ibu, dia lipat rapi dan dimasukkan ke dalam kardus. Dia pisahkan pakaian sehari-hari dan pakaian yang lebih bagus.
Dewi baru saja selesai membersihkan rumah. Seharian dia menghabiskan waktu menyortir pakaian di lemari yang berada di kamar bapak. Semua pakaian yang tidak dipakai lagi, termasuk milik almarhumahKhusus untuk kebaya dan kain milik ibu, Dewi sengaja memadupadankan kebaya dan kain, lalu dilipat dan disusun secara berpasangan. Dewi masih bingung pada siapa dia akan memberikan kebaya-kebaya itu. Dia tidak pernah memakai kebaya. Baginya memakai kebaya sama sekali tidak nyaman. Lagipula kebaya ibu modelnya sudah lama.
Setelah membereskan kamar bapak, Dewi membersihkan lemari-lemari buku yang berada di ruang tengah. Dia pisahkan buku-buku sekolah milik Mas Bayu, Ayu, dan miliknya. Buku-buku itu toh tidak ada lagi gunanya sekarang. Kurikulum zaman sekarang sudah berganti. Majalah-majalah bekas juga dimasukkan ke dalam kardus.
Saat membereskan buku, dia menemukan beberapa novel lama milik Mbak Ayu. Orang-Orang Terbungkam dan Sampar Albert Camus; The Old Man and The Sea dan Salju Kilimanjaro Ernest Hemingway; Wanita Berbunga Camelia Alexander Dumas; Les Miserables Victor Hugo; dan Anna Kerenina Tolstoy. Dimasukkannya novel-novel ini ke kardus khusus. Dia berencana akan mengirimkannya ke Mbak Ayu.
Ada juga beberapa novel yang lebih baru yang dia temui. Gunung Jiwa Gao Xingjian, Pergilah ke Mana Hatimu Membawamu Sussana Tamaro, dan The Name of The Rose Umberto Eco. Dia masukkan novel-novel ini ke kardus tadi. Di antara mereka bertiga, Mbak Ayu satu-satunya yang senang membaca. Padahal bapak dan ibunya juga bukan tipe orang yang senang membaca buku. Entah darimana kegemaran membaca Mbak Ayu datang.
Mbak Ayu memang sedikit berbeda dari dirinya dan Mas Bayu. Mbak Ayu lebih cerdas dan berpendirian kuat. Mbak Ayu selalu berprestasi di sekolahnya. Mbak Ayu juga yang paling rajin. Sedangkan dia dan Mas Bayu lebih dimanja oleh kedua orangtuanya.
Setelah menyusun buku-buku, Dewi menggeledah laci-laci yang ada di lemari-lemari buku. Di salah satu laci, Dewi menemukan novel Maya Angelo Letter to My Daughter. Saat dia membuka novel itu, dia menemukan sebuah amplop yang terselip di bagian tengahnya.
Dewi membuka amplop itu. Di dalam amplop, dia menemukan sepucuk surat yang ditulis oleh ibunya. Tanggal surat tertulis 15 Juli 2015. Ini berarti 5 tahun yang lalu, satu bulan sebelum ibu meninggal. Dewi melanjutkan untuk membaca surat itu. “Untuk putriku, Ayu,” begitu pembuka surat itu.
Dewi ragu apakah dia akan meneruskan membaca surat itu atau tidak. Mungkin ada hal-hal yang ibu ingin sampaikan secara pribadi untuk Mbak Ayu, pikirnya. Hubungan ibu dan Mbak Ayu memang tidak baik. Mbak Ayu dan ibu sering bertengkar, bagaikan anjing dan kucing. Tapi Dewi tak pernah menduga di akhir hayatnya, ibu menulis sepucuk surat untuk Mbak Ayu.
Akhirnya dia memutuskan untuk tidak membaca surat itu. Walau bagaimanapun, surat itu ditujukan ke Mbak Ayu. Mungkin ada hal-hal yang ingin ibu sampaikan kepada Mbak Ayu yang tidak bisa ibu ungkapkan secara langsung, pikir Dewi.
Diletakkannya surat itu di atas meja. Dewi pun melanjutkan pekerjaannya. Akhirnya selesai juga sekarang. Dewi menyusun kardus-kardus itu dengan rapi di pojok ruangan. Besok kalau tukang loak datang, dia akan menjual buku-buku bekas itu. Untuk baju bekas, dia akan memberikan ke tukang sampah yang biasa mengambil sampah di perumahan mereka.