Transfer pricing bisa dilihat sebagai sebuah fenomena yang bukan hanya terkait dengan transaksi bisnis antar entitas, tetapi juga berkaitan dengan kehendak manusia (will) dan ketidaksadaran dalam konteks teori-teori sosial, ekonomi, dan psikologi. Berikut adalah pendekatan yang bisa dipertimbangkan untuk mengembangkan kerangka penulisan yang mendalam:
1. Transfer Pricing sebagai Kehendak Ketidaksadaran dan Kesadaran
- Sigmund Freud dan Kehendak Ketidaksadaran (Id): Freud berbicara tentang id sebagai bagian dari ketidaksadaran yang bergerak menurut prinsip kesenangan (pleasure principle). Id bisa diartikan sebagai dorongan atau kehendak dasar yang mendorong individu untuk memenuhi kebutuhan tanpa mempertimbangkan moral atau sosial. Dalam konteks transfer pricing, fenomena ini bisa dilihat sebagai kehendak perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan tanpa memedulikan peraturan atau etika yang berlaku. Kehendak ini tidak selalu sadar, namun didorong oleh keinginan untuk menghindari pajak dan mengoptimalkan pendapatan.
- Kehendak sebagai Proses Kesadaran: Setelah dorongan ini terstruktur dan dikendalikan oleh "ego" (kesadaran diri), maka dapat muncul kebijakan transfer pricing yang lebih terstruktur dan sah secara hukum, berusaha untuk menyelaraskan antara kepentingan pasar dengan kepatuhan pajak, yang pada akhirnya bisa menjadi kesadaran kolektif dalam perusahaan.
2. Genealogi Utilitarianisme Bentham dan Mill dalam Transfer Pricing
- Jeremy Bentham dan John Stuart Mill: Dalam teori utilitarianisme mereka, kebijakan atau tindakan yang benar adalah yang memberikan "kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar." Jika diterapkan pada transfer pricing, ini bisa dipandang sebagai usaha perusahaan untuk mengoptimalkan keuntungan untuk pemegang saham atau entitas terkait, dengan mencari cara untuk meminimalkan pajak, yang kadang-kadang bisa bertentangan dengan peraturan yang ada.
- Genealogi dalam Konteks Transfer Pricing: Dengan meminjam perspektif genealogi, kita dapat menelusuri bagaimana prinsip utilitarian ini telah diterjemahkan dalam praktik transfer pricing yang semakin meluas. Seiring waktu, kebijakan transfer pricing berkembang dari prinsip efisiensi ekonomi menjadi bagian dari strategi pajak yang lebih kompleks.
3. Genealogi Kebebasan Positif dan Negatif oleh Hayek dan Berlin
- Friedrich Hayek dan Isaiah Berlin berbicara tentang kebebasan dalam dua konsep yang berbeda: kebebasan negatif (tidak ada campur tangan dari pihak luar) dan kebebasan positif (kemampuan untuk bertindak sesuai dengan tujuan pribadi). Dalam konteks transfer pricing, kebebasan negatif bisa dilihat dalam bentuk penghindaran pajak atau pencarian keuntungan dengan cara yang lebih bebas dan tanpa regulasi yang ketat, sementara kebebasan positif bisa berhubungan dengan kewajiban perusahaan untuk bertindak sesuai dengan peraturan pajak dan kewajiban sosialnya.
- Kebebasan dalam Transfer Pricing: Dari sudut pandang ini, transfer pricing bisa dilihat sebagai suatu bentuk kebebasan perusahaan untuk mengoptimalkan pengelolaan pajaknya, namun di sisi lain kebebasan ini perlu dibatasi oleh regulasi yang memastikan kewajiban pajak dipenuhi untuk kesejahteraan publik.
4. Teori Lacan dan Kristeva dalam Transfer Pricing
- Jacques Lacan: Lacan berbicara tentang struktur subjektif manusia yang dipengaruhi oleh bahasa, tanda, dan representasi sosial. Dalam konteks transfer pricing, kita bisa melihat bagaimana perusahaan (sebagai subjek kolektif) terstruktur oleh bahasa hukum dan ekonomi yang ada. Hukum perpajakan dan prinsip kewajaran pasar (arm's length principle) menjadi struktur yang memandu dan membatasi tindakan mereka, meskipun dorongan untuk memaksimalkan keuntungan (id) tetap ada.
