Mohon tunggu...
Darwanto
Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Pria manula, purnabakti PNS

Mencari, membagi, mensyukuri...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revolusi Mental Pasca-Pandemi

9 Mei 2020   16:10 Diperbarui: 9 Mei 2020   16:51 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Pandemi Covid-19 mengajarkan kepada kita bahwa manusia di muka bumi ini saling terhubung satu dengan yang lain. Wabah virus korona yang muncul pertama kali di Wuhan, China, dalam hitungan bulan dapat menyebar ke seluruh dunia, tanpa bisa dicegah dengan mudah.

Bencana dapat menjalar dari suatu daerah di suatu negara ke negara-negara lain. Demikian pula sebaliknya, kemakmuran bisa menjalar dari suatu negara ke negara lain. Negara-negara yang sudah terbebas dari virus korona seperti Korea Selatan, China, dan Taiwan (China) memberi bantuan berupa masker, alat pelindung diri, obat-obatan ke negara-negara lain, termasuk ke Eropa dan AS, walau diantara negara-negara itu sedang terlibat perang dagang.

Kita tidak bisa hidup sendiri, maka kita tidak boleh menganggap negara atau bangsa lain sebagai musuh yang harus dijauhi. Sebaliknya, kita harus menganggap negara-negara lain sebagai sesama warga bumi yang saling bekerja sama untuk kemaslahatan umat manusia.

Mental menganggap bangsa/negara lain sebagai musuh karena berbeda ideologi perlu kita singkirkan. Jangan ada stereotype atau pandangan buruk terhadap bangsa/negara lain tanpa bukti yang jelas bahwa bangsa/negara lain itu membahayakan bangsa/negara sendiri.

***

Apa yang diuraikan di atas hanya sebagian kecil saja dari upaya revolusi mental yang harus dilalui bangsa Indonesia untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang sehat, tertib dan damai. Tanpa mengubah perilaku buruk yang selama ini dilakukan, kita juga tidak akan menjadi bangsa yang besar, yang memberi rahmat bagi semesta alam.

Tentunya perubahan mental saja tidak dapat mengatasi pandemi. Tetap perlu ada penanganan lain seperti pelacakan sumber virus, imunisasi/vaksinasi, social dan physical distancing, penutupan wilayah/lockdown, dan sebagainya. Revolusi mental diarahkan untuk mendorong setiap warga patuh menjalani berbagai ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Ego individu ditekan demi kepentingan bersama.

Kita tidak ingin melihat chaos terjadi di sekitar kita akibat mental yang serakah, individualistis dan kebiasaan yang tidak sehat. Chaos membuat pikiran kalut, badan lelah dan mudah emosional.

Momentum pandemi Covid-19 sekarang ini adalah saat yang tepat untuk melakukan revolusi mental, mengubah kebiasaan dan perilaku buruk, yang membuat kita cenderung terpuruk. <>

Herry Darwanto, 7/5/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun