Di malam hari, Dewi pun menelepon Mbak Ayu.
“Mbak, tadi aku beres-beres lemari buku. Aku ketemu novel-novelmu. Sudah aku pisahin di dalam kardus. Besok aku kirim ya.”
“Nggak usah, Dewi. Simpan di sana aja. Rumahku kecil gini. Udah nggak ada tempat nampung buku-buku.”
“Ya uda, Mbak. Aku balikkan lagi ke lemari.”
“Sip, Wi!”
“Oh ya Mbak, tadi pas bongkar-bongkar laci, aku ketemu surat dari Ibu untuk kamu. Aku kirim ya suratnya.”
“Surat? Isinya apaan, Wi?”
“Aku nggak tahu, Mbak. Aku nggak baca karena aku pikir itu surat itu kan ditulis Ibu khusus untuk kamu.”
“Ya udah kalau gitu. Kirim aja ke sini.”
*******************
Ayu menerima surat yang ditulis oleh ibu untuknya. Sejak Dewi meneleponnya, dia tidak bisa tidur. Apa isi surat ibu? Untuk apa ibu menulis surat? Hubungannya dengan ibu memang tidak baik. Mereka selalu bertengkar. Bahkan saat ibu meninggal, Ayu baru tahu kalau ibu membelikan motor baru untuk Mas Bayu dan sebuah cincin untuk Dewi. Dan seperti biasa, dia tidak pernah mendapat apa-apa.
Ibu selalu memperlakukannya berbeda. Saat dia masih kecil, Ibu menitipkan dirinya ke seorang perempuan yang dia pangggil nenek. Dia diasuh oleh nenek sampai umur lima tahun lebih. Bagi Ayu, nenek adalah ibunya. Nenek selalu membawanya ke mana saja nenek pergi. Anak-anak nenek dia anggap sebagai kakak-kakaknya.
Kerena dia masih kecil, dia tidak menaruh curiga dengan perbedaan umur yang jauh antara dirinya dan anak-anak nenek yang dia anggap sebagai kakak-kakaknya itu. Anak-anak nenek semuanya sudah menikah kecuali Mas Adi yang paling bungsu. Tidak banyak yang dia ingat saat tinggal bersama keluarga nenek selain nenek selalu membawanya ke mana-mana. Setelah berumur lima tahun lebih, baru Ayu kembali ke rumah orang tuanya.
Sesampai di rumah orang tuanya, Ayu merasa asing dengan keluarganya sendiri. Sulit baginya untuk menyebut orang tuanya sebagai bapak dan ibu. Juga kakaknya Mas Bayu dan adiknya Dewi. Julukan anak nenek pun diberikan kepadanya. Setiap saudara-saudaranya datang, mereka selalu mengatakan, “Ohh, ini toh anak nenek.” Hampir tak pernah dia mendengar nama aslinya disebut.
Selama di rumah orang tuanya, Ayu diperlakukan persis seperti pembantu. Ibu menyuruhnya membersihkan rumah, memasak, mencuci piring, mencuci dan menyetrika pakaian. Dia hampir tak punya waktu bermain. Sedangkan Mas Bayu dan Dewi tidak pernah mengerjakan apa-apa. Tapi Ayu tetap rajin bekerja. Dia berpikir, mungkin kalau dia rajin, ibunya akan senang dan mencintai dia.
Kalau dia melakukan kesalahan seperti memecahkan piring atau membuat pakaian terbakar saat disetrika, pukulan dan cubitan pun menghampiri tubuhnya. Pernah dia terlambat memasak nasi karena keasyikan menonton film kartun di TV setelah mengerjakan semua pekerjaan rumah. Ternyata Ibu sudah pulang ke rumah dan merasa lapar. Ibu lalu membanting periuk tempat nasi yang sedang dimasak di atas kompor. Nasi yang hampir matang berhamburan ke lantai.
Ayu terkejut. Dia tidak menyangka ibu marah besar seperti ini. Dimasaknya kembali beras baru di periuk lain. Pernah juga dia mencuci pakaian dan ibu mendapati masih ada noda di pakaian. Ibu pun marah-marah. Ayu mencuci kembali pakaian itu. Bagi Ayu sulit sekali mencuci pakaian. Tangannya yang kecil membuat dia kewalahan menyikat pakaian-pakaian itu. Tapi ibu tak peduli.