- Julia Kristeva: Kristeva, dengan teori tentang subjek dan kekuasaan, bisa memberikan perspektif pada bagaimana transfer pricing berfungsi dalam hubungan kekuasaan antar negara dan perusahaan. Kristeva mengkaji bagaimana subjektivitas dibentuk oleh struktur sosial dan simbolik. Dalam hal ini, transfer pricing bisa dipahami sebagai interaksi antara kekuasaan ekonomi (perusahaan) dan hukum internasional dalam pengaturan pajak, yang seringkali tidak sepenuhnya sadar dan terstruktur melalui peraturan-peraturan yang ada.
5. Marx dan Ekonomi Politik Transfer Pricing
- Karl Marx: Dari perspektif Marx, transfer pricing dapat dilihat sebagai bagian dari dinamika kapitalisme, di mana perusahaan berusaha memaksimalkan keuntungan dengan cara yang paling efisien, termasuk dengan menghindari pajak. Dalam konteks ini, transfer pricing bisa dilihat sebagai ekspresi dari hubungan eksploitasi dalam sistem kapitalis, di mana negara kehilangan pendapatan pajak yang seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan sosial.
- Genealogi dalam Perspektif Marx: Marx menekankan bahwa sejarah selalu ditentukan oleh kondisi material dan kekuatan produksi. Transfer pricing bisa dilihat sebagai hasil dari dinamika ini, di mana perusahaan menggunakan strategi ini untuk melawan mekanisme pajak dan redistribusi kekayaan yang adil.
Why?
1. Pendekatan Analitis
Analisis tentang Asal Usul dan Perkembangan TP: Pendekatan ini melibatkan pemahaman tentang bagaimana transfer pricing (penetapan harga antar entitas dalam grup perusahaan) berasal dan berkembang seiring waktu. Ini mencakup bagaimana praktik ini dimulai sebagai strategi untuk mengoptimalkan pajak atau menghindari regulasi yang lebih ketat, tetapi kemudian menjadi bagian dari kebijakan bisnis yang lebih luas dan mendalam. Dengan menggunakan teori-teori yang sudah ada, kita bisa melihat TP sebagai sebuah fenomena yang tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi tetapi juga oleh kondisi sosial dan politik yang lebih besar.
Analisis Genealogi: Pendekatan ini, yang diadopsi dari filsafat Nietzsche dan Foucault, melihat sejarah atau asal-usul suatu konsep atau praktik. Dalam hal ini, teori genealogi dapat digunakan untuk menggali bagaimana transfer pricing muncul sebagai respons terhadap kebijakan pajak dan peraturan ekonomi tertentu, dan bagaimana praktik ini berkembang untuk menjadi sebuah norma dalam bisnis global.
2. Pendekatan Reflektif
Refleksi atas Keputusan Bisnis dan Etika: Pendekatan reflektif mendorong kita untuk mempertanyakan etika dan dampak sosial dari praktik transfer pricing. Menggunakan teori-teori dari tokoh seperti Isaiah Berlin, Friedrich Hayek, dan John Stuart Mill, kita dapat merenungkan bagaimana kebebasan individu dalam konteks ekonomi (terutama kebebasan perusahaan untuk memanipulasi harga transfer antar entitas) dapat berkonflik dengan nilai-nilai sosial dan kewajiban pajak yang adil.
Refleksi atas Kewajiban Sosial dan Ekonomi: Di sini, kita mempertanyakan apakah kebebasan yang diberikan kepada perusahaan untuk menggunakan transfer pricing sesuai dengan prinsip moral atau sosial yang lebih besar. Dalam hal ini, kita merujuk pada teori-teori kebebasan negatif dan positif yang dikembangkan oleh Berlin dan Hayek. Kita bisa merefleksikan bagaimana kebebasan untuk menghindari pajak (kebebasan negatif) dapat berimplikasi pada ketidakadilan sosial, sementara kebebasan positif mungkin mengarah pada kebutuhan untuk bertanggung jawab terhadap kesejahteraan sosial.
3. Pendekatan Kontemplatif
Kontemplasi tentang Ketidaksadaran Ekonomi: Dalam hal ini, transfer pricing bisa dilihat sebagai manifestasi dari kehendak yang tidak sepenuhnya sadar (ketidaksadaran) dalam sistem ekonomi. Berdasarkan teori Sigmund Freud, kita bisa melihat bagaimana perusahaan (sebagai entitas kolektif) mungkin didorong oleh motif ekonomi yang lebih dalam dan tidak disadari, yaitu keinginan untuk menghindari pajak dan memaksimalkan keuntungan, tanpa benar-benar mempertimbangkan dampak sosial atau moral dari tindakan mereka.
Kontemplasi atas Hubungan Antara Kekuasaan dan Ekonomi: Di tingkat yang lebih mendalam, kita bisa menggunakan teori Michel Foucault tentang kekuasaan dan pengetahuan untuk memahami bagaimana transfer pricing, sebagai praktik ekonomi, berhubungan dengan hubungan kekuasaan global antara negara dan perusahaan multinasional. Pemikiran ini menggugah kita untuk merenung lebih jauh tentang bagaimana kebijakan pajak dan regulasi internasional berinteraksi dengan strategi bisnis yang berfokus pada penghindaran pajak melalui transfer pricing.
4. Penggunaan Teori-teori Besar untuk Menjelaskan TP
Genealogi Utilitarianisme Bentham dan Mill: Dengan menggunakan teori utilitarianisme Bentham dan Mill, kita bisa menganalisis transfer pricing sebagai suatu strategi yang pada akhirnya bertujuan untuk mencapai "kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar". Di sini, transfer pricing bisa dilihat sebagai upaya perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan dengan cara yang efisien, meskipun hal itu bisa berujung pada penghindaran pajak dan ketidakadilan sosial. Genealogi ini membantu kita memahami bagaimana TP berakar dalam nilai-nilai ekonomi yang berfokus pada efisiensi dan keuntungan.
Teori Kebebasan Positif dan Negatif oleh Hayek dan Berlin: Teori ini bisa digunakan untuk menggali dua dimensi kebebasan yang ada dalam konteks transfer pricing. Kebebasan negatif---yaitu kebebasan dari campur tangan eksternal---mungkin mendukung praktik transfer pricing untuk menghindari pajak. Sementara itu, kebebasan positif, yang berfokus pada pemberdayaan individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan dan kepentingan kolektif yang lebih besar, mungkin mengarah pada keharusan untuk mempertimbangkan kepatuhan pajak dan tanggung jawab sosial dalam praktik transfer pricing.
Teori Lacan dan Kristeva: Lacan dan Kristeva memberikan pandangan psikologis yang dapat digunakan untuk merenungkan bagaimana identitas dan kesadaran subjektif dalam dunia bisnis dibentuk oleh struktur ekonomi dan sosial. TP bisa dianggap sebagai praktik yang berakar pada ketidaksadaran kolektif yang dipengaruhi oleh simbolisme hukum, ekonomi, dan kekuasaan yang mendasari keputusan perusahaan. Pemikiran ini mendorong kita untuk mempertanyakan lebih dalam tentang bagaimana entitas ekonomi (perusahaan) berinteraksi dengan dunia hukum dan sosial melalui struktur yang lebih simbolik.
Teori Marx tentang Kapitalisme dan Eksploitasi: Dengan mengacu pada teori Marx, kita dapat melihat bagaimana transfer pricing adalah ekspresi dari hubungan kapitalis, di mana perusahaan berusaha memaksimalkan keuntungan mereka dengan cara menghindari pajak yang seharusnya digunakan untuk redistribusi kekayaan. Teori ini memungkinkan kita untuk merenung tentang bagaimana TP mencerminkan dinamika ketidakadilan sosial dalam sistem ekonomi global.
How ?
1. Pendekatan Analitis
Pendekatan analitis berfokus pada penyelidikan sebab-akibat atau struktur sistem yang membentuk praktik transfer pricing. Penulis akan menganalisis secara mendalam mengenai aspek ekonomis, filsafat ekonomi, serta dampak sosial dari praktik ini.
