah di Melbourne ibarat benteng yang kuat, dengan tiga pilar yang menopangnya: tong sampah hijau, kuning, dan merah.

Hijau untuk sisa makanan dan limbah organik, kuning untuk barang-barang yang bisa didaur ulang, dan merah untuk sampah yang benar-benar tak bisa diolah lagi. Sekarang malah sudah empat, ungu untuk sampah gelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun