Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan sekitar 2 juta blok batu yang diperkirakan berasal dari Sungai Elo dan Sungai Progo. Batu-batu tersebut hanya ditumpuk dan disambung tanpa menggunakan semen atau perekat.
Candi Borobudur sempat terkubur tertimbun debu vulkanik dan ditumbuhi semak belukar. Penemuan kembali Candi Borobudur terjadi saat Thomas Stamford Raffles menjadi Letnan Gubernur Jawa pada tahun 1814. Dalam buku yang ditulis oleh Raffles yang berjudul “History of Java”, nama Borobudur diperkenalkan. Sejak ditemukan kembali, pemugaran dan rekonstruksi candi dilakukan mulai dari masa penjajahan Belanda sampai saat Indonesia telah merdeka.
Jika ditelisik dari sisi teknis arsitektur dan sipil, tentunya kita bertanya-tanya bagaimana caranya para leluhur kita meratakan bagian atas bukit dan memadatkan tanahnya serta membuat pondasi yang begitu kuat.
Bagaimana caranya mengumpulkan balok batu dan mengangkutnya ke atas bukit? Bagaimana caranya memotong balok batu dengan rapi, lalu disambungkan secara presisi tanpa menggunakan semen atau perekat? Apakah Candi Borobudur memiliki blue print sebelum dibangun?
Apakah seniman-seniman yang memahat relief-relief pada Candi Borobudur diberi kebebasan berkreasi atau memahat sesuai petunjuk? Bagaimana mendesain talang air yang berfungsi sebagai drainase yang baik? Perlu diingat bahwa peralatan yang pada masa itu relatif sederhana, tidak seperti yang kita jumpai pada masa kini.
Untuk menyelesaikan pembangunan Candi Borobudur diperlukan sumber daya manusia dalam jumlah besar dan terampil. Sumber daya pertanian yang cukup diperlukan untuk menyediakan pangan bagi para pekerja. Belum lagi waktu pembangunan yang memakan waktu lebih dari 70 tahun tentunya membutuhkan suksesi lintas generasi. Ini membuktikan bahwa pembangunan Candi Borobudur memiliki perencanaan dan manajemen proyek yang sangat baik.
Melihat begitu kompleksnya dan megahnya Candi Borobudur yang sarat dengan nilai-nilai spriitualitas, kultural, dan intelektualitas, membuktikan tingginya tingkat peradaban leluhur kita di masa lampau. Pembangunan Candi Borobudur juga menunjukkan bahwa leluhur kita adalah pekerja keras, tangguh, bijaksana, memiliki determinasi yang kuat, manajemen yang baik serta semangat gotong royong yang tinggi. Tidak heran jika berdasarkan catatan peziarah Budha, Borobudur sebagai pusat pendidikan Budhis internasional pada masa itu.
Candi Borobudur adalah mahakarya warisan leluhur kepada bangsa Indonesia. Penemuan kembali Candi Borobudur oleh Raffles juga berarti penemuan kembali warisan mahakarya leluhur yang sempat hilang.
Candi Borobudur ternyata tidak henti-hentinya memberikan kejutan warisan pengetahuan kepada kita. Pada tahun 1885, ditemukan kembali bagian kaki candi yang masih terkubur oleh Dr. Ir. J.W, Ikzerman.
Pada panel relief Karmawibhangga dijumpai 226 relief yang berada di 45 panel, menggambarkan manusia memainkan beragam bentuk dan jenis alat musik. Relief alat musik ini mencakup idiofon (bunyi dihasilkan dari getaran alat musiknya seperti gong), membrafon (bunyi dihasilkan dari bagian selaput seperti gendang), kordofon (bunyi dihasilkan dari senar/dawai seperti sampe), dan aerofon (bunyi dihasilkan dari getaran udara seperti suling).