Genealogi Utilitarianisme: Dengan meminjam teori utilitarianisme dari Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, analisis bisa mengarah pada bagaimana prinsip "kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar" diterapkan dalam transfer pricing. Misalnya, perusahaan menggunakan TP untuk mengoptimalkan keuntungan bagi pemegang saham atau untuk memperoleh efisiensi pajak, meskipun seringkali dengan mengabaikan konsekuensi sosialnya. Ini merupakan pendekatan yang mencari efisiensi (utilitas) dalam sebuah sistem yang memiliki ketidakseimbangan sosial.
Genealogi Kebebasan Positif dan Negatif oleh Isaiah Berlin dan Friedrich Hayek: Kedua teori ini memberikan kerangka untuk menganalisis bagaimana kebebasan negatif (bebas dari campur tangan luar) dan kebebasan positif (kemampuan untuk bertindak sesuai tujuan yang lebih besar) bisa dipraktikkan dalam transfer pricing. Kebebasan negatif akan mendukung praktik perusahaan yang mencoba menghindari pajak melalui TP, sementara kebebasan positif bisa memunculkan kebutuhan untuk menyeimbangkan efisiensi dengan kewajiban sosial.
2. Pendekatan Reflektif
Pendekatan reflektif bertujuan untuk menggugah pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai motivasi dan dampak dari praktik transfer pricing. Di sini, kita merenungkan pertanyaan-pertanyaan etis, moral, dan sosial yang muncul dari TP dalam konteks ekonomi global.
Kehendak Ketidaksadaran (Id) Menjadi Kesadaran: Dalam psikoanalisis Freud, Id merepresentasikan dorongan dasar yang tidak sadar, sementara kesadaran lebih terkait dengan kontrol dan pengendalian yang lebih rasional. Dalam konteks TP, Id bisa dipahami sebagai dorongan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan dan menghindari pajak, yang bisa jadi dilakukan tanpa kesadaran akan dampak sosial atau etis dari tindakan tersebut. Melalui proses refleksi, dorongan ini bisa berkembang menjadi kesadaran tentang pentingnya kepatuhan pajak dan tanggung jawab sosial dalam konteks yang lebih luas.
Refleksi Etis Berdasarkan Filsafat Kebebasan: Menggunakan teori kebebasan positif dan negatif dari Berlin dan Hayek, kita dapat merenungkan kembali apakah kebebasan yang dimiliki perusahaan dalam menggunakan TP seharusnya dibatasi atau dipandu oleh kewajiban moral untuk berkontribusi pada redistribusi kekayaan atau untuk mendukung sistem sosial yang lebih adil.
3. Pendekatan Kontemplatif
Pendekatan ini lebih menekankan pada pencarian makna lebih dalam dan kontemplasi tentang dampak luas dari praktik transfer pricing dalam konteks sosial dan budaya. Ini adalah pendekatan yang mengundang kita untuk merenung secara kritis tentang tujuan akhir dari kebijakan dan praktik ekonomi, dan bagaimana hal ini berhubungan dengan struktur kekuasaan dan pengaruh.
Teori Lacan dan Kristeva: Jacques Lacan dan Julia Kristeva berbicara tentang hubungan antara individu dan struktur sosial, serta bagaimana subjektivitas manusia terbentuk dalam dunia simbolik yang lebih besar. Dalam hal ini, praktik TP bisa dipandang sebagai cara di mana entitas perusahaan (sebagai subjek kolektif) berhubungan dengan hukum dan struktur ekonomi. Lacan berbicara tentang bagaimana ketidaksadaran kolektif di dalam struktur sosial bisa membentuk keputusan bisnis, sementara Kristeva akan melihat praktik TP sebagai bagian dari dinamika kekuasaan dan pengaruh yang terjalin dalam hubungan antara negara dan perusahaan besar.
Teori Marx tentang Eksploitasi Kapitalis: Dalam konteks yang lebih besar, Marx melihat transfer pricing sebagai salah satu bentuk eksploitasi kapitalis, di mana perusahaan mencoba memaksimalkan keuntungan dengan menghindari kewajiban pajak yang seharusnya dipenuhi untuk kesejahteraan sosial. Dalam kerangka kontemplatif ini, TP bukan hanya dilihat sebagai alat bisnis, tetapi juga sebagai bagian dari struktur sosial-ekonomi yang lebih besar yang mendukung ketidaksetaraan dan ketidakadilan.
4. Kehendak (Wille) Ketidaksadaran (Id) Menjadi Kesadaran dalam Transfer Pricing
Proses ini mencerminkan transisi dari praktik yang dimotivasi oleh dorongan tak sadar (seperti upaya menghindari pajak untuk keuntungan perusahaan) menjadi sebuah kesadaran yang lebih besar tentang pentingnya tanggung jawab sosial, regulasi hukum, dan prinsip etika dalam praktik bisnis. Pendekatan ini mencoba menghubungkan konsep Wille (kehendak) dan Id (ketidaksadaran) dalam konteks bagaimana keputusan-keputusan dalam transfer pricing awalnya bersifat intuitif atau berdasarkan dorongan ekonomi tanpa pertimbangan moral, dan kemudian berkembang menjadi keputusan yang lebih sadar dan terkendali.
- Dinamika Kehendak dan Kepatuhan: Dengan meminjam teori-teori dari filsafat politik (seperti Berlin, Hayek) dan psikoanalisis (Lacan), kita dapat melihat bahwa perusahaan yang awalnya bertindak berdasarkan dorongan untuk menghindari pajak (Id) bisa berkembang menjadi entitas yang lebih sadar akan peran sosial dan tanggung jawab mereka. Melalui refleksi dan evaluasi terhadap konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka, perusahaan akhirnya bisa lebih menyadari kewajiban mereka dalam mematuhi peraturan pajak yang adil.
Menurut Pendapat lain
1. Model Evolusi Ekonomi dan Teori Sistem Ekonomi Global
Pendekatan ini mengkaji transfer pricing dalam konteks perubahan sistem ekonomi global, terutama evolusi kapitalisme global yang melibatkan perusahaan multinasional.
Teori Sistem Dunia (World-Systems Theory) oleh Immanuel Wallerstein: Dalam teori ini, sistem dunia dibagi menjadi pusat, semi-pusat, dan pinggiran. Negara-negara pusat (biasanya negara maju) mengontrol mayoritas produksi dan kapital, sementara negara pinggiran (negara berkembang) menyediakan sumber daya atau tenaga kerja murah. Transfer Pricing muncul sebagai strategi bagi perusahaan multinasional untuk memindahkan keuntungan dari negara dengan pajak tinggi (negara pusat) ke negara dengan pajak rendah (negara pinggiran). Dengan demikian, TP menjadi alat untuk mengatur ulang aliran kapital dalam sistem dunia yang tidak seimbang.
Model ini menjelaskan TP sebagai bagian dari proses globalisasi ekonomi di mana perusahaan multinasional memanfaatkan perbedaan kebijakan pajak antar negara untuk mengoptimalkan keuntungan mereka, dan ini terkait erat dengan ketimpangan kekuasaan dan ekonomi global.
Teori Jaringan (Network Theory): Pendekatan ini melihat perusahaan sebagai bagian dari jaringan global yang melibatkan berbagai aktor (pemerintah, perusahaan, konsumen, dll). Dalam konteks TP, perusahaan multinasional menggunakan transfer pricing untuk menghubungkan entitas-entitas yang terpisah secara geografis dalam rangka memaksimalkan efisiensi jaringan. Jaringan ini berfungsi untuk mengoptimalkan flow of capital dan mengurangi biaya transaksi antar entitas yang terpisah oleh batas negara dan regulasi pajak.
Model ini menunjukkan bahwa TP bukan hanya soal penghindaran pajak, tetapi juga strategi untuk memperkuat posisi perusahaan dalam jaringan global yang lebih luas, dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya dalam setiap transaksi antar negara.
2. Pendekatan Teori Regulasi dan Dinamika Hukum Pajak
Transfer Pricing juga bisa dipahami dalam konteks interaksi antara perusahaan besar dan sistem hukum pajak internasional. Model ini menekankan pada evolusi kebijakan regulasi pajak yang mendorong praktik TP.
Teori Regulasi (Regulation Theory): Dalam teori ini, TP muncul sebagai respons terhadap peraturan dan kebijakan pajak internasional yang semakin ketat. Sebagai contoh, ketika negara-negara mulai memperkenalkan pajak yang lebih tinggi atau kebijakan antimonopoli yang lebih ketat, perusahaan multinasional cenderung mengalihkan keuntungan ke negara dengan pajak lebih rendah untuk menghindari beban pajak yang tinggi.
Model ini menganggap TP sebagai bentuk adaptasi strategis oleh perusahaan terhadap dinamika kebijakan pajak global yang terus berubah. Penghindaran pajak melalui TP tidak semata-mata tentang memanipulasi harga, tetapi tentang strategi adaptif terhadap regulasi yang berubah-ubah.
3. Pendekatan Evolusi Sosial dan Budaya Korporat
Model ini mencoba menggali asal muasal TP dari perubahan nilai dan praktik budaya di dalam perusahaan besar dan pengaruh budaya korporat terhadap keputusan bisnis, termasuk kebijakan harga internal.
Teori Kapabilitas Korporat (Corporate Capability Theory): Pendekatan ini berfokus pada bagaimana kapabilitas dan tujuan korporasi berkembang seiring waktu. Perusahaan besar sering mengembangkan strategi global yang berfokus pada efisiensi dan penghindaran biaya, termasuk biaya pajak. Seiring dengan berkembangnya kapabilitas perusahaan untuk beroperasi di banyak negara dan mengelola berbagai entitas yang terpisah, mereka mulai mengeksploitasi perbedaan kebijakan pajak internasional melalui transfer pricing untuk memaksimalkan laba mereka.
Model ini menekankan bahwa TP adalah hasil dari penguatan internal dalam perusahaan yang semakin mampu melakukan perencanaan pajak strategis sebagai bagian dari proses manajerial global.
Teori Konstruksionisme Sosial (Social Constructionism): Dalam teori ini, TP dapat dilihat sebagai konstruksi sosial dalam dunia bisnis. Keberadaan TP tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ekonomi semata, tetapi juga didorong oleh pandangan dan nilai-nilai yang dibangun oleh kelompok bisnis dan pengambil kebijakan. Praktik ini bisa menjadi "norma" dalam budaya perusahaan karena dianggap sebagai cara yang sah dan diakui untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kewajiban pajak.
Model ini menggambarkan bagaimana TP bukan hanya suatu taktik ekonomi, tetapi juga merupakan produk budaya yang tercipta dan berkembang dalam konteks sosial ekonomi tertentu, yang seringkali dipengaruhi oleh pandangan dominan tentang kewajiban sosial perusahaan.
4. Pendekatan Ekonomi Institusional
Ekonomi institusional melihat bahwa TP adalah produk dari strukturalisasi ekonomi di mana institusi-institusi---baik itu pemerintah, perusahaan, atau bahkan masyarakat internasional---menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan praktik ini berkembang.
Teori Ekonomi Institusional (Institutional Economics): TP dapat dipahami sebagai praktik yang berkembang dalam lingkungan ekonomi institusional tertentu. Institusi-institusi, seperti badan pajak internasional (OECD, misalnya) atau peraturan perdagangan internasional, memberi perusahaan ruang untuk memanfaatkan perbedaan kebijakan pajak antara negara. Oleh karena itu, praktik TP muncul dan berkembang bukan hanya karena adanya insentif ekonomi, tetapi karena adanya institusi yang membentuk aturan main bagi perusahaan multinasional dalam merancang strategi harga antar entitas.
Model ini menganggap TP sebagai produk dari dinamika institusional yang muncul di bawah pengaruh kebijakan ekonomi global dan perubahan dalam struktur hukum dan regulasi pajak internasional.
Sumber
https://ortax.org/forums/discussion/transfer-pricing-5
https://plato.stanford.edu/entries/liberty-positive-negative/
https://academic.oup.com/book/9981/chapter-abstract/157352475?redirectedFrom=fulltext
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI