Masa kecil saya diwarnai dengan petualangan seru bersama Pak Janggut. Kisah Pak Janggut muncul sebagai komik bersambung yang menjadi sisipan di Majalah Bobo. Serunya cerita Pak Janggut membuat saya rela menyusun rapi majalah Bobo mulai dari lungsuran kakak saya sampai edisi terbaru saat itu. Kebetulan, orang tua saya tidak berlangganan majalah Bobo. Jadi kalau ada edisi yang terlewat, saya meminjam majalah dari teman-teman.
Komik Pak Janggut adalah terjemahan komik Belanda yang berjudul Douwe Dabbert. Komik ini ditulis oleh Thom Roep dengan ilustrasi dikerjakan oleh Pieter Connelis Wijn. Berdasarkan komik aslinya, komik ini terdiri dari 23 judul buku. Komik Pak Janggut sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Kisah Pak Janggut
Seperti namanya, tokoh utama cerita dongeng ini adalah seorang kakek penyihir tua berjanggut dan berbadan pendek seperti kurcaci, yang menjelajahi dunia ajaib. Pak Janggut memiliki sebuah buntelan ajaib yang dikaitkan di ujung sebuah tongkat yang selalu ia bawa. Buntelan ini adalah warisan peninggalan dari kakek Pak Janggut yang beristrikan seorang penyihir.
Nah, buntelan ajaib ini dapat mengeluarkan barang-barang yang diperlukan oleh Pak Janggut selama bertualang seperti makanan, uang, emas, hadiah untuk orang-orang, dan barang-barang lain agar dia dapat lolos dari mara bahaya. Mungkin kalau di zaman kiwari, mirip seperti kantong ajaib Doraemon.
Pak Jangggut bertualang mengelilingi Eropa, Jepang, Afrika, Siberia, dan Amerika. Batavia juga disebut di dalam komik ini, lengkap dengan bendera dan kapal VOC.
Pak Janggut digambarkan sebagai seseorang yang suka menolong siapapun. Dalam petualangannya, Pak Janggut mengalami kejadian-kejadian yang memerlukan pertolongannya. Pak Janggut bertemu dengan banyak orang dan berbagai jenis satwa, dengan bermacam-macam kepribadian.
Ada tiga penyihir kecil Pompit, Rika dan Domoli yang suka usil dan nakal. Ada Wredulia, seorang penyihir jahat. Ada Nana, si gadis Afrika yang pemberani. Ada Ludo Lafhart dan Knuddle, dua penjahat canggung yang suka berbuat onar. Ada si burung Dodo yang lucu dan cerdas.
Ilustrasi dalam komik Pak Janggut membuat saya terkesima. Rumah-rumah yang berjejer rapi dan musim salju di Eropa, hutan dan sabana di Afrika dan rumah-rumah di Jepang adalah beberapa di antaranya. Pak Janggut juga memberikan gambaran tentang berbagai budaya di berbagai tempat.
Ada banyak nilai moral yang bisa diambil dari cerita Pak Janggut. Beberapa di antaranya: tidak mudah berputus asa menghadapi masalah, bagaimana menghadapi dan mengalahkan rasa takut, segala perbuatan yang kita buat ada balasannya atau karma, menghargai orang lain, , kemurahan hati untuk berbagi, kesetiakawanan, anti kekerasan, anti perbudakan, dan anti rasialisme.
Selain dengan Pak Jangggut, saya juga berkelana bersama Winnetou dan teman baiknya Old Sattherhand. Winnetou adalah buku karangan Dr. Karl Friedrich May atau yang dikenal sebagai Karl May, seorang penulis Jerman.
Winnetou berkisah tentang persahabatan seorang tokoh Indian Apache yang cintai damai dengan seorang kulit putih bernama Old Shatterhand. Latar belakang cerita terjadi di barat daya Amerika Serikat (Wild West) pada paruh kedua tahun 1800-an.
Kisah Winnetou dimuat dalam tetralogi yang terdiri dari: Winnetou I: Kepala Suku Apache, Winnetou II: Si Pencari Jejak, Winnetou III: Winnetou Gugur dan Winnetou IV: Ahli Waris Winnetou.
Buku Winnetou diawali dengan kisah Charlie, seorang pemuda ingusan dari Jerman yang bercita-cita ingin melihat dunia. Maka dia pun merantau ke Amerika. Impian Charlie terwujud saat dia bekerja sebagai seorang surveyor perusaahaan pembuatan jalan kereta api di sepanjang St.Louis hingga Pantai Pasifik. Sam Hawkens, seorang koboi kawakan, menjadi mentor Charlie untuk mengajarinya bagaimana aturan dan cara bertahan hidup di dunia Wild West.
Suatu hari, Winnetou bersama ayahnya, kepala suku Intschu Tschuna, serta Klekih-petra, seorang misionaris Kristen kulit putih yang tinggal bersama orang-orang Apache, mendatangi proyek pembangunan jalur kereta api yang dikerjakan oleh perusahaan tempat Charlie bekerja. Mereka mempertanyakan apakah proyek itu sudah mendapat izin dari pemilik tanah yang sah, yakni orang-orang Apache.
Dalam peristiwa itu terjadi kesalahpahaman dan Klekih-petra terbunuh. Sebelum meninggal, misionaris itu berpesan kepada Charlie agar berjanji untuk mendampingi Winnetou menggantikannya. Charlie yang karena kehebatan tinjunya dalam menjatuhkan lawan diberi julukan Old Shatterhand (tangan yang menghancurkan) pun berjanji. Di sinilah persahabatan antara Winnetou dan Charlie dimulai.
Orang kulit putih mengetahui bahwa orang Indian selalu membawa emas saat mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Mereka pun berusaha merampas emas-emas tersebut dari orang Indian. Tidak cukup hanya itu saja, mereka juga berusaha merampas emas langsung dari sumbernya di gunung emas. Orang-orang kulit putih melakukan apa saja untuk merampas emas-emas tersebut, termasuk mengusir dan membunuh orang-orang Indian di tanah mereka sendiri. Pada saat yang sama, pertengkaran antar suku Indian masih terjadi.
Dalam pertempuran melawan kulit putih di gunung emas, Winnetou pun tewas terbunuh saat ia berusaha melindungi Old Shatterhand. Sebuah peluru menembus paru-paru sebelah kanan. Winnetou dikubur bersama senapan perak yang melegenda.
Winnetou membawa kita menjelajahi keindahan dan eksotisme alam prairie liar di wilayah Wild West, dalam petualangan seru dan menegangkan. Dalam menyelesaikan konflik, Winnetou dan Old Shatterhand yang cinta damai, selalu mengutamakan perundingan dibandingkan harus menumpahkan darah.
Bagi mereka, nyawa setiap manusia berharga. Di sinilah kecerdikan dan kecerdasan Winnetou dan Old Shatterman diuji dalam menyusun strategi dan mencari jalan keluar untuk menglahkan musuh tanpa ada pertumpahan darah.
Ada banyak pesan moral yang dibawa oleh buku Winnetou. Persahabatan dan persaudaraan antara Winnetou yang Indian yang berkulit merah dan Old Shatterman yang berkulit putih, melewati batasan ras, bangsa dan agama.
Selain itu, Winnetou juga mengajarkan tentang menjunjung tinggi kemanusiaan dan cinta damai. Nilai egaliterian bahwa semua orang memiliki hak yang sama, tidak peduli apakah dia ras kulit putih, kulit merah (Indian) dan kulit hitam. Dalam Winnetou, kita juga diajak untu mengampuni kesalahan orang lain.
Winnetou juga menunjukkan bahwa agama tanpa kemanusiaan adalah mati. Merampas hak orang lain dengan segala cara, haus kekuasaan dan memusnahkan suatu bangsa bukanlah tindakan yang menunjukkan orang beragama. Secara tidak langsung, melalui Winnetou, Karl May menyindir kolonialisme yang dilakukan oleh orang-orang kulit putih.
Winnetou juga mengecam kerakusan bangsa kulit putih yang ingin menguasa semuanya, mengeksploitasi alam tanpa memperdulikan kelestariannya. Berbeda dengan orang Indian yang hanya mengambil seperlunya saja dari alam dan merasa cukup dan bersyukur dengan apa yang dimiliki.
Saya ingat perkataan Old Shatterhand, “Ada banyak tempat yang mengandung emas. Kamu bisa menjadi kaya raya. Tapi setelahnya, kamu tak lagi bahagia. Manitou Agung yang bijakasana tidak menciptakan kamu agar terbuai di atas tumpukan harta”.
Bagi saya, terlepas dari kontoversi Karl May, nilai-nilai moral yang dikisahkan oleh Winnetou cukup relevan hingga saat ini, lebih dari 100 tahun buku itu diterbitkan. Eksploitasi alam secara berbihan tanpa melestarikan lingkungan masih terjadi hingga saat ini.
Perang antara beberapa pihak ataupun negara yang disebabkan perebutan sumber daya alam dan kekuasaan juga masih terjadi saat ini. Entah berapa banyak konflik yang terjadi, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain, yang disebabkan oleh isu perbedaan agama, ras, etnis dan bangsa.
Saya ingat dulu saat saya membersihkan lemari buku, saya menemukan buku berukuran kecil dan tipis. Buku tersebut penuh dengan gambar warna warni yang sangat menarik. Pada sampul buku, terdapat gambar anak kecil berambut emas dan memakai jubah, yang sedang berdiri di atas planet kecil. Buku ini berjudul The Little Prince - Pangeran Kecil, ditulis oleh Antoine de-Saint-Exupery, seorang penulis berkebangsaan Perancis.
Fabel klasik ini berkisah tentang seorang pilot yang mimpi masa kecilnya menjadi seorang pelukis. Namun karena orang-orang dewasa di sekitarnya mencemooh karyanya, dia pun meninggalkan mimpinya. Dia memilih menjadi pilot saat dia dewasa.
Suatu ketika, pesawat sang pilot jatuh di Gurun Sahara. Tiba-tiba, saat memperbaiki pesawatnya, seorang anak kecil memintanya menggambarkan seekor domba. Persahabatan antara sang pilot dan pangeran kecil pun di mulai.
Cerita kemudian mengalir mengisahkan perjalanan pangeran kecil berkelana mengunjungi planet-planet lain hingga sampai di planet bumi. Pangeran kecil melarikan diri dari planet kecil miliknya karena berselisih paham dengan bunga mawar kesayangannya.
Sepanjang petualangannya, pangeran kecil bertemu bermacam-macam orang: sang raja yang gila berkuasa dan menganggap perintahnya adalah absolut, si angkuh yang menggap semua orang adalah pengagumnya, dan sang pemabuk yang selalu minum untuk melupakan rasa malu karena kemabukkannya.
Ada juga seorang pengusaha yang terlalu sibuk menghitung kekayaannya sampai tidak ada waktu untuk berbincang, seorang penghidup lampu yang merasa tugasnya sangat penting hingga tak ada waktu beristirahat, dan sang ahli geografi yang merasa paling tahu tentang banyak tempat yang tak pernah dikunjungi dan hanya menerima laporan dari orang-orang,
Sesampai di bumi, pangeran kecil bertemu dengan seekor rubah dan menjalin persahabatan dengan si rubah. Pangeran kecil juga bertemu dengan penjaga pintu kereta api yang menjelaskan padanya bahwa manusia pergi kemanapun dengan kereta cepat, tapi tidak pernah tahu apa yang mereka cari.
Setelah sekarat kehausan, sang pilot dan pangeran kecil berjalan melintasi gurun untuk mencari air. Mereka pun menemukan sebuah sumur. Keesokan harinya, sang pilot menemukan pangeran kecil berbicara dengan ular. Pangeran kecil meminta ular itu untuk mematuknya agar dia dapat kembali ke planet kecilnya. Sang pilot sendiri akhirnya ditemukan tim penyelamat dan kembali ke negerinya.
Di akhir cerita, sang pilot meminta tolong jika ada yang berjumpa dengan pangeran kecil, mohon memberitahukan hal ini kepadanya.
Saat pertama kali membaca buku ini, saya kurang memahami kedalaman cerita ini karena waktu kecil bahasa Inggris saya terbatas. Tapi saya sangat senang melihat gambar-gambar berwara warni di buku ini. Saya tidak sengaja bertemu kembali dengan pangeran kecil setelah saya lulus kuliah.
Saat itu saya membaca buku Pergilah Kemana Hatimu Membawamu – Va’ Dove Ti Porta Il Cuore, yang ditulis oleh Susanna Tamaro dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Antonius Sudiarja. Di dalam buku Susanna Tamaro, cucu si tokoh utama sangat menyukai buku Pangeran Kecil.
Saya pun teringat kembali kisah sang pangeran kecil. Saya ingin membaca ulang buku tersebut. Saya langsung menuju pusat budaya Perancis. Akhirnya saya menemukan kembali buku ini, tapi kali ini dalam versi bahasa aslinya: Le Petit Prince. Inilah pemahaman saya yang membaca buku ini kembali di usia dewasa.
Buku ini mengisahkan bagaimana orang dewasa kehilangan imajinasi seorang anak kecil. Orang dewasa kehilangan kemampuannya menikmati keindahan hidup dari hal-hal sederhana. Orang dewasa menilai pencapaian hidup hanya berdasarkan angka-angka, bahwa segala sesuatu diukur dengan uang, bahwa segala sesuatu hanya dinilai dari apa yang tampak luar saja.
Hidup orang dewasa menjadi terlalu serius, terlalu monoton. Kita selalu terburu-buru, entah apa yang kita cari. Dalam menjalani hidup, kita hanya menjalani apa yang orang lain katakan kepada kita. Alih-alih menjalani kehidupan yang kita inginkan, kita malah menjadi conformist, mengikuti apa yang sudah ada.
Menjadi berbeda, menjadi diri kita yang autentik, adalah jalan sunyi yang membutuhkan keberanian besar. Orang-orang seperti ini berani mendobrak status-quo untuk menemukan “suaranya”. Tulisan terkait konformitas ini telah saya tulis dalam artikel lain (link).
Hubungan antara pangeran kecil dan si mawar merah menunjukkan kepada kita betapa seringkali kita tidak mau atau pun tidak mampu menunjukkan kasih sayang kepada orang-orang yang justru kita cintai atau dekat dengan kita. Kita malah bertingkah menyebalkan dengan mengganggap orang-orang ini akan mengerti (take for granted).
Hingga saat orang tersebut memutuskan pergi meninggalkan kita, kita baru menyadari bahwa kita mencintai atau membutuhkan orang tersebut, tapi segala sesuatunya sudah terlambat. Saya kira hubungan ini tidak melulu soal romantisme. Ini bisa saja terjadi pada hubungan orang tua - anak, atasan - bawahan, hubungan pertemanan, dan lain-lain.
Sampai hari ini, saya masih membaca berulang-ulang Pangeran Kecil. Oleh karena bukunya kecil dan tipis, mudah untuk dibawa ke mana-mana. Kata-kata Pangeran Kecil selalu saya ingat:
The most beautiful things in the world cannot be seen or touched, they are felt with the heart.
And now here is my secret, a very simple secret: It is only with the heart that one can see rightly; what is essential is invisible to the eye.
It is much more difficult to judge oneself than to judge others. If you succeed in judging yourself rightly, then you are indeed a man of true wisdom.